Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Benarkah Jokowi Terganggu oleh KPK?

Kompas.com - 19/09/2019, 08:39 WIB
Ihsanuddin,
Fabian Januarius Kuwado

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Sikap Presiden Joko Widodo berubah soal revisi Undang-Undang Komisi Pemberantasan Korupsi. Sempat dua kali meminta pembahasan revisi ditunda, kini Jokowi justru dengan cepat menyetujui revisi menjelang berakhirnya masa jabatan periode pertama.

Perubahan sikap Jokowi membuat revisi UU KPK berjalan mulus. Pada Selasa (17/9/2019), pemerintah dan DPR mengesahkan revisi UU KPK menjadi UU dalam rapat paripurna.

Padahal, revisi UU KPK itu baru diusulkan DPR kepada pemerintah pada Kamis (5/9/2019). Artinya proses pembahasan revisi antara DPR dan pemerintah hanya memakan waktu 12 hari.

Padahal, berdasarkan UU, Presiden masih memiliki waktu 60 hari untuk merespon usulan DPR tersebut.

Baca juga: Jokowi Tak Berpihak ke KPK, ICW Pesimistis Ada Perppu Batalkan Revisi UU KPK

Materi perubahan UU KPK kali ini juga sebenarnya tak berbeda jauh dari yang sudah diusulkan sebelumnya. Kalangan masyarakat sipil antikorupsi hingga pimpinan KPK menilai revisi bisa melemahkan lembaga antirasuah itu.

Misalnya pembentukan dewan pengawas yang dianggap dapat membatasi kerja KPK dalam mengusut kasus korupsi. Sebab, Dewan Pengawas yang anggotanya dipilih oleh Presiden ini berwenang memberi izin atau tidak memberi izin atas penyadapan, penggeledahan dan penyitaan yang hendak dilakukan penyidik.

Lalu, wewenang KPK untuk bisa menerbitkan surat perintah penghentian penyidikan (SP3) juga dinilai bisa menghambat kerja lembaga antikorupsi itu untuk mengusut kasus besar dan kompleks.

Baca juga: Alexander: Mungkin Nanti Komisioner KPK Hanya Bertugas untuk Pencegahan

Status KPK yang kini berubah menjadi lembaga negara dan masuk pada rumpun eksekutif serta status pegawainya sebagai Aparatur Sipil Negara juga dinilai dapat mengganggu independensi.

Namun kali ini, Jokowi mengabaikan semua masukan dari publik itu. Pimpinan KPK sudah mengajukan pertemuan dengan Jokowi lewat Menteri Sekretaris Negara untuk memberi masukan soal revisi UU KPK.

Hingga revisi UU KPK disahkan menjadi UU, pertemuan itu urung terlaksana.

KPK Adalah Gangguan

Wakil Ketua DPR, Fahri Hamzah punya analisis sendiri mengapa presiden akhirnya berani menyetujui revisi UU KPK. Menurut Fahri, sikap Jokowi ini adalah puncak kekesalannya atas gangguan yang selama ini diciptakan KPK.

Wakil Ketua DPR RI Fahri Hamzah.dok. DPR RI Wakil Ketua DPR RI Fahri Hamzah.
"Nah inilah yang menurut saya puncaknya, Pak Jokowi merasa KPK adalah gangguan," kata Fahri, Selasa (17/9/2019).

Menurut politisi PKS ini, gangguan KPK sudah terjadi sejak awal masa pemerintahan Jokowi pada Oktober 2014.

Baca juga: Jokowi Tak Berpihak ke KPK, ICW Pesimistis Ada Perppu Batalkan Revisi UU KPK

Fahri menyebut, awalnya Jokowi menaruh kepercayaan pada KPK. Sampai-sampai KPK diberikan kewenangan untuk mengecek rekam jejak calon menteri, sesuatu yang tidak diatur dalam UU.

"Saya sudah kritik pada waktu itu ketika KPK sudah mencoret nama orang. Dia taruh hijau, dia taruh merah, dia taruh kuning. Dia bilang yang hijau boleh dilantik, kuning tidak boleh karena akan tersangka dalam 6 bulan," ujar Fahri.

"Lalu kemudian yang merah jangan dilantik karena akan tersangka dalam sebulan. Luar biasa sehingga ada begitu banyak nama-nama dalam kabinet yang diajukan oleh Pak Jokowi dan paropol kandas di tangan KPK," lanjut dia.

Menurut Fahri, KPK waktu itu merasa bangga karena akhirnya dia diberi kepecayaan sebagai polisi moral oleh Presiden.

Namun selanjutnya, Fahri menilai KPK justru semakin bertindak berlebihan. Salah satunya adalah ketika Jokowi memilih nama Budi Gunawan untuk dikirimkan ke DPR sebagai calon Kapolri. Budi langsung ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK.

"Tiba-tiba (Budi Gunawan) ditersangkakan tanpa pernah diperiksa oleh KPK," ujar Fahri.

Baca juga: ICW Sebut Ada Benang Merah Revisi UU dengan Kasus yang Ditangani KPK

Halaman:


Terkini Lainnya

KPK Duga Anggota DPR Ihsan Yunus Terlibat Pengadaan APD Covid-19

KPK Duga Anggota DPR Ihsan Yunus Terlibat Pengadaan APD Covid-19

Nasional
Projo Sebut Kemungkinan Prabowo Jadi Jembatan untuk Pertemuan Jokowi-Megawati

Projo Sebut Kemungkinan Prabowo Jadi Jembatan untuk Pertemuan Jokowi-Megawati

Nasional
Pakar Sebut Hakim MK Mesti Pertimbangkan Amicus Curiae Meski Bukan Alat Bukti

Pakar Sebut Hakim MK Mesti Pertimbangkan Amicus Curiae Meski Bukan Alat Bukti

Nasional
Bareskrim: 2 Oknum Karyawan Lion Air Akui Selundupkan Narkoba 6 Kali, Diupah Rp 10 Juta Per 1 Kg

Bareskrim: 2 Oknum Karyawan Lion Air Akui Selundupkan Narkoba 6 Kali, Diupah Rp 10 Juta Per 1 Kg

Nasional
Sekjen PDI-P: Otto Hasibuan Mungkin Lupa Pernah Meminta Megawati Hadir di Sidang MK

Sekjen PDI-P: Otto Hasibuan Mungkin Lupa Pernah Meminta Megawati Hadir di Sidang MK

Nasional
Peduli Kesejahteraan Masyarakat, PT Bukit Asam Salurkan Bantuan Rp 1 Miliar ke Masjid hingga Panti Asuhan di Lampung

Peduli Kesejahteraan Masyarakat, PT Bukit Asam Salurkan Bantuan Rp 1 Miliar ke Masjid hingga Panti Asuhan di Lampung

Nasional
Di Universität Hamburg Jerman, Risma Ceritakan Kepemimpinannya Sebagai Walkot dan Mensos

Di Universität Hamburg Jerman, Risma Ceritakan Kepemimpinannya Sebagai Walkot dan Mensos

Nasional
Kubu Prabowo Anggap 'Amicus Curiae' Sengketa Pilpres sebagai Bentuk Intervensi kepada MK

Kubu Prabowo Anggap "Amicus Curiae" Sengketa Pilpres sebagai Bentuk Intervensi kepada MK

Nasional
Sidang Kasus Dana PEN, Eks Bupati Muna Dituntut 3 Tahun 5 Bulan Penjara

Sidang Kasus Dana PEN, Eks Bupati Muna Dituntut 3 Tahun 5 Bulan Penjara

Nasional
Ajukan 'Amicus Curiae', Arief Poyuono Harap MK Tolak Sengketa Pilpres

Ajukan "Amicus Curiae", Arief Poyuono Harap MK Tolak Sengketa Pilpres

Nasional
Optimistis Pertemuan Prabowo-Megawati Berlangsung, Gerindra Komunikasi Intens dengan PDI-P

Optimistis Pertemuan Prabowo-Megawati Berlangsung, Gerindra Komunikasi Intens dengan PDI-P

Nasional
Dibantu Tony Blair Institute, Indonesia Percepat Transformasi Layanan Digital Pemerintah

Dibantu Tony Blair Institute, Indonesia Percepat Transformasi Layanan Digital Pemerintah

Nasional
Senat Mahasiswa Driyarkara Ajukan 'Amicus Curiae', Minta MK Kabulkan Sengketa Pilpres 2024

Senat Mahasiswa Driyarkara Ajukan "Amicus Curiae", Minta MK Kabulkan Sengketa Pilpres 2024

Nasional
Ditanya Progres Komunikasi dengan PKB dan PPP, Gerindra: Jos!

Ditanya Progres Komunikasi dengan PKB dan PPP, Gerindra: Jos!

Nasional
Ditanya Kemungkinan Gerindra Kembali Dukung Anies di Pilkada DKI, Gerindra: Anies Siapa?

Ditanya Kemungkinan Gerindra Kembali Dukung Anies di Pilkada DKI, Gerindra: Anies Siapa?

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com