6. Mendesak pengesahan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual.
DPR diminta segera memberi kepastian kapan RUU PKS disahkan. Pasalnya, RUU ini sudah dibahas cukup lama, terhitung sejak 2017.
Desakan muncul dari berbagai kalangan, mulai dari akademisi, aktivis perempuan, Komnas Perempuan, hingga Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Anak (PPPA) Yohana Yambise.
RUU PKS dianggap krusial karena perlu ada payung hukum yang kuat untuk melindungi korban kekerasan seksual. RUU ini akan memperkuat regulasi soal kekerasan seksual yang diatur dalam KUHP secara umum.
Baca juga: Kekeliruan Memahami RUU PKS, Dianggap Liberal dan Tak Sesuai Agama
RUU PKS menjadi darurat bukan karena sekadar angka kasus yang tercatat, melainkan karena layanan terhadap korban kekerasan seksual tidak memadai.
Pengacara publik Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta Andi Komara menyebutkan, RUU PKS mengatur jenis kekerasan seksual, seperti perbudakan seksual, eksploitasi seksual, dan pemaksaan perkawinan.
Tak hanya mengatur hukuman bagi pelaku kekerasan seksual, RUU PKS juga mengatur pencegahaan kekerasan seksual.
RUU yang mengacu pada pengalaman para korban kekerasan seksual tersebut juga mengutamakan hak-hak terhadap korban yang selama ini kerap diabaikan.