JAKARTA, KOMPAS.com - Dengan terbata, IS mengaku kesulitan secara ekonomi hingga akhirnya terdorong melakukan pekerjaan yang mengantarnya ke jeruji besi.
IS ditangkap di perairan Selat Malaka, Riau, pada 7 September 2019, dengan tuduhan sebagai kurir narkoba. Menurut aparat kepolisian, ia berperan membawa narkotika dari Malaysia ke Indonesia.
"Karena kesusahan, karena kemiskinan, saya diajak kawan ini mengikuti perjalanan ini," kata IS di Gedung Bareskrim Polri, Jakarta Selatan, Jumat (20/9/2019).
Sehari-hari, ia mengaku bekerja secara serabutan. IS akan melaut ketika ada tawaran. Sekali melaut, ia dapat meraup upah sebesar Rp 100.000 per harinya.
Lalu, ia pun mendapat tawaran pekerjaan dengan modus menjual kayu tanaman bakau ke Malaysia. Namun, saat kembali, mereka membawa shabu dan ekstasi tersebut.
Berdasarkan pengakuan IS, dirinya tidak mengetahui bahwa barang yang dibawanya ke Indonesia adalah zat terlarang.
Sebagai nakhoda, dia mengaku baru pertama kali melakukan aksinya ini.
"Enggak pernah tahu kalau narkoba," tutur IS.
Baca juga: Polisi Bekuk 8 Kurir Narkoba, Barang Bukti 38 Kilogram Sabu dan 28.000 Butir Ekstasi
Pria paruh baya itu akhirnya mengambil tawaran pekerjaan tersebut karena dijanjikan upah sebesar Rp 30 juta.
Sayangnya, upah tersebut bahkan belum ia terima.
"Istilahnya belum ada bayarannya, cuma cerita. Iya (belum dibayar), (diiming-imingi) Rp 30 juta," tutur dia.
Tak berbeda jauh, tersangka AS juga mengaku tergiur dengan iming-iming upah Rp 30 juta tersebut.
AS ditangkap bersama dengan IS dan salah satu rekannya lagi yang berinisial RA.
"Memang kita khilaf, karena keadaan ekonomi juga," tutur AS di lokasi yang sama.
Sehari-hari, pria berusia 32 tahun itu juga bekerja serabutan. Pendapatannya dalam satu hari bervariasi, kadang ia mendapat Rp 20.000 atau Rp 70.000.