Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pengamat: Revisi UU KPK hingga UU Pemasyarakatan Jadi Paket yang Dinanti Koruptor

Kompas.com - 20/09/2019, 13:47 WIB
Fitria Chusna Farisa,
Icha Rastika

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Pakar hukum tata negara yang juga Direktur Pusat Studi Konstitusi (PUSaKO) Fakultas Hukum Universitas Andalas Feri Amsari mengatakan, revisi sejumlah undang-undang yang dikebut DPR bersama pemerintah beberapa waktu belakangan merupakan cara eksekutif dan legislatif memuluskan jalan koruptor.

Rancangan undang-undang yang dimaksud antara lain Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan, hingga rancangan Kitab Undang-undang Hukum Pidana (RKUHP).

Baca juga: KPK Dinilai Alami Kendala Teknis Usai UU KPK Hasil Revisi Diundangkan

Jika semua RUU itu disahkan, negara seolah lebih berpihak kepada koruptor.

"Saya yakin kalau paket undang-undang ini semua jebol, tentu saja rezim berubah bentuk, menjadi lebih pro-koruptor dan tidak memihak publik," kata Feri kepada Kompas.com, Jumat (20/9/2019).

Feri menyebut, perubahan aturan dalam beberapa undang-undang tersebut bakal memperkuat tindak pidana korupsi sekaligus melemahkan pemberantasannya.

Misalnya saja, dalam RUU KPK yang baru disahkan Selasa (17/9/2019), ada ketentuan pembentukan dewan pengawas yang salah satu tugasnya memberi izin penyidikan kepada KPK.

Selain itu, UU KPK hasil revisi memberi kewenangan KPK menghentikan penyidikan (SP3) apabila penyidikan tak selesai dalam 2 tahun.

Sementara itu, dalam RUU Pemasyarakatan, salah satu poinnya menyebutkan tentang pemberian pembebasan bersyarat terhadap narapidana kasus kejahatan luar biasa, salah satunya kasus korupsi.

RUU tersebut menghilangkan ketentuan bagi aparat penegak hukum, yakni KPK, memberikan rekomendasi bagi napi koruptor yang mengajukan hak remisi hingga pembebasan bersyarat.

Dalam Pasal 12 Ayat (2) UU Pemasyarakatan sebelum revisi, ketentuan mengenai syarat-syarat dan tata cara pelaksanaan hak-hak narapidana diatur lebih lanjut dengan peraturan pemerintah.

Baca juga: UU KPK Hasil Revisi Dinilai Merusak Tatanan Antikorupsi

Sementara itu, PP Nomor 99 Tahun 2012 memperketat pemberian hak remisi dan pembebasan bersyarat, yakni jika seorang narapidana kasus korupsi menjadi justice collaborator serta mendapat rekomendasi dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Dalam draf UU Pemasyarakatan yang sudah direvisi, tidak lagi terdapat ketentuan mengenai syarat-syarat dan tata cara pelaksanaan hak-hak narapidana diatur lebih lanjut dengan peraturan pemerintah.

Menurut Feri, RUU-RUU ini menjadi "paket" yang sudah lama dinantikan para koruptor.

Baca juga: Revisi UU KPK, Pemerintah dan DPR Dinilai Membentengi Diri dari KPK

Sebab, tidak hanya KPK sebagai aparat penegak hukum yang diperlemah melalui revisi UU KPK, tetapi juga pembebasan koruptor dipermudah melalui RUU Pemasyarakatan.

"Bahwa ini paket yang ditunggu-tunggu para koruptor karena semuanya tersusun rapi, dari yang mau koruptor, sedang berjalan kasusnya, yang sudah koruptor, terus semuanya mendapatkan paket yang menguntungkan," ujar dia.

"Karena itu kerja-kerja yang jelas sekali arahnya ke mana, dan pasti yang menikmati adalah koruptor, bukan publik," kata Feri lagi.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Prabowo Klaim Perolehan Suaranya yang Capai 58,6 Persen Buah dari Proses Demokrasi

Prabowo Klaim Perolehan Suaranya yang Capai 58,6 Persen Buah dari Proses Demokrasi

Nasional
Hakim MK Hanya Dalami 14 dari 33 'Amicus Curiae'

Hakim MK Hanya Dalami 14 dari 33 "Amicus Curiae"

Nasional
Dituduh Pakai Bansos dan Aparat untuk Menangkan Pemilu, Prabowo: Sangat Kejam!

Dituduh Pakai Bansos dan Aparat untuk Menangkan Pemilu, Prabowo: Sangat Kejam!

Nasional
Sebut Pemilih 02 Terganggu dengan Tuduhan Curang, Prabowo: Jangan Terprovokasi

Sebut Pemilih 02 Terganggu dengan Tuduhan Curang, Prabowo: Jangan Terprovokasi

Nasional
[POPULER NASIONAL] Anggaran Kementan untuk Bayar Dokter Kecantikan Anak SYL | 'Amicus Curiae' Pendukung Prabowo

[POPULER NASIONAL] Anggaran Kementan untuk Bayar Dokter Kecantikan Anak SYL | "Amicus Curiae" Pendukung Prabowo

Nasional
Tanggal 21 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 21 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Prabowo Minta Pendukung Batalkan Aksi di MK

Prabowo Minta Pendukung Batalkan Aksi di MK

Nasional
Gagal ke DPR, PPP Curigai Sirekap KPU yang Tiba-tiba Mati Saat Suara Capai 4 Persen

Gagal ke DPR, PPP Curigai Sirekap KPU yang Tiba-tiba Mati Saat Suara Capai 4 Persen

Nasional
Respons PDI-P soal Gibran Berharap Jokowi dan Megawati Bisa Bertemu

Respons PDI-P soal Gibran Berharap Jokowi dan Megawati Bisa Bertemu

Nasional
GASPOL! Hari Ini: Keyakinan Yusril, Tinta Merah Megawati Tak Pengaruhi MK

GASPOL! Hari Ini: Keyakinan Yusril, Tinta Merah Megawati Tak Pengaruhi MK

Nasional
Tak Banyak Terima Permintaan Wawancara Khusus, AHY: 100 Hari Pertama Fokus Kerja

Tak Banyak Terima Permintaan Wawancara Khusus, AHY: 100 Hari Pertama Fokus Kerja

Nasional
Jadi Saksi Kasus Gereja Kingmi Mile 32, Prngusaha Sirajudin Machmud Dicecar soal Transfer Uang

Jadi Saksi Kasus Gereja Kingmi Mile 32, Prngusaha Sirajudin Machmud Dicecar soal Transfer Uang

Nasional
Bareskrim Polri Ungkap Peran 5 Pelaku Penyelundupan Narkoba Jaringan Malaysia-Aceh

Bareskrim Polri Ungkap Peran 5 Pelaku Penyelundupan Narkoba Jaringan Malaysia-Aceh

Nasional
Usulan 18.017 Formasi ASN Kemenhub 2024 Disetujui, Menpan-RB: Perkuat Aksesibilitas Layanan Transportasi Nasional

Usulan 18.017 Formasi ASN Kemenhub 2024 Disetujui, Menpan-RB: Perkuat Aksesibilitas Layanan Transportasi Nasional

Nasional
Ketua KPU Dilaporkan ke DKPP, TPN Ganjar-Mahfud: Harus Ditangani Serius

Ketua KPU Dilaporkan ke DKPP, TPN Ganjar-Mahfud: Harus Ditangani Serius

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com