Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Penjelasan Menkumham soal Pasal Tunjukkan Alat Kontrasepsi ke Anak di RKUHP

Kompas.com - 20/09/2019, 19:31 WIB
Dylan Aprialdo Rachman,
Krisiandi

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Menkumham) Yasonna Laoly mengatakan, ketentuan pidana soal alat kontrasepsi dalam revisi Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP) sudah diupayakan agar lebih baik dibandingkan ketentuan di KUHP yang kini berlaku.

Adapun ketentuan yang dimaksud mengatur pidana bagi pihak yang dengan sengaja memperlihatkan alat kontrasepsi dan menunjukkan cara mendapatkannya kepada anak-anak.

Hal tersebut diatur di bagian ketiga RKUHP dengan tajuk mempertunjukkan alat pencegah kehamilan dan alat penggugur kandungan.

"Ini ada di KUHP, ada di Undang-Undang Kesehatan. Karena ini adalah hukum pidana kodifikasi, meng-codify ketentuan yang ada sebagai konstitusi hukum pidana, kita atur. Dan ancaman hukum pidananya itu lebih rendah dari KUHP yang ada," kata Yasonna dalam konferensi pers di Kemenkumham, Jakarta, Jumat (20/9/2019).

Baca juga: Penjelasan Menkumham soal Pasal Penghinaan Presiden dalam RKUHP

Menurut Yasonna, ketentuan pidana dalam KUHP yang saat ini berlaku tercantum dalam Pasal 534.

Pasal itu menyatakan, "Barangsiapa secara terang-terangan mempertunjukkan sesuatu sarana untuk mencegah kehamilan maupun secara terang-terangan atau tanpa diminta menawarkan, ataupun secara terang-terangan atau dengan menyiarkan tulisan tanpa diminta, menunjuk sebagai bisa didapat, sarana atau perantaraan (diensten) yang demikian itu, diancam dengan pidana kurungan paling lama dua bulan atau pidana denda paling banyak tiga ribu rupiah".

Sementara dalam RKUHP, aturan itu tercantum dalam Pasal 414.

Pasal itu menyatakan, "Setiap orang yang secara terang-terangan mempertunjukkan, menawarkan, menyiarkan tulisan, atau menunjukkan untuk dapat memperoleh alat pencegah kehamilan kepada anak dipidana dengan pidana denda paling banyak kategori I”.

Sebagaimana diatur dalam Pasal 79, denda kategori I nilainya sebesar Rp 1 juta. Tidak ada ketentuan pidana kurungan dalam Pasal 414 tersebut.

"Ketentuan ini memberikan perlindungan kepada anak agar terbebas dari seks bebas. Terdapat pengecualian jika dilakukan untuk program keluarga berencana, pendidikan, pencegahan penyakit menular, dan untuk ilmu pengetahuan," kata Yasonna.

Ia juga menjelaskan, yang tak akan ada hukuman pidana bagi pihak yang berkompeten dan ditunjuk oleh pihak yang berwenang untuk menjelaskan alat kontrasepsi tersebut.

"Dan ketentuan ini diatur juga dalam Undang-Undang Kesehatan. Maka kita buat dia di dalam generic form-nya di sini. Karena ini adalah bersifat kodifikasi yang terbuka," kata dia.

Pengecualian pidana itu tertuang dalam Pasal 416 Ayat (1) dan Ayat (2) RKUHP.

Baca juga: Pakar Digital: Aksi Mahasiswa Pengaruhi Viralnya Penolakan RKUHP di Medsos

Meski Presiden Joko Widodo sudah meminta pengesahan RKUHP ditunda, Yasonna mengaku akan terus menjelaskan pasal-pasal yang menjadi perhatian publik untuk meluruskan mispersepsi.

"Jadi kami mengklarifikasi jangan seolah-olah ini KUHP baru membuat pasal pidana yang baru yang mengkriminalisasi semua orang. Ini yang kita mau jelaskan. Kadang dilihat pasalnya tanpa dilihat penjelasannya. Ini menjadi keliru dia," kata Yasonna.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

JK Puji Prabowo Mau Rangkul Banyak Pihak, tapi Ingatkan Harus Ada Oposisi

JK Puji Prabowo Mau Rangkul Banyak Pihak, tapi Ingatkan Harus Ada Oposisi

Nasional
Mantan Anak Buah SYL Mengaku Dipecat Lantaran Tolak Bayar Kartu Kredit Pakai Dana Kementan

Mantan Anak Buah SYL Mengaku Dipecat Lantaran Tolak Bayar Kartu Kredit Pakai Dana Kementan

Nasional
Beri Selamat ke Prabowo-Gibran, JK: Kita Terima Kenyataan yang Ada

Beri Selamat ke Prabowo-Gibran, JK: Kita Terima Kenyataan yang Ada

Nasional
DPR Bakal Kaji Ulang Desain Pemilu Serentak karena Dianggap Tak Efisien

DPR Bakal Kaji Ulang Desain Pemilu Serentak karena Dianggap Tak Efisien

Nasional
Komisi II Sebut 'Presidential Threshold' Jadi Target Rencana Revisi UU Pemilu

Komisi II Sebut "Presidential Threshold" Jadi Target Rencana Revisi UU Pemilu

Nasional
Prabowo Nyanyi 'Pertemuan' di Depan Titiek Soeharto: Sudah Presiden Terpilih, Harus Tepuk Tangan walau Suara Jelek

Prabowo Nyanyi "Pertemuan" di Depan Titiek Soeharto: Sudah Presiden Terpilih, Harus Tepuk Tangan walau Suara Jelek

Nasional
Fraksi Golkar Bakal Dalami Usulan Hakim MK soal RUU Pemilu dan Pembentukan UU Lembaga Kepresidenan

Fraksi Golkar Bakal Dalami Usulan Hakim MK soal RUU Pemilu dan Pembentukan UU Lembaga Kepresidenan

Nasional
Politikus Senior PDI-P Tumbu Saraswati Meninggal Dunia, Penghormatan Terakhir di Sekolah Partai

Politikus Senior PDI-P Tumbu Saraswati Meninggal Dunia, Penghormatan Terakhir di Sekolah Partai

Nasional
Bubar Jalan dan Merapat ke Prabowo, Koalisi Perubahan Dinilai Hanya Jual Gimik Narasi Kritis

Bubar Jalan dan Merapat ke Prabowo, Koalisi Perubahan Dinilai Hanya Jual Gimik Narasi Kritis

Nasional
Ucapkan Selamat ke Prabowo-Gibran, PPP: Tak Ada Lagi Koalisi 01 dan 03

Ucapkan Selamat ke Prabowo-Gibran, PPP: Tak Ada Lagi Koalisi 01 dan 03

Nasional
CSIS: Pemilu 2024 Hasilkan Anggota DPR Muda Paling Minim Sepanjang Sejarah sejak 1999

CSIS: Pemilu 2024 Hasilkan Anggota DPR Muda Paling Minim Sepanjang Sejarah sejak 1999

Nasional
PPATK Koordinasi ke Kejagung Terkait Aliran Dana Harvey Moeis di Kasus Korupsi Timah

PPATK Koordinasi ke Kejagung Terkait Aliran Dana Harvey Moeis di Kasus Korupsi Timah

Nasional
Prabowo-Titiek Soeharto Hadiri Acara Ulang Tahun Istri Wismoyo Arismunandar, Ada Wiranto-Hendropriyono

Prabowo-Titiek Soeharto Hadiri Acara Ulang Tahun Istri Wismoyo Arismunandar, Ada Wiranto-Hendropriyono

Nasional
Banyak Catatan, DPR Dorong Revisi UU Pemilu Awal Periode 2024-2029

Banyak Catatan, DPR Dorong Revisi UU Pemilu Awal Periode 2024-2029

Nasional
Pakar Ragu UU Lembaga Kepresidenan Terwujud jika Tak Ada Oposisi

Pakar Ragu UU Lembaga Kepresidenan Terwujud jika Tak Ada Oposisi

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com