Selain itu, Mardani menilai, tidak ada upaya konkrit untuk mempercepat proses pengakuan tanah hukum adat dalam RUU Pertanahan sesuai yang diamanatkan oleh putusan Mahkamah Konstitusi (MK).
Baca juga: KPA Sebut Banyak Masalah pada RUU Pertanahan, Apa Saja?
"Penjabaran pasal 5 pada draft RUU tentang Pertanahan ini, proses pengakuan tersebut masih sama dengan aturan yang ada selama ini, yaitu meliputi proses verifikasi keberadaan masyarakat hukum adat, proses tata batas tanah adat, proses evaluasi oleh Mendagri dan Menteri Kehutanan, serta proses penetapan melalui Perda Kabupaten/Kota atau Provinsi," jelasnya.
Selanjutnya, Mardani mengatakan, setelah disahkannya RUU Petanahan, maka status tanah-tanah bekas swapraja akan terhapus karena akan kembali menjadi tanah negara.
Oleh karenanya, ia berpendapat tanah-tanah hak bekas swapraja dibicarakan dalam forum Raja dan Kesultanan se-Nusantara.
"Mengingat selain Yogyakarta, tanah-tanah raja dan sultan di nusantara juga masih eksis dan masih digunakan oleh masyarakat sampai saat ini, walaupun tanpa legitimasi Hak Atas Tanah sebagaimana yang diakui dalam UUPA 5 Tahun 1960," pungkasnya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.