JAKARTA, KOMPAS.com - Presiden Joko Widodo meminta DPR menunda pengesahan revisi Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) yang menuai polemik di masyarakat.
Ia meminta pengesahan RUU KUHP tidak dilakukan oleh DPR periode ini yang akan habis masa tugasnya pada 30 September mendatang.
"Saya perintahkan Menkumham untuk menyampaikan sikap ini kepada DPR ini agar pengesahan RUU KUHP ditunda dan pengesahannya tak dilakukan DPR periode ini," kata Jokowi di Istana Bogor, Jumat (20/9/2019).
Baca juga: Jokowi Minta Pengesahan RKUHP Ditunda
Jokowi menyebut permintaan ini karena ia mencermati masukan berbagai kalangan yang berkeberatan dengan sejumlah substasi RKUHP.
Jokowi mencatat setidaknya ada 14 Pasal bermasalah yang harus dikaji ulang.
Oleh karena itu Jokowi meminta Menkumham kembali mengundang masyarakat untuk mengkaji pasal-pasal yang menimbulkan kontroversi.
"Saya perintahkan Menkumham kembali jaring masukan-masukan dari berbagai kalangan masyarakat sebagai bahan menyempurnakan RUU KUHP yang ada," ujarnya.
Baca juga: Minta Pengesahan RKUHP Ditunda, Jokowi Instruksikan Menkumham Jaring Masukan
Sikap Jokowi yang meminta revisi UU KPK ditunda langsung disambut oleh DPR.
Ketua DPR Bambang Soesatyo mengaku sudah berkomunikasi dengan semua fraksi di DPR untuk menunda pengesahan RKUHP yang semula dijadwalkan pada rapat paripurna 24 September 2019.
Bambang juga meminta fraksi di DPR untuk mengkaji lagi sejumlah pasal kontroversial di RKUHP, misalnya yang mengatur penghinaan presiden, kebebasan pers, hingga seks di luar nikah.
RUU KPK
Presiden Jokowi menunda RKUHP karena menimbang masukan dari publik. Namun, hal serupa tak dilakukan Jokowi dalam menyikapi revisi Undang-undang KPK yang juga menuai penolakan dari berbagai kalangan.
Baca juga: RUU Pemasyarakatan Permudah Bebas Bersyarat Koruptor, Ini Kata Jokowi
Tak membutuhkan waktu lama, Presiden Jokowi langsung merestui revisi UU KPK yang mendadak diusulkan oleh DPR di penghujung masa jabatan.
Padahal draf revisi tersebut dianggap dapat melemahkan KPK.
Misalnya KPK yang berstatus lembaga negara, pegawai KPK yang berstatus ASN, dibentuknya dewan pengawas, penyadapan harus seizin dewan pengawas, hingga kewenangan KPK untuk bisa menerbitkan surat perintah penghentian penyidikan (SP3).
Baca juga: Jika Jokowi dan DPR Dengarkan Rakyat, UU KPK Hasil Revisi Bisa Dicabut