JAKARTA, KOMPAS.com - Peninjauan Kembali (PK) Mantan Ketua DPD RI Irman Gusman telah dikabulkan oleh Mahkamah Agung (MA), Selasa (24/9/2019).
Terpidana kasus suap terkait kuota gula impor itu kini telah mendapat pengurangan hukuman pidana penjara dan denda.
Berikut adalah perjalanan kasus Irman sejak awal persidangan hingga PK dikabulkan MA:
1. Didakwa terima Rp 100 juta
Pada Selasa (8/11/2016), Irman Gusman didakwa jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menerima suap Rp 100 juta dari Direktur CV Semesta Berjaya, Xaveriandy Sutanto dan istri Xaveriandy, Memi.
Suap tersebut terkait pengaturan kuota gula impor dari Perum Bulog untuk disalurkan ke Sumatera Barat.
Baca juga: Irman Gusman Bagi-bagi Buku Saat Sidang Pengajuan PK
Irman diduga menggunakan pengaruhnya untuk mengatur pemberian kuota gula impor dari Perum Bulog kepada perusahaan milik Xaveriandy.
Awalnya Memi, istri Direktur CV Semesta Berjaya, Xaveriandy Sutanto, menemui Irman di kediamannya pada 21 Juli 2016.
Dalam pertemuan, Memi menyampaikan, bahwa CV Semesta Berjaya telah mengajukan permohonan pembelian gula impor yang lebih murah kepada Perum Bulog Divisi Regional (Divre) Sumbar sebanyak 3.000 ton.
Namun, permohonan pembelian tersebut lama tidak direspons oleh Perum Bulog. Untuk itu, Memi meminta Irman agar membantu CV Semesta Berjaya dapat membeli gula impor.
Irman pun menyanggupi dengan syarat ada fee Rp 300 per kilogram atas gula impor Perum Bulog yang akan diperoleh CV Semesta Berjaya. Permintaan itu disanggupi Memi.
Selang satu hari, Irman menghubungi Dirut Perum Bulog, Djarot Kusumayakti. Ia meminta agar Bulog menyalurkan gula impor melalui Divre Bulog Sumbar.
Baca juga: Mantan Ketua DPD Irman Gusman Ajukan PK
Sebab, jika disuplai melalui Jakarta, mengakibatkan harga gula mahal.
Oleh karena itu, Irman menyampaikan kepada Djarot Kusumayakti bahwa dirinya merekomendasikan Memi sebagai teman lamanya yang memiliki CV Semesta Berjaya sebagai pihak yang dapat dipercaya untuk menyalurkan gula impor tersebut.
Karena yang meminta adalah Irman selaku Ketua DPD saat itu, Djarot Kusumayakti menyanggupinya dan kemudian meminta nomor ponsel pribadi Memi.
Kemudian Djarot menghubungi Memi menyampaikan akan mengalokasikan gula impor Perum Bulog untuk Provinsi Sumbar sesuai permintaan tersebut.
Setelah itu, Djarot menghubungi Kepala Perum Bulog Divre Sumbar, Benhur Ngkaimi, dan menyampaikan pesan yang diberikan Irman untuk memberikan alokasi kepada perusahaan Memi.Benhur menyanggupi arahan Djarot.
Pada 23 Juli 2016, Benhur memberitahukan Memi bahwa perusahaannya telah mendapatkan alokasi pembelian gula impor dari Perum Bulog.
Baca juga: Irman Gusman Divoni 4,5 Tahun Penjara
Harga yang ditawarkan Bulog jauh lebih murah. Saat itu, harga gula per kilogram mencapai Rp 16.000. Sementara, harga yang ditawarkan Bulog berkisar antara Rp 11.500 – Rp 11.600 per kilogram.
Kuota gula impor akhirnya didistribusikan secara bertahap, yaitu 1.000 ton terlebih dahulu.
2. Dituntut 7 tahun penjara
Seiring perjalanan persidangan, Irman dituntut 7 tahun penjara oleh jaksa KPK pada Rabu (1/2/2017). Ia juga dituntut membayar denda Rp 200 juta subsider 6 bulan kurungan.
Jaksa juga menuntut hak politik Irman dicabut selama tiga tahun sejak Irman selesai menjalani masa pidana pokoknya.
Dalam pertimbangannya, jaksa menilai perbuatan Irman tidak mendukung pemerintah dalam pemberantasan korupsi. Irman dinilai telah menyalahgunakan wewenang untuk memperkaya diri
Baca juga: Jual Beli Pengaruh dan Pencabutan Hak Politik Irman Gusman
Senator dari daerah Sumatera Barat itu juga tidak mengakui perbuatan selama di persidangan.
3. Divonis 4,5 tahun penjara
Atas perbuatannya, ia dianggap terbukti bersalah dan divonis 4,5 tahun penjara oleh majelis hakim pada Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin (20/2/2017).
Irman juga diwajibkan membayar denda Rp 200 juta subsider tiga bulan kurungan.
Menurut majelis hakim, Irman terbukti melanggar Pasal 12 huruf b Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dalam UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Dalam pertimbangannya, majelis hakim berpendapat bahwa Irman telah mencederai amanat sebagai Ketua DPD RI.
Irman tidak mendukung pemerintah dalam pemberantasan korupsi. Selain itu, Irman tidak berterus terang dalam persidangan.
Baca juga: Sidang PK, Irman Gusman Serahkan Tiga Bukti Baru kepada Hakim
Sepakat dengan tuntutan jaksa, hakim pun mencabut hak politik Irman selama tiga tahun sejak Irman selesai menjalani masa pidana pokoknya.
Majelis hakim menilai, pencabutan seluruh atau sebagian hak terdakwa yang diberikan pemerintah bertujuan untuk melindungi publik dari kemungkinan terpilihnya seseorang yang berperilaku koruptif dalam jabatan publik.
Terlebih lagi, menurut hakim, jabatan sebagai anggota DPR, MPR, atau DPD adalah jabatan publik yang ditugaskan untuk memperjuangkan aspirasi masyarakat.
Maka, hakim berpendapat bahwa jabatan-jabatan tersebut sudah selayaknya diisi oleh orang-orang yang bersih dari perilaku korupsi.
Saat itu, Irman menganggap pembuktian keterlibatannya dalam kasus korupsi merupakan bahan pembelajaran bagi dirinya sendiri. Pada perkembangannya, Irman pun dijebloskan ke Lapas Sukamiskin.
4. Ajukan PK dan dikabulkan
Seiring perjalanan waktu, Irman pun mengajukan upaya hukum peninjauan kembali (PK) ke Mahkamah Agung. Irman berharap mendapat keringanan hukuman.
"Ini adalah hak saya sebagai pencari keadilan," ujar Irman saat ditemui seusai mengkuti sidang pendahuluan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Rabu (10/10/2018) lalu.
Baca juga: Diskusi Buku tentang Irman Gusman, Akbar Tandjung dan Hamdan Zoelva Berbagi Testimoni
Irman berharap upaya hukum ini dapat dipertimbangkan oleh hakim. Irman meyakini hakim agung akan memberikan keadilan terhadapnya.
Tim penasihat hukum Irman saat itu mengatakan, ada tiga novum atau bukti baru yang dilampirkan dalam memori pengajuan PK tersebut.
Hingga pada Selasa (24/9/2019) majelis hakim PK mengabulkan permohonan Irman. MA mengurangi hukuman Irman menjadi 3 tahun penjara.
Informasi ini dikonfirmasi oleh Juru Bicara MA Andi Samsan Nganro, Kamis (26/9/2019).
"Benar. Putusan tersebut dijatuhkan pada hari Selasa, 24 September 2019 oleh majelis hakim PK yang diketuai oleh Suhadi dan Eddy Army dan Abdul Latif masing-masing sebagai hakim anggota," kata Andi.
Majelis hakim PK membatalkan putusan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta tersebut dan kemudian majelis hakim PK mengadili sendiri.
"Menyatakan pemohon PK terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi sebagaimana yang diatur dalam Pasal 11 Undang-undang Tipikor, menjatuhkan pidana penjara selama 3 (tiga) tahun dan denda Rp 50 juta subsider 1 (satu) bulan kurungan," kata Andi.
Baca juga: KPK Harap MA Segera Putuskan PK yang Diajukan Irman Gusman
Majelis hakim PK berpendapat, dari fakta hukum yang terungkap di persidangan, perbuatan Irman lebih tepat dikenakan Pasal 11.
"Sehingga putusan judex facti yang menerapkan Pasal 12 huruf b Undang-undang Tipikor dan menjatuhkan pidana penjara 4 (empat) tahun 6 (enam) bulan denda Rp 200 juta subsider 3 (tiga) bulan kurungan, tidak tepat sehingga permohonan Pemohon PK beralasan menurut hukum dan keadilan untuk dikabulkan," kata Andi.
Selain hukuman tiga tahun penjara dan denda Rp 50 juta subsider 1 bulan kurungan, majelis hakim PK juga tetap mencabut hak politik Irman selama tiga tahun terhitung sejak Irman selesai menjalani masa pidana pokoknya.
5. Respons KPK
Juru Bicara KPK Febri Diansyah mengatakan, KPK menghormati putusan tersebut.
"Terlepas dari misalnya kita kecewa atau tidak, tapi putusan Mahkamah Agung, putusan peradilan itu kan harus dihormati apalagi KPK adalah institusi penegak hukum," kata Febri Diansyah di Gedung Merah Putih KPK, Kamis (26/9/2019).
Febri mengingatkan, dikuranginya masa hukuman dalam putusan MA itu tidak berarti Irman tidak terbukti melakukan tindak pidana korupsi.
Baca juga: MA Kurangi Hukuman Irman Gusman, Ini Kata KPK
Ia menjelaskan, Pasal 11 UU Tipikor yang dijatuhkan MA kepada Irman alih-alih Pasal 12 huruf b UU Tipikor yang dijatuhkan majelis hakim Pengadilan Negeri Tipikor Jakarta tetap membuktikan bahwa Irman telah melakukan tindak pidana korupsi.
Terlepas dari putusan itu, Febri berharap aspek-aspek yang lebih dalam seperti rasa keadilan publik ke depannya lebih dipertimbangkan secara lebih serius.
"Terutama untuk tindak pidana korupsi ya karena kita tahu sekarang banyak yang mengajukan peninjauan kembali," kata Febri.
Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.