Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 23/09/2019, 14:40 WIB
Ambaranie Nadia Kemala Movanita ,
Diamanty Meiliana

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - DPR RI diminta segera memberi kepastian kapan rancangan Undang-undang Penghapusan Kekerasan Seksual (UU PKS) disahkan.

Pasalnya, RUU ini sudah dibahas cukup lama, terhitung sejak tahun 2017.

Desakan muncul dari berbagai kalangan, mulai dari akademisi, aktivis perempuan, Komnas Perempuan, hingga Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Anak (PPPA) Yohana Yambise.

UU PKS dianggap krusial untuk disahkan karena memuat hal-hal yang tidak diatur di Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).

Baca juga: RUU PKS Tak Kunjung Selesai, DPR Dinilai Abai pada Kekerasan Seksual

Komisioner Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) Sri Nurherwati mengatakan, RUU PKS menjadi darurat bukan karena sekadar angka kasus yang tercatat saja. Melainkan karena layanan terhadap korban kekerasan seksual yang tidak memadai.

“Dari sekian ratus kasus kekerasan seksual, yang dilaporkan hanya 10 persen, yang masuk ke persidangan jadi 5 persen, yang divonis dengan hukuman, mungkin sekitar 2-3 persen,” ujar Nurherwati.

Pengacara publik Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta Andi Komara menyebutkan, RUU PKS mengatur jenis kekerasan seksual seperti perbudakan seksual, eksploitasi seksual, serta pemaksaan perkawinan.

Baca juga: RUU PKS Tak Kunjung Rampung, Ini 3 Poin yang Masih Diperdebatkan

Tak hanya mengatur hukuman bagi pelaku kekerasan seksual, RUU PKS juga mengatur pencegahaan kekerasan seksual.

RUU yang mengacu pada pengalaman para korban kekerasan seksual tersebut juga mengutamakan hak-hak terhadap korban yang selama ini kerap diabaikan.

"Dari pengalaman saya mendampingi korban kekerasan seksual memang sangat sulit, pasti polisi bilang kejadian tersebut suka sama suka. Terus ditanya kenapa nggak langsung lapor? Mana mungkin korban bisa langsung lapor, kan ini terkait kesiapan mental. Orang yang baru diperkosa kan pasti trauma, butuh keberanian untuk melapor," kata Andi.

Mengatur 9 jenis kekerasan seksual

Draf RUU PKS menyebutkan ada sembilan jenis tindak pidana kekerasan seksual.

Kesembilan jenis tindak pidana tersebut yakni pelecehan seksual, eksploitasi seksual, pemaksaan kontrasepsi, pemaksaan aborsi, perkosaan, pemaksaan perkawainan, pemaksaan pelacuran, perbudakan seksual, dan penyiksaan seksual.

Baca juga: Korban Kekerasan Seksual Terus Berjatuhan, Komnas Perempuan Desak RUU PKS Segera Disahkan

Kekerasan seksual meliputi peristiwa kekerasan seksual dalam lingkup relasi personal, rumah tangga, relasi kerja, publik dan situasi khusus lainnya.

Menurut Ketua Sub Komisi Pendidikan Komnas Perempuan Masruchah, definisi tindak pidana kekerasan seksual tidak lagi sebatas kekerasan fisik atau penetrasi alat kelamin.

Contohnya, tindak pidana perkosaan dalam perkawinan.

Meski telah dikategorikan sebagai tindak pidana, namun perkosaan dalam perkawinan tidak diatur dalam RUU KUHP maupun KUHP yang kini masih berlaku.

Baca juga: Komisi VIII dan Komisi III Akan Sinkronisasi RUU PKS dengan RKHUP

Kasus pemerkosaan dan pembunuhan seorang siswi SMP di Bengkulu berinisial YN (14) menimbulkan reaksi keras dari banyak elemen masyarakat.   Sebanyak 118 organisasi masyarakat sipil melakukan jumpa pers di YLBHI, Jakarta Pusat, Selasa (3/5/2016), mendesak Pemerintah Joko Widodo untuk segera bertindak dalam merespon kasus kekerasan tersebut karena dinilai sebagai sebuah kondisi darurat nasional,Kristian Erdianto Kasus pemerkosaan dan pembunuhan seorang siswi SMP di Bengkulu berinisial YN (14) menimbulkan reaksi keras dari banyak elemen masyarakat. Sebanyak 118 organisasi masyarakat sipil melakukan jumpa pers di YLBHI, Jakarta Pusat, Selasa (3/5/2016), mendesak Pemerintah Joko Widodo untuk segera bertindak dalam merespon kasus kekerasan tersebut karena dinilai sebagai sebuah kondisi darurat nasional,

Masruchah mengatakan, hubungan seksual yang berdasarkan pada pemaksaan dapat dikategorikan sebagai kekerasan seksual meski dalam relasi perkawinan.

"Ketika memang tidak ada persetujuan, ini ada pemaksaan, ini kaitan dengan ancaman bila tidak dilakukan, ini artinya bagian yang yang kita kenali sebagai perkosaan," ucap Masruchah.

Pengaduan kasus kekerasan seksual meningkat

Catatan Tahunan Kekerasan terhadap Perempuan 2019 yang dirilis Komnas Perempuan menunjukkan adanya peningkatan pengaduan kasus kekerasan.

Pada tahun 2018, Komnas Perempuan mencatat peningkatan pengaduan sebesar 14 persen dari tahun sebelumnya.

Peningkatan ini memang mengindikasikan semakin membaiknya kesadaran masyarakat untuk mengungkap kasus kekerasan seksual.

Baca juga: Pembahasan RUU PKS Digelar Tertutup, Anggota DPR Protes

Kendati demikian, dibutuhkan pula legislasi yang mampu mencegah angka kasus kekerasan seksual terhadap perempuan semakin tinggi.

Sebab, saat ini masih banyak perempuan korban pelecehan seksual yang justru dikriminalisasi karena tidak ada payung hukum untuk melindungi perempuan.

Regulasi ini akan menjadi pelindung bagi korban pelecehan yang selama ini takut melapor.

Masruchah menilai, RUU PKS dapat menjadi langkah awal dalam meruntuhkan relasi kuasa dan budaya patriarki.

Baca juga: Soal RUU PKS, Ketua Komisi VII Sebut Ada Keinginan Ganti Nama

Dua hal tersebut dinilai menjadi penyebab kekerasan seksual terhadap perempuan.

Kekerasan dalam rumah tangga, kekerasan dalam pacaran dan inses (perkosaan oleh orang yang memiliki hubungan darah) masih merupakan kasus yang dominan dilaporkan.

Kasus marital rape atau perkosaan dalam perkawinan juga mengalami peningkatan pada tahun 2018.

Menurut Masruchah, kasus kekerasan seksual terhadap perempuan terjadi karena ketimpangan relasi kuasa. Misalnya, antara dosen dengan mahasiswa atau orangtua dengan anak.

Baca juga: Menteri PPPA Desak DPR Sahkan RUU PKS Bulan Ini

Begitu juga dengan budaya patriarki yang menganggap laki-laki memiliki kedudukan atau derajat yang lebih tinggi terhadap perempuan.

Jika mengacu pada draf RUU PKS, kata Masruchah, ada ketentuan pasal yang dapat digunakan untuk meruntuhkan kedua faktor itu.

"Misalnya kasus aborsi, kalau di dalam RUU KUHP bicara untuk pelaku yang melakukan aborsi, tapi kalau di RUU PKS bicara yang menyuruh aborsi. Karena sebenarnya ini terkait dengan relasi kuasa," kata Masruchah.

Ketua Sub Komisi Pendidikan Komnas Perempuan Masruchah dalam sebuah diskusi di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (30/7/2019).KOMPAS.com/KRISTIAN ERDIANTO Ketua Sub Komisi Pendidikan Komnas Perempuan Masruchah dalam sebuah diskusi di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (30/7/2019).

Isi RUU yang disorot

Komnas Perempuan selaku penggagas RUU PKS menyebutkan beberapa poin penting dalam rancangan regulasi tersebut.

Komnas Perempuan berharap poin tersebut dipertahankan hingga RUU tersebut disahkan.

Poin pertama adalah pencegahan yang melibatkan masyarakat hingga tokoh adat.

Baca juga: Kritik Bagi DPR yang Lamban Sahkan RUU PKS...

Kemudian, diatur pula kurikulum terkait kekerasan seksual dan pembangunan infrastruktur, seperti pemasangan kamera closed circuit television (CCTV).

Tujuannya, tercipta perubahan paradigma yang menjamin masyarakat terbebas dari kekerasan seksual.

Kemudian, soal hukum acara, yang meliputi pelaporan hingga persidangan.

Komnas Perempuan ingin menciptakan proses hukum yang lebih merangkul korban dan memperhatikan haknya.

Baca juga: Komnas Perempuan Nilai RUU PKS Tak Atur Pemidanaan Kekerasan Seksual

Poin selanjutnya terkait pemidanaan, di mana terdapat sembilan bentuk kekerasan seksual.

Dalam poin terkait pemidanaan, Komnas Perempuan mengusulkan pemidanaan secara bertingkat, dan memasukkan jenis hukuman seperti rehabilitasi khusus untuk anak di atas 14 tahun agar tidak mengulangi perbuatannya.

Berikutnya, Komnas Perempuan juga mengusulkan poin soal restitusi atau ganti rugi.

"Secara prinsip restitusi ini diatur bagaimana memudahkan akses pemulihan korban di dalam pascaproses penegakan hukumnya," kata Nurherwati.

Dua poin terakhir yang diusulkan Komnas Perempuan adalah pemulihan bagi korban dan keluarganya serta pemantauan.

Kompas TV Komnas perempuan terus mendorong pemerintah, segera mensahkan RUU penghapusan kekerasan seksual di DPR RI. Dengan disahkannya RUU ini, diharapkan tak ada lagi perempuan perempuan yang menjadi korban seperti Baiq Nuril. #BaiqNuril #AmnestiBaiqNuril
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.



Rekomendasi untuk anda

Terkini Lainnya

Wapres Sebut Pekerja Migran Ilegal Tak Lagi Kena Hukum Cambuk di Malaysia

Wapres Sebut Pekerja Migran Ilegal Tak Lagi Kena Hukum Cambuk di Malaysia

Nasional
Momen Ganjar 'Permisi' ke Bawaslu karena Janji Bangun Puskesmas untuk Warga Desa di Merauke

Momen Ganjar "Permisi" ke Bawaslu karena Janji Bangun Puskesmas untuk Warga Desa di Merauke

Nasional
Serba-serbi Hari Pertama Kampanye Ganjar di Merauke, Papua

Serba-serbi Hari Pertama Kampanye Ganjar di Merauke, Papua

Nasional
Polemik Pemilu 2024 di Hong Kong-Makau: Kendala Izin Beijing dan Pertaruhan Suara Diaspora

Polemik Pemilu 2024 di Hong Kong-Makau: Kendala Izin Beijing dan Pertaruhan Suara Diaspora

Nasional
Data Pemilih Diduga Bocor Akibat Website KPU Diretas, KPU: Lagi Dicek

Data Pemilih Diduga Bocor Akibat Website KPU Diretas, KPU: Lagi Dicek

Nasional
Kampanye Pertama di Merauke dan Sabang, Ganjar: Yang Pinggir Mesti Diprioritaskan

Kampanye Pertama di Merauke dan Sabang, Ganjar: Yang Pinggir Mesti Diprioritaskan

Nasional
Anies Lanjutkan Hari Kedua Kampanye di Bandung

Anies Lanjutkan Hari Kedua Kampanye di Bandung

Nasional
Bertemu Anwar Ibrahim, Ma'ruf Amin Minta Perlindungan bagi Pekerja Migran Ditingkatkan

Bertemu Anwar Ibrahim, Ma'ruf Amin Minta Perlindungan bagi Pekerja Migran Ditingkatkan

Nasional
Prabowo-Gibran Tak Langsung Kampanye di Hari Pertama, Rosan: Itu Strategi

Prabowo-Gibran Tak Langsung Kampanye di Hari Pertama, Rosan: Itu Strategi

Nasional
KPU: Surat Suara Pilpres dan Pileg 2024 Luar Negeri Sudah 100 Persen Tersedia

KPU: Surat Suara Pilpres dan Pileg 2024 Luar Negeri Sudah 100 Persen Tersedia

Nasional
KPK Tahan Tersangka Baru Penyuap Eks Wali Kota Bandung Yana Mulyana

KPK Tahan Tersangka Baru Penyuap Eks Wali Kota Bandung Yana Mulyana

Nasional
Siang Ini, Jokowi Dikabarkan Lantik Maruli Simanjuntak Sebagai KSAD

Siang Ini, Jokowi Dikabarkan Lantik Maruli Simanjuntak Sebagai KSAD

Nasional
[POPULER NASIONAL] Kasus Korupsi di Kementan Sempat Mangkrak 3 Tahun | Megawati Merasa Tak Dihormati

[POPULER NASIONAL] Kasus Korupsi di Kementan Sempat Mangkrak 3 Tahun | Megawati Merasa Tak Dihormati

Nasional
Serba-serbi Hari Pertama Kampanye Anies-Muhaimin, Prabowo-Gibran, dan Ganjar-Mahfud

Serba-serbi Hari Pertama Kampanye Anies-Muhaimin, Prabowo-Gibran, dan Ganjar-Mahfud

Nasional
Siang Ini, MK Putuskan 'Gugatan Ulang' Usia Capres-cawapres Tanpa Anwar Usman

Siang Ini, MK Putuskan "Gugatan Ulang" Usia Capres-cawapres Tanpa Anwar Usman

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Lengkapi Profil
Lengkapi Profil

Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.

Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com