Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

RUU PKS Tak Kunjung Selesai, DPR Dinilai Abai pada Kekerasan Seksual

Kompas.com - 22/09/2019, 18:21 WIB
Fitria Chusna Farisa,
Icha Rastika

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Ketua Solidaritas Perempuan Dinda Nur Annisa Yura menilai, belum diselesaikannya pembahasan Rancangan Undang-Undang Penghapusan Kekerasan Seksual (RUU PKS) menunjukan ketidakseriusan DPR dalam bekerja.

Keadaan ini, kata Dinda, juga menunjukkan watak asli DPR yang tidak menganggap kekerasan seksual sebagai suatu masalah krusial.

"Tidak seriusnya DPR terhadap RUU Penghapusan Kekerasan Seksual itu sebenarnya menunjukkan watak anggota DPR itu seperti apa," kata Dinda selepas menghadiri diskusi di Sekretariat Nasional Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA), Jakarta Selatan, Minggu (22/9/2019).

"Watak anggota DPR yang menoleransi kekerasan seksual, tidak menganggap kekerasan seksual itu sesuatu yang penting, tidak menghargai perempuan sebagai manusia dan melihat perempuan lebih rendah dari laki-laki dalam konteks kehidupan manusia," kata dia. 

Baca juga: RUU PKS Tak Kunjung Rampung, Ini 3 Poin yang Masih Diperdebatkan

Menurut Dinda, alih-alih mengebut RUU PKS yang pengesahannya didorong banyak masyarakat sipil, DPR justru lebih mengutamakan pembahasan RUU yang cenderung berfokus pada investasi.

Oleh karenanya, ketimbang persoalan kekerasan seksual, perihal investasi menjadi isu yang lebih diprioritaskan DPR.

Padahal, angka kekerasan seksual tidak pernah turun dari tahun ke tahun. Faktanya, kekerasan seksual pun tidak hanya terjadi pada perempuan, tetapi juga laki-laki.

"Saya pikir kalau misalnya pemerintah serius dengan hal ini seharusnya ada tindakan, tapi kan memang tidak ada pernyataan, pembelaan, dan upaya apa pun yang dilakukan untuk mendukung disahkannya RUU Penghapusan Kekerasan Seksual," ujar Dinda.

Ia khawatir, jika RUU PKS tak kunjung selesai, angka kekerasan seksual akan terus meningkat.

Sebab, menurut Dinda, sampai saat ini belum ada landasan hukum komprehensif yang dapat menyelesaikan persoalan tersebut.

Akan banyak kejadian-kejadian yang sebenarnya merupakan kekerasan seksual, tetapi tidak bisa dihukum karena tidak adanya payung hukum yang memadai.

Selain itu, budaya menyalahkan korban kekerasan seksual masih ada. 

"RUU Penghapusan Kekerasan Seksual seharusnya nanti juga mencakup bagaimana proses pembuktian atau akses keadilan bagi korban juga memperhatikan aspek-aspek psikologis dan kerentanan perempuan sebagai korban kekerasan seksual," kata Dinda.

Baca juga: Revisi UU KPK Dikebut, Kapan Giliran RUU PKS Disahkan?

Rancangan Undang-Undang Penghapusan Kekerasan Seksual (RUU PKS) belum juga selesai meskipun masa kerja DPR tersisa sekitar satu minggu lagi.

Menurut pihak DPR, ada beberapa hal yang masih menjadi perdebatan dalam RUU PKS, seperti judul RUU, definisi yang dinilai masih ambigu, hingga soal pidana dan pemidanaan.

"Satu, mengenai judul. RUU Penghapusan Kekerasaan Seksual. Kedua, definisi. Definisi ini oleh teman-teman anggota panja menganggap bermakna ambigu. Kalau dipahami sebaliknya bisa menjadikan undang-undang ini terlalu bebas," kata Wakil Ketua Komisi VIII Marwan Dasopang di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (19/9/2019)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Tanggal 22 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 22 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
TNI Tembak 2 Anggota OPM yang Serang Pos Prajurit di Paro Nduga, tapi Berhasil Melarikan Diri

TNI Tembak 2 Anggota OPM yang Serang Pos Prajurit di Paro Nduga, tapi Berhasil Melarikan Diri

Nasional
Sebut Jaksa TI Tak Punya Mercy, KPK: Foto di Rumah Tetangga

Sebut Jaksa TI Tak Punya Mercy, KPK: Foto di Rumah Tetangga

Nasional
Kasus Korupsi Timah, Kejagung Dalami Kepemilikan Jet Pribadi Harvey Moeis

Kasus Korupsi Timah, Kejagung Dalami Kepemilikan Jet Pribadi Harvey Moeis

Nasional
Prabowo Minta Pendukung Tak Gelar Aksi saat MK Bacakan Putusan Sengketa Pilpres 2024

Prabowo Minta Pendukung Tak Gelar Aksi saat MK Bacakan Putusan Sengketa Pilpres 2024

Nasional
Demokrat Sampaikan Kriteria Kadernya yang Bakal Masuk Kabinet Mendatang

Demokrat Sampaikan Kriteria Kadernya yang Bakal Masuk Kabinet Mendatang

Nasional
Antam Fokus Eksplorasi 3 Komoditas, Pengeluaran Preliminary Unaudited  Capai Rp 17,43 Miliar

Antam Fokus Eksplorasi 3 Komoditas, Pengeluaran Preliminary Unaudited Capai Rp 17,43 Miliar

Nasional
KPK Akan Panggil Kembali Gus Muhdlor sebagai Tersangka Pekan Depan

KPK Akan Panggil Kembali Gus Muhdlor sebagai Tersangka Pekan Depan

Nasional
Gibran Dikabarkan Ada di Jakarta Hari Ini, TKN: Agenda Pribadi

Gibran Dikabarkan Ada di Jakarta Hari Ini, TKN: Agenda Pribadi

Nasional
Unjuk Rasa di Patung Kuda Diwarnai Lempar Batu, TKN Minta Pendukung Patuhi Imbauan Prabowo

Unjuk Rasa di Patung Kuda Diwarnai Lempar Batu, TKN Minta Pendukung Patuhi Imbauan Prabowo

Nasional
Pemerintahan Baru Indonesia dan Harapan Perdamaian Rusia-Ukraina

Pemerintahan Baru Indonesia dan Harapan Perdamaian Rusia-Ukraina

Nasional
Prabowo Terima Kunjungan Eks PM Inggris Tony Blair di Kemenhan, Ini yang Dibahas

Prabowo Terima Kunjungan Eks PM Inggris Tony Blair di Kemenhan, Ini yang Dibahas

Nasional
KPK Sebut Surat Sakit Gus Muhdlor Ganjil: Agak Lain Suratnya, Sembuhnya Kapan Kita Enggak Tahu

KPK Sebut Surat Sakit Gus Muhdlor Ganjil: Agak Lain Suratnya, Sembuhnya Kapan Kita Enggak Tahu

Nasional
Panglima AL Malaysia Datang ke Indonesia, Akan Ikut Memperingati 3 Tahun KRI Nanggala

Panglima AL Malaysia Datang ke Indonesia, Akan Ikut Memperingati 3 Tahun KRI Nanggala

Nasional
Beralasan Sakit, Gus Muhdlor Tak Penuhi Panggilan KPK

Beralasan Sakit, Gus Muhdlor Tak Penuhi Panggilan KPK

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com