JAKARTA, KOMPAS.com - Polda Metro Jaya menangkap sutradara dan jurnalis Dandhy Dwi Laksono pada Kamis (26/9/2019) malam.
Tak lama berselang, musisi sekaligus mantan wartawan Tempo Ananda Badudu ikut ditangkap dari kediamannya, Jumat (27/9/2019) pagi.
Dandhy ditangkap di kediamannya di Jatiwaringin, Bekasi, Jawa Barat.
Istri Dandhy, Irna Gustiawati mengatakan, penangkapan sutradara "Sexy Killers" itu disebabkan unggahannya di media sosial.
"(Polisi) membawa surat penangkapan karena alasan posting di media sosial Twitter mengenai Papua," kata Irna yang dihubungi Kompas.com pada Kamis malam.
Baca juga: Kronologi Penangkapan Dandhy Dwi Laksono oleh Polisi
Senada, menurut kuasa hukum Dandhy, Alghifari Aqsa, Dandhy ditangkap polisi dengan tuduhan menebarkan kebencian berdasarkan SARA.
"Dianggap menebarkan kebencian berdasarkan SARA melalui media elektronik, terkait kasus Papua," ujar Alghifari, yang dihubungi Kompas.com pada Jumat (27/9/2019) dinihari.
Dandhy dituding melanggar Pasal 28 Ayat (2) jo Pasal 45A Ayat (2) Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik. Ia pun telah ditetapkan sebagai tersangka.
Alghiffari menambahkan, secara khusus, kliennya ditanya soal unggahan di Twitter tanggal 23 September 2019.
"Mungkin teman-teman bisa melihat (unggahan mengenai peristiwa) Jayapura dan peristiwa di Wamena saat itu," ujar Alghiffari.
Berdasarkan penelusuran Kompas.com, pada 23 September 2019, Dandhy memang aktif me-retweet unggahan yang mengangkat soal kisruh di Papua.
Ada juga beberapa twitnya yang khusus membahas soal peristiwa tersebut.
Ia juga membuat utas (thread) dengan mengunggah beberapa foto korban yang jatuh dalam kerusuhan Papua.
Baca juga: Dandhy Dwi Laksono Ditangkap Polisi atas Tuduhan Menebarkan Kebencian
JAYAPURA (foto 1)
Mahasiswa Papua yang eksodus dari kampus-kampus di Indonesia, buka posko di Uncen. Aparat angkut mereka dari kampus ke Expo Waena. Rusuh. Ada yang tewas.WAMENA (foto 2)
— Dandhy Laksono (@Dandhy_Laksono) September 23, 2019
Siswa SMA protes sikap rasis guru. Dihadapi aparat. Kota rusuh. Banyak yang luka tembak. pic.twitter.com/jWHv3FVOtM
Dalam utas tersebut, Dandhy menilai tampaknya kekerasan menjadi satu-satunya cara yang digunakan dalam menyelesaikan masalah di Papua.
"Peristiwa di Jayapura (foto 1) dan Wamena (foto 2) hari ini menunjukkan bahwa di Papua tampaknya hanya berlaku satu cara untuk mengatasi segala masalah, yaitu kekerasan. Di Papua risiko menyampaikan aspirasi bukan dipanggil rektor, tapi mati atau luka tembak. Sampai kapan?" demikian twit Dandhy.
Selanjutnya, Dandhy juga mengomentari sejumlah berita yang mengabarkan soal peristiwa di sana.
Baca juga: Hentikan Penyidikannya, Bebaskan Dandhy Dwi Laksono...
Dandhy juga mengomentari pemberitaan Kompas.com yang menyebutkan ada 16 warga tewas dan 65 terluka saat kerusuhan terjadi.
"Innalillahi. RIP. Jika ini terjadi di Jawa atau Jakarta seperti peristiwa Trisakti (Mei 1998) yang menewaskan 4 orang, tentu reaksi dan dampaknya akan lain. Tapi ini Papua. Seolah semua yang buruk kita anggap wajar terjadi dan ongkos "NKRI Harga Mati," kata dia.
Innalillahi. RIP. Jika ini terjadi di Jawa atau Jakarta seperti peristiwa Trisakti (Mei 1998) yang menewaskan 4 orang, tentu reaksi dan dampaknya akan lain.
Tapi ini Papua. Seolah semua yang buruk kita anggap wajar terjadi dan ongkos "NKRI Harga Mati". https://t.co/VefxA9Tliu
— Dandhy Laksono (@Dandhy_Laksono) September 23, 2019
Penangkapan Dandhy bermula saat ia baru tiba di rumah sekitar pukul 22.30 WIB. Sekitar 15 menit kemudian, terdengar pintu rumah digedor.
Rombongan yang dipimpin seorang bernama Fathur itu kemudian mengaku akan menangkap Dandhy karena unggahan mengenai Papua.
Sekitar pukul 23.05, tim yang terdiri dari empat orang membawa Dandhy ke Polda Metro Jaya dengan mobil Fortuner bernomor polisi D 216 CC.
Dandhy dikenal publik sebagai pendiri WatchDoc, rumah produksi yang menghasilkan film-film dokumenter dan jurnalistik.
Sebagai sutradara, dia pernah membesut sejumlah film dokumenter yang dianggap kontroversial seperti "Sexy Killers" dan "Rayuan Pulau Palsu".
Anggota Aliansi Jurnalis Independen ini juga dikenal sebagai aktivis yang kerap mengkritik pemerintah, termasuk Presiden Joko Widodo.
Sementara, penangkapan Ananda diketahui dari unggahan di akun Twitter-nya, @anandabadudu pada Jumat.
"Saya dijemput Polda karena mentransfer sejumlah dana pada mahasiswa," tulis Ananda.
Hal tersebut dibenarkan Wakil Koordinator Kontras Feri Kusuma, kolega yang mendampingi Ananda ketika penangkapan.
Ananda dibawa dari tempat tinggalnya di Gedung Sarana Jaya, Jalan Tebet Barat IV Raya, Jakarta Selatan.
"Iya (Ananda Badudu ditangkap), ini lagi (di) Resmob," kata Feri ketika dihubungi Kompas.com, Jumat pagi.
Baca juga: Eks Vokalis Banda Neira Ananda Badudu Ditangkap Polisi
Feri mengatakan, penangkapan Ananda terkait uang yang dihimpun Ananda melalui media sosialnya dan disalurkan untuk demonstrasi mahasisa penentang RKUHP dan UU KPK hasil revisi di depan Gedung DPR/MPR, Selasa (24/9/2019) dan Rabu (25/9/2019).
Ananda diketahui menginisasi penggalangan dana publik untuk mendukung gerakan mahasiswa melalui situs crowdfunding, Kitabisa.com.
Dalam dua hari, dana yang dihimpun lebih dari Rp 100 juta, melampaui target mereka.
Kendati demikian, Feri mengatakan bahwa pihaknya sedang mengecek lebih lanjut mengenai dugaan tindak pidana beserta pasal yang disangkakan.
"(Ditangkap karena mentransfer dana ke mahasiswa) itu masih dugaan. Kami belum lihat surat penangkapannya. Ini masih kita cek," tutur dia.
Baca juga: Dicokok Saat Tidur, Begini Kronologi Penangkapan Ananda Badudu
Saat polisi datang ke tempat tinggalnya, Ananda sedang tidur. Tiba-tiba, ada tamu yang menggedor-gedor pintu kamarnya.
Rupanya, tamu yang berjumlah empat orang itu adalah penyidik Polda Metro Jaya. Mereka dipimpinan oleh polisi bernama Eko.
Eko sempat menujukkan kartu dan lencana polisi. Sedangkan, tiga orang lainnya tidak mengenakan seragam dan menunjukkan identitas.
Baca juga: Sepak Terjang Ananda Badudu, dari Galang Dana Aksi Mahasiswa hingga Dicokok Saat Tidur
Eko kemudian menunjukkan surat penangkapan kepada Ananda atas dugaan keterlibatan dalam aksi demonstrasi di depan Gedung DPR/ MPR RI.
"Jam 04.55 WIB, tim yang terdiri empat orang membawa Nanda ke kantor Resmob Polda Metro Jaya dengan mobil Toyota Avanza putih didampingi kawan," ujar Manajer Kampanye Amnesty International Indonesia Puri Kencana.
Puri menyebutkan, peristiwa penangkapan itu disaksikan oleh seorang satpam gedung dan dua orang tetangga Ananda.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.