JAKARTA, KOMPAS.com - Ketua Solidaritas Perempuan Dinda Nur Annisa Yura menilai, belum diselesaikannya pembahasan Rancangan Undang-Undang Penghapusan Kekerasan Seksual (RUU PKS) menunjukan ketidakseriusan DPR dalam bekerja.
Keadaan ini, kata Dinda, juga menunjukkan watak asli DPR yang tidak menganggap kekerasan seksual sebagai suatu masalah krusial.
"Tidak seriusnya DPR terhadap RUU Penghapusan Kekerasan Seksual itu sebenarnya menunjukkan watak anggota DPR itu seperti apa," kata Dinda selepas menghadiri diskusi di Sekretariat Nasional Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA), Jakarta Selatan, Minggu (22/9/2019).
"Watak anggota DPR yang menoleransi kekerasan seksual, tidak menganggap kekerasan seksual itu sesuatu yang penting, tidak menghargai perempuan sebagai manusia dan melihat perempuan lebih rendah dari laki-laki dalam konteks kehidupan manusia," kata dia.
Baca juga: RUU PKS Tak Kunjung Rampung, Ini 3 Poin yang Masih Diperdebatkan
Menurut Dinda, alih-alih mengebut RUU PKS yang pengesahannya didorong banyak masyarakat sipil, DPR justru lebih mengutamakan pembahasan RUU yang cenderung berfokus pada investasi.
Oleh karenanya, ketimbang persoalan kekerasan seksual, perihal investasi menjadi isu yang lebih diprioritaskan DPR.
Padahal, angka kekerasan seksual tidak pernah turun dari tahun ke tahun. Faktanya, kekerasan seksual pun tidak hanya terjadi pada perempuan, tetapi juga laki-laki.
"Saya pikir kalau misalnya pemerintah serius dengan hal ini seharusnya ada tindakan, tapi kan memang tidak ada pernyataan, pembelaan, dan upaya apa pun yang dilakukan untuk mendukung disahkannya RUU Penghapusan Kekerasan Seksual," ujar Dinda.
Ia khawatir, jika RUU PKS tak kunjung selesai, angka kekerasan seksual akan terus meningkat.
Sebab, menurut Dinda, sampai saat ini belum ada landasan hukum komprehensif yang dapat menyelesaikan persoalan tersebut.
Akan banyak kejadian-kejadian yang sebenarnya merupakan kekerasan seksual, tetapi tidak bisa dihukum karena tidak adanya payung hukum yang memadai.
Selain itu, budaya menyalahkan korban kekerasan seksual masih ada.
"RUU Penghapusan Kekerasan Seksual seharusnya nanti juga mencakup bagaimana proses pembuktian atau akses keadilan bagi korban juga memperhatikan aspek-aspek psikologis dan kerentanan perempuan sebagai korban kekerasan seksual," kata Dinda.
Baca juga: Revisi UU KPK Dikebut, Kapan Giliran RUU PKS Disahkan?
Rancangan Undang-Undang Penghapusan Kekerasan Seksual (RUU PKS) belum juga selesai meskipun masa kerja DPR tersisa sekitar satu minggu lagi.
Menurut pihak DPR, ada beberapa hal yang masih menjadi perdebatan dalam RUU PKS, seperti judul RUU, definisi yang dinilai masih ambigu, hingga soal pidana dan pemidanaan.
"Satu, mengenai judul. RUU Penghapusan Kekerasaan Seksual. Kedua, definisi. Definisi ini oleh teman-teman anggota panja menganggap bermakna ambigu. Kalau dipahami sebaliknya bisa menjadikan undang-undang ini terlalu bebas," kata Wakil Ketua Komisi VIII Marwan Dasopang di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (19/9/2019)
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.