JAKARTA, KOMPAS.com - Wakil Menteri Hukum dan HAM periode 2011-2014 Denny Indrayana membantah bahwa pembatasan hak narapidana kasus kejahatan luar biasa, termasuk korupsi, dalam mengajukan pembebasan bersyarat melanggar hak asasi manusia (HAM).
Pembatasan tersebut tercantum dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 99 Tahun 2012 tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan Pemasyarakatan yang muncul saat Denny menjabat.
Pasal 43B Ayat (3) mensyaratkan adanya rekomendasi dari Komisi Pemberantasan Korupsi sebagai pertimbangan Dirjen Pemasyarakatan dalam memberikan pembebasan bersyarat.
"Argumen bahwa PP 99/2012 itu melanggar HAM sudah jelas dibantah oleh putusan MK (Mahkamah Konstitusi)," ujar Denny saat dihubungi, Kompas.com, Rabu (18/9/2019).
Baca juga: Bebas Bersyarat Koruptor di Era SBY Ketat, Ini Penjelasan Mantan Wamenkumham
Denny mengatakan, sejumlah terpidana kasus korupsi pernah berusaha mengajukan uji materi Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan (UU Pemasyarakatan) ke MK.
Melalui uji materi tersebut, para narapidana kasus korupsi berharap MK membatalkan PP Nomor 99 Tahun 2012 yang mengatur remisi koruptor.
Pada 2017 lalu, lima terpidana kasus korupsi, yakni Suryadharma Ali, OC Kaligis, Irman Gusman, Barnabas Suebu dan Waryana Karno, mengajukan uji materi pasal 12 ayat (1) dan (2) UU Pemasyarakatan.
Kelima pemohon itu beranggapan ketentuan pemberian hak, termasuk remisi dan pembebasan bersyarat, dalam UU Pemasyarakatan cenderung diskriminatif.
Pasal 12 ayat (2) menyatakan, ketentuan mengenai syarat-syarat dan tata cara pelaksanaan hak-hak narapidana diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.
Baca juga: Denny Indrayana: Upaya Pemberantasan Korupsi Semakin Sulit dan Berat
Sementara, dalam PP Nomor 99 Tahun 2012 memperketat pemberian hak remisi dan pembebasan bersyarat, yakni jika seorang narapidana kasus korupsi menjadi justice collaborator serta mendapat rekomendasi dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Namun, permohonan itu ditolak oleh MK.
"Jadi, jelas argumen PP 99/2012 itu bertentangan dengan undang-undang, jelas keliru," kata Denny.
Sementara itu, DPR dan Pemerintah sepakat untuk segera mengesahkan revisi UU Pemasyarakatan.
Dalam draf UU Pemasyarakatan yang sudah direvisi tidak lagi terdapat ketentuan mengenai syarat-syarat dan tata cara pelaksanaan hak-hak narapidana diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.
Kemudian, Bab Ketentuan Peralihan Pasal 94 ayat (2) RUU Pemasyarakatan tertulis, PP Nomor 32 Tahun 1999 tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan Pemasyarakatan dinyatakan masih tetap berlaku.
Dalam PP Nomor 32 Tahun 1999 tidak terdapat pembatasan hak narapidana melalui ketentuan justice collaborator dan rekomendasi KPK.
Baca juga: Pemerintah dan DPR Sepakat Permudah Pembebasan Bersyarat Koruptor
Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly menegaskan bahwa pembatasan hak narapidana kasus korupsi dalam mengajukan pembebasan bersyarat merupakan bentuk pelanggaran hak asasi manusia (HAM).
"Bebas bersyarat itu kan hak, pembatasan hak harus melalui undang-undang begitu, ya. Pokoknya setiap orang punya hak. (pembatasan) itu melanggar hak asasi," ujar Yasonna saat ditemui di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (18/9/2019).
Yasonna mengatakan, pada dasarnya pembatasan hak terhadap narapidana hanya bisa dilakukan oleh putusan pengadilan dan berdasarkan undang-undang.
Dengan demikian, peraturan pemerintah yang tidak sesuai dengan aturan di atasnya atau undang-undang harus dibatalkan.
"Pembatasan (hak) itu melalui dua, putusan pengadilan dan undang-undang," kata Yasonna.
Baca juga: Alasan Komisi III DPR Permudah Pembebasan Bersyarat Napi Koruptor
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.