2. Mendesak pemerintah dan DPR untuk merivisi UU KPK yang baru saja disahkan dan menolak segala bentuk pelemahan terhadap upaya pemberantasan korupsi di Indonesia.
Ada tujuh poin yang menjadi catatan dalam RUU KPK yang sudah diketok palu oleh anggota Dewan.
Pertama, soal status kedudukan kelembagaan KPK yang akan berubah menjadi lembaga penegak hukum yang berada di rumpun eksekutif, tetapi tetap melaksanakan tugas dan kewenangan secara independen.
Kedua, soal keberadaan Dewan Pengawas KPK yang punya kewenangan melaksanakan tugas dan wewenang KPK, memberi/tidak memberi izin penyadapan, penggeledahan dan penyitaan, menyusun dan menetapkan kode etik pimpinan dan pegawai, memeriksa dugaan pelanggaran kode etik, mengevaluasi kinerja pimpinan dan pegawai KPK setahun sekali.
Baca juga: Presiden Jokowi Tolak Tuntutan untuk Cabut UU KPK
Keberadaan dewan pengawas ini dinilai berpotensi mengganggu penanganan perkara karena dugaan konflik kepentingan.
Ketiga, pembatasan fungsi penyadapan karena KPK wajib meminta izin tertulis dari dewan pengawas sebelum menyadap.
Dalam aturan sebelumnya KPK berwenang sendiri melakukan penyadapan tanpa perlu meminta izin.
Keempat, KPK berwenang menerbitkan SP3 untuk perkara korupsi yang tidak selesai dalam jangka waktu maksimal dua tahun.
Baca juga: Setelah KPK Dikebiri dan Tak Sakti Lagi...
Kemudian, KPK juga wajib berkoordinasi dengan penegak hukum lain dalam hal pelaksanaan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan.
Pasal kontroversi lain ialah mengatur soal mekanisme penyitaan dan penggeledahan serta status pegawai KPK menjadi aparatur sipil negara.
Namun, Jokowi memastikan tak akan menerbitkan peraturan pemerintah pengganti undang-undang (perppu) untuk mencabut UU KPK.