JAKARTA, KOMPAS.com - Satu-satunya cara untuk dapat menghilangkan asap akibat kebakaran hutan dan lahan (karhutla) adalah hujan, baik secara alami maupun buatan.
Kondisi cuaca yang masih musim kemarau mengharuskan hujan buatan dilakukan untuk dapat mengatasi karhutla yang masih terjadi.
Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) belakangan akhirnya telah berhasil menurunkan hujan buatan melalui teknologi modifikasi cuaca (TMC).
Baca juga: Wiranto Sebut Karhutla Bisa Selesai kalau Hujan Turun
Melihat banyaknya potensi bibit awan hujan, BPPT menaburkan kapur tohor aktif pada awan-awan di wilayah Sumatera dan Kalimantan.
Hasilnya, hujan buatan sukses mengurangi sebaran titik api di wilayah-wilayah tersebut.
BPPT menyebutkan, pihaknya sudah menurunkan hujan buatan sebanyak 70 juta meter kubik di wilayah Kalimantan Barat untuk menghalau asap akibat karhutla.
Baca juga: Bibit Hujan di Sumatera-Kalimantan Muncul, 5 Pesawat Hujan Buatan Dikerahkan
Kepala Balai Besar Teknologi Modifikasi Cuaca BPPT Tri Handoko Seto mengatakan, hujan buatan telah turun di wilayah Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, dan Sumatera dari hasil pengerjaan terhadap awan-awan oleh dua pesawat yang dilakukan BPPT, yakni pesawat Casa 212-200 dan CN 295.
"Hasilnya, dalam beberapa hari terakhir, Kalimantan Barat sudah hujan dengan intensitas cukup merata dan signifikan. Besaran angka hujannya sekitar 70 juta meter kubik," kata Seto dalam jumpa pers di Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), Selasa (24/9/2019).
Selain itu, kata dia, wilayah Kalimantan Tengah, tepatnya Palangkaraya juga sudah terjadi hujan sejak Jumat (20/9/2019) lalu di daerah Pulang Pisau meski tak sebanyak dan semerata di Kalimantan Barat.
Baca juga: BPPT Sebut Hujan Buatan di Kalbar Signifikan Kurangi Asap
Di Kalimantan Tengah, hujan buatan yang turun baru sebanyak 15 juta meter kubik.
Jumlah tersebut, dikatakannya belum mampu meredam kepekatan asap yang terjadi akibat karhutla secara signifikan.
Sementara di Riau, kata dia, saat ini sudah terjadi hujan yang intensitasnya lebih sedikit dari Kalimantan Barat tetapi lebih banyak dari Kalimantan Tengah.
"Yaitu 30 juta meter kubik. Dalam beberapa hari terakhir juga Jambi sudah hunan dan hari ini Palembang sudah hujan," kata dia.
Asap Pekat Hanya Sampai September
BPPT memprediksi, asap-asap akibat karhutla bisa berkurang sampai akhir September ini. Hal tersebut merupakan bukti efektifnya hujan buatan yang dilakukan.
"Ke depan di wilayah Sumatera, perkiraan kami sampai akhir bulan ini (September) akan terjadi pengurangan kepekatan asap yang signifikan," kata Seto.
Baca juga: 2 Jam Setelah Shalat Istisqa, Bangka Belitung Diguyur Hujan Lebat
Prediksi tersebut juga dikarenakan dalam beberapa hari terakhir, hujan buatan telah berhasil turun di Jambi dan Palembang, Sumatera Selatan.
Hujan Buatan Kurangi Hotspot
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) menyatakan bahwa sebaran titik api (hotspot) di area-area karhutla sudah menurun.
Pelaksana Tugas (Plt) Direktur Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan KLHK Rafless Brotestes Panjaitan mengatakan, dari laporan per Selasa (24/9/2019) pagi terjadi penurunan hotspot menjadi 1.352 dari semula 2.533 pada Senin (23/9/2019).
"Jadi ada penurunan. Hotspot belum tentu ada api, tapi api itu dilakukan pemadaman oleh regu-regu satuan tugas (satgas) yang ada," ujar Rafless dalam jumpa pers di Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), Selasa (24/9/2019).
Baca juga: BMKG: Hujan Lebat Diperkirakan Mengguyur Indonesia Sepekan ke Depan
Raffles mengatakan, beberapa titik kebakaran masih ditemukan tetapi sudah ditangani langsung oleh satgas. Antara lain seperti di Kalimantan Barat dan Kalimantan Tengah.
Menurut dia, TMC dengan melakukan hujan buatan menjadi penyebab berkurangnya jumlah hotspot yang ada.
"Hujan yang terjadi sudah menurunkan jumlah hotspot," kata dia.
Sejauh ini, diketahui masih ada 64 hotspot di Riau, 165 hotpsot di Sumatera Selatan, dan 130 hotspot di Jambi.
Baca juga: Begitu Hujan, Teriak-teriak Kegirangan
Kemudian di Kalimantan Tengah masih ditemukan banyak hotspor hingga 475, terutama di wilayah Kota Waringin Timur.
Selanjutnya di Kalimantan Barat yang tinggal 39 hotspot, Kalimantan Selatan 61 hotspot, serta Papua yang juga ditemukan ada 7 hotspot.
"Selain upaya-upaya disamping tadi juga dilakukan water bombing, patroli dan penegakan hukum terutama kepada pembakar baik perorangan maupun stakeholder," kata dia.