JAKARTA, KOMPAS.com - Presiden Joko Widodo beserta para menteri telah meninjau kebakaran hutan dan lahan (karhutla) di Riau pada Senin (16/9/2019).
Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Wiranto ikut dalam peninjauan tersebut. Ia menyimpulkan karhutla yang terjadi di Riau tak separah yang diberitakan.
"Di sana ketika saya melihat dengan Presiden antara realitas dengan yang dikabarkan dengan yang ada itu sangat berbeda. Ternyata kemarin waktu kami di Riau tidak separah yang diberitakan," ujar Wiranto di Gedung Kemenko Polhukam, Jakarta, Rabu (18/9/2019).
"Jarak pandang masih bisa, pesawat masih bisa mendarat. Masyarakat banyak yang belum pakai masker. Kami pun tidak pakai masker. Jarak pandang pada saat siang masih jelas. Awan-awan telrihat," lanjut dia.
Baca juga: Wiranto: Karhutla di Riau Tak Separah yang Diberitakan
Padahal, berdasarkan data Dinas Kesehatan Kota Batam, Kepulauan Riau pada Selasa (17/9/2019), tercatat 1.704 orang warganya mengalami infeksi saluran pernapasan akut (ISPA) akibat karhutla di Riau.
Data tersebut diperoleh berdasarkan jumlah warga yang berobat ke Puskesmas di Kota Batam yang tersebar di sejumlah kecamatan.
Sementara itu, di Kalimantan, jumlah penderita ISPA tercatat sebanyak 6.025 warga. Sejumlah bayi juga harus diungsikan karena menderita batuk, flu, sesak napas dan muntah.
Baca juga: Berbagai Kerugian yang Diderita Indonesia Akibat Kebakaran Hutan
Akibat kebakaran hutan, masyarakat setempat juga mengalami kerugian sosial berupa hilangnya hutan sebagai sumber mata pencaharian, penghidupan dan identitas masyarakat adat.
Tidak hanya itu, ada juga kerugian ekologi, seperti hilangnya habitat tempat keanekaragaman hayati flora dan fauna berada dan rusaknya ekosistem penting yang memberikan jasa lingkungan berupa udara dan air bersih beserta makanan dan obat-obatan.
Meski demikian, Wiranto meminta semua pihak tak saling menyalahkan dalam kasus karhutla.
Dia menambahkan, pemerintah telah bekerja optimal mengatasi karhutla di Riau dan sebagian wilayah di Kalimantan.
Ia juga memastikan pembakar hutan dan lahan akan dihukum seberat mungkin. Presiden, kata Wiranto, telah menginstruksikan seluruh aparat penegak hukum menangkap para pembakar hutan baik dari perorangan maupun perusahaan.
"Kita tak perlu saling menyalahkan. Ini satu hal yang harus kita hadapi bersama. Tugas kita bersama agar titik-titik api semakin tahun semakin berkurang," ujar Wiranto.
"Kemarin secara pengakan hukum kami sudah mengancam kepada para pembakar apakah korporasi atau perorongan akan diberi satu hukuman yang setimpal dan tegas karena merusak alam," kata mantan Panglima ABRI itu.
Baca juga: Kunjungan Jokowi di Riau, Rapat hingga Tinjau Lokasi Kebakaran Hutan
Menurut Wiranto, karhutla sulit dipadamkan karena El Nino tahun ini lebih panjang. Sehingga, karhutla yang terjadi di atas lahan gambut semakin sulit dipadamkan.
Wiranto mengatakan, obat mujarab bagi karhutla saat ini ialah hujan. Pemerintah berupaya membuat hujan buatan namun kondisi awan tidak memungkinkan.
"Awan ini ternyata syaratnya ada. Kalau awanya belum sampai 70 persen mengandung uap air kita beri garam juga enggak bisa. Masalahnya sekarang di daerah rawan karhutla itu awannya saja 55-60 persen (kandungan uap airnya). Belum 70 persen," tutur Wiranto.
Ia mengatakan, semestinya kebakaran diatasi lebih awal oleh pemerintah daerah setempat sebelum api menyebar menjadi banyak titik api.
Karena itu, ia meminta pemerintah daerah (pemda) proaktif mencegah terjadinya kebakaran hutan dan lahan.
Baca juga: Wiranto: Karhutla Tanggung Jawab Pemerintah Daerah, Jangan Bergantung ke Pusat
Hal itu, kata Wiranto, merupakan instruksi Presiden Joko Widodo saat rapat bersama soal karhutla dalam kunjungan kerja di Riau, Senin (16/9/2019).
"Utamanya sekarang pencegahan. Itu yang bertanggung jawab pemda, infrasturkturnya di daerah. Dari provinsi, kabupaten, hingga desa," ujar Wiranto di Gedung Kemenko Polhukam, Jakarta, Rabu (18/9/2019).
"Kalau ada titik-titik api dipadamkan. Jangan didiamkan. Kalau sudah besar, baru minta bantuan pusat. Ini yang ditekankan pencegahan-pencegahan pada saat awal api itu ada," kata dia.
Wiranto mengatakan sulit memadamkan api besar yang berada dia atas lahan gambut. Ia mengatakan bisa jadi di saat tertentu api bisa dipadamkan.
Namun dalam beberapa saat kemudian api bisa kembali muncul lantaran kebakaran di lahan gambut tak hanya terjadi di permukaan tanah, tetapi masuk hingga ke lapisan bawah.
Karena itu ia memohon kesiagaan pemerintah daerah mencegah api membesar dan menyebar menjadi banyak titip api.
"Rasio titik api itu sudah turun karena ada pemadaman total. Tapi lahan gambut yang terbakar begitu dikasih air itu asapnya malah naik sehingga lahan-lahan seperti itu menimbulkan asap," kata Wiranto.
"Kalau kena angin, tergantung angin. Kalau anginya mengarah ke semenanjung Malaysia ya di sana ada asap," ucap dia.
Baca juga: Wiranto: Pesawat untuk Hujan Buatan Disiagakan di Pekanbaru
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.