3. Menuntut negara untuk mengusut dan mengadili elite-elite yang bertanggung jawab atas kerusakan lingkungan di beberapa wilayah di Indonesia.
Masalah kebakaran hutan belakangan disorot karena area titik apinya terus meluas. Kebakaran tersebar di sebagian Sumatera dan kalimantan.
Kepolisian telah menetapkan puluhan tersangka pembakaran hutan dan sembilan korporasi yang bertanggung jawab.
Masyarakat menuntut para pelaku diadili hingga menyasar ke aktor intelektual.
Proses hukum juga harus dilakukan secara terbuka.
Baca juga: Hampir Satu Juta Orang Menderita ISPA akibat Kebakaran Hutan dan Lahan
4. Menolak pasal-pasal bermasalah dalam RUU Ketenagakerjaan yang tidak berpihak kepada pekerja.
RUU Ketenagakerjaan juga menjadi sorotan lantaran beredar luas draf revisi UU tersebut. Dari draf yang beredar, ada 14 pasal revisi yang ditolak oleh para asosiasi buruh.
Dalam naskah yang beredar tersebut, beberapa revisi yang bakal dilakukan meliputi pasal 81 mengenai cuti haid yang bakal dihapus lantaran dengan alasan nyeri haid dapat diatasi dengan obat antinyeri.
Kemudian, Pasal 100 mengenai fasilitas kesehatan yang bakal dihapuskan, juga pasal 151-155 mengenai penetapan PHK.
Baca juga: Revisi UU Ketenagakerjaan, Investor Asing Perlu Iklim Usaha yang Kondusif
Dalam draf tersebut, UU Ketenagakerjaan versi revisi bakal menetapkan keputusan PHK hanya melaui buruh dan pengusaha tanpa melalui persidangan.
Selain itu, ada pula revisi yang bakal menghapus pasal mengenai uang penghargaan masa kerja, juga ada penambahan waktu kerja bagi para buruh atau tenaga kerja.
Namun, Menteri Ketenagakerjaan Hanif Dhakiri membantah draf tersebut bersumber dari pemerintah.
Ia mengatakan, draf yang berisi revisi UU Ketenagakerjaan tersebut hoaks dan tidak jelas sumbernya.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.