Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Revisi UU KPK, Pemerintah dan DPR Dinilai Membentengi Diri dari KPK

Kompas.com - 19/09/2019, 21:17 WIB
Fitria Chusna Farisa,
Icha Rastika

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Peneliti Forum Masyarakat Peduli Parlemen (Formappi) Lucius Karus menilai, ketergesaan pemerintah dan DPR mengesahkan revisi Undang-Undang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menunjukan upaya mereka untuk membentengi diri dari lembaga antirasuah itu.

Ditetapkannya Menteri Pemuda dan Olahraga (Menpora) Imam Nahrawi sebagai tersangka korupsi, kata Lucius, seolah mengonfirmasi situasi tersebut.

"Ketergesaan pemerintah dan politisi dalam merevisi UU KPK lebih terlihat sebagai ekspresi pembentengan diri dari kejaran KPK," kata Lucius kepada Kompas.com, Kamis (19/9/2019).

"Revisi UU KPK yang baru disahkan sehari sebelum penetapan tersangka Imam Nahrawi seolah-olah mengonfirmasi situasi itu," ucap dia. 

Baca juga: Terima Surat Keberatan Koalisi Masyarakat Sipil, PBB Bakal Analisis Isi Revisi UU KPK

Menurut Lucius, revisi UU KPK dan penetapan tersangka Imam Nahrawi menunjukan bahwa eksekutif maupun legislatif tidak sedang berupaya mencegah korupsi, tetapi membuat benteng perlindungan supaya tak dijadikan sasaran penindakan oleh KPK atas korupsi yang sudah terjadi.

Mengerdilkan KPK melalui revisi undang-undang KPK, kata Lucius, bisa menjadi cara efektif untuk pemerintah dan para legislator melindungi diri.

"Koruptor sedang ingin menikmati hidup, maka mengerdilkan KPK jadi relevan agar mencegah secara signifikan bahaya penangkapan atau penetapan tersangka yang muncul dari KPK di waktu yang tak terduga," ujar dia. 

Padahal, menurut dia, praktik korupsi seharusnya bukan hanya menjadi tanggung jawab KPK.

Justru, peran pemerintah dan DPR sangat dibutuhkan untuk mewujudkan pemerintahan yang baik dan bebas dari korupsi.

"Jika DPR dan pemerintah lain-lain dengan good governance itu, seperti apa pun kewenangan KPK memang tak akan terlihat berdampak signifikan," kata Lucius.

Baca juga: Soal Revisi UU KPK, Koalisi Masyarakat Sipil Kirim Surat ke PBB

KPK menetapkan Imam Nahrawi beserta asisten pribadinya, Miftahul Ulum, sebagai tersangka.

Keduanya ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus penyaluran dana hibah Komite Olahraga Nasional Indonesia melalui Kemenpora tahun anggaran 2018.

Imam dan asisten pribadinya ditetapkan sebagai tersangka tepat satu hari setelah revisi Undang-undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang KPK disahkan, yaitu Rabu (18/9/2019).

Sementara itu, DPR tetap mengesahkan revisi UU KPK meskipun muncul penolakan. 


Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Dukung Prabowo dan Megawati Bertemu, Airlangga Singgung Periode Kritis RI 10 Tahun ke Depan

Dukung Prabowo dan Megawati Bertemu, Airlangga Singgung Periode Kritis RI 10 Tahun ke Depan

Nasional
Prabowo: Saya dan Gibran Manusia Biasa, Kami Butuh Bantuan dan Nasihat

Prabowo: Saya dan Gibran Manusia Biasa, Kami Butuh Bantuan dan Nasihat

Nasional
Diminta Kubu Anies Jadi Saksi Sengketa Pilpres 2024, Airlangga Tunggu Undangan MK

Diminta Kubu Anies Jadi Saksi Sengketa Pilpres 2024, Airlangga Tunggu Undangan MK

Nasional
Pakar Sebut Kesaksian 4 Menteri di Sidang Sengketa Pilpres Penting, Bisa Ungkap Politisasi Bansos

Pakar Sebut Kesaksian 4 Menteri di Sidang Sengketa Pilpres Penting, Bisa Ungkap Politisasi Bansos

Nasional
Prabowo Bilang Demokrasi Tidak Mudah, tetapi Paling Dikehendaki Rakyat

Prabowo Bilang Demokrasi Tidak Mudah, tetapi Paling Dikehendaki Rakyat

Nasional
Menko Polhukam Sebut Pengamanan Rangkaian Paskah Dilakukan Terbuka dan Tertutup

Menko Polhukam Sebut Pengamanan Rangkaian Paskah Dilakukan Terbuka dan Tertutup

Nasional
Prabowo-Gibran Buka Puasa Bareng Golkar, Semeja dengan Airlangga, Agung Laksono, dan Akbar Tandjung

Prabowo-Gibran Buka Puasa Bareng Golkar, Semeja dengan Airlangga, Agung Laksono, dan Akbar Tandjung

Nasional
Fahira Idris: Pendekatan Holistik dan Berkelanjutan Diperlukan dalam Pengelolaan Kawasan Aglomerasi Jabodetabekjur

Fahira Idris: Pendekatan Holistik dan Berkelanjutan Diperlukan dalam Pengelolaan Kawasan Aglomerasi Jabodetabekjur

Nasional
KPK: Baru 29 Persen Anggota Legislatif yang Sudah Serahkan LHKPN

KPK: Baru 29 Persen Anggota Legislatif yang Sudah Serahkan LHKPN

Nasional
Dewas Sudah Teruskan Aduan Jaksa KPK Diduga Peras Saksi Rp 3 Miliar ke Deputi Pimpinan

Dewas Sudah Teruskan Aduan Jaksa KPK Diduga Peras Saksi Rp 3 Miliar ke Deputi Pimpinan

Nasional
Rekening Jaksa KPK yang Diduga Peras Saksi Rp 3 Miliar Diperiksa

Rekening Jaksa KPK yang Diduga Peras Saksi Rp 3 Miliar Diperiksa

Nasional
Kasus Kredit Ekspor LPEI, KPK Buka Peluang Tetapkan Tersangka Korporasi

Kasus Kredit Ekspor LPEI, KPK Buka Peluang Tetapkan Tersangka Korporasi

Nasional
Pakar Hukum Dorong Percepatan 'Recovery Asset' dalam Kasus Korupsi Timah yang Libatkan Harvey Moeis

Pakar Hukum Dorong Percepatan "Recovery Asset" dalam Kasus Korupsi Timah yang Libatkan Harvey Moeis

Nasional
Sidak ke Kalteng, Satgas Pangan Polri Minta Pasar Murah Diintensifkan Jelang Lebaran

Sidak ke Kalteng, Satgas Pangan Polri Minta Pasar Murah Diintensifkan Jelang Lebaran

Nasional
Puspen TNI Sebut Denpom Jaya Dalami Dugaan Prajurit Aniaya Warga di Jakpus

Puspen TNI Sebut Denpom Jaya Dalami Dugaan Prajurit Aniaya Warga di Jakpus

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com