Pengecualian pidana itu tertuang dalam Pasal 416 Ayat (1) dan Ayat (2) RKUHP.
Pidana untuk gelandangan
Yasonna mengaku ketentuan pidana menyangkut gelandangan telah diatur dalam KUHP saat ini.
"Itu juga ada di KUHP (yang berlaku). Kita atur sekarang justru kita lebih mudahkan," ucapnya.
Diketahui, dalam RKUHP, ketentuan tersebut diatur dalam Bagian kedelapan tentang Penggelandangan pada Pasal 432.
Pasal itu berbunyi, Setiap orang yang bergelandangan di jalan atau di tempat umum yang mengganggu ketertiban umum dipidana dengan pidana denda paling banyak kategori I.
Baca juga: Soal Pasal Gelandangan dalam RKUHP, Ini Penjelasan Menkumham
Adapun dalam Pasal 49, pidana denda kategori I yakni sebesar Rp 1 juta.
Sedangkan Di KUHP yang berlaku kini, kata Yasonna, aturan itu tercantum dalam Pasal 505 Ayat (1).
Bunyinya, Barangsiapa bergelandangan tanpa pencarian, diancam karena melakukan pergelandangan dengan pidana kurungan paling lama tiga bulan.
Ia mengatakan, dalam pasal baru ini tidak ada kesan perampasan kemerdekaan sebagaimana yang termuat dalam pasal RKUHP saat ini.
Baca juga: Pasal Gelandangan di RKUHP Ini Dinilai Bertentangan dengan UUD 1945
Selain itu, ketentuan pidana dalam RKUHP ini memungkinkan dijatuhkan hukuman lain, seperti kerja sosial.
"Kita kenalkan dia hukumannya dimungkinkan dengan hukuman kerja. Ditangkap gelandangannya, disuruh kerja sama hakim. Ini kalau di hukum Belanda ini perampasan kemerdekaan, penjara. Kalau ini tidak, didenda atau disuruh kerja sosial, mengikuti latihan kerja, which is tujuannya demikian," kata Yasonna.
Unggas masih dipertahankan
Yasonna melontarkan, pasal soal unggas masih dipertahankan dalam RKUHP.
Alasannya, pasal ini masih dibutuhkan mengingat kondisi masyarakat Indonesia yang masih mengandalkan sektor agraria.
"Ini sudah ada di KUHP yang sekarang, enggak diprotes sebelumnya. Mengapa ini masih diatur? Kita ini masih banyak desa, masyarakat kita masih banyak yang agraris, banyak yang jadi petani, masyarakat yang membuatkan sawah dan lain-lain, kadang ada orang yang usil," tuturnya.
Baca juga: Menkumham Ungkap Alasan Pasal soal Unggas Masih Dipertahankan di RKUHP
Dalam paparan Yasonna, ketentuan pemidanaan soal unggas diatur dalam Pasal 278.
Bunyinya, Setiap orang yang membiarkan unggas yang diternaknya berjalan di kebun atau tanah yang telah ditaburi benih atau tanaman milik orang lain dipidana dengan pidana denda paling banyak kategori II.
Besaran denda kategori II, sebagaimana tercantum dalam Pasal 79 sebesar Rp 10 juta. Pada KUHP lama, larangan soal ini juga diatur dalam Pasal 548. Hanya saja, pidana dendanya ringan, maksimal Rp 225.
Lalu, dalam Pasal 549 yang isinya sama dengan Pasal 279, denda yang dikenakan maksimal Rp 375. Revisi KUHP hanya menyesuaikan nilai dendanya dengan nilai rupiah saat ini.
"Jadi, dia enggak pidana badan, dia hanya denda dan itu ada di KUHP," kata dia.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.