"Jangan ada pandangan-pandangan yang mikir, Pak Jokowi sekarang berubah, tidak. komitmen dan seterusnya tidak (berubah)," sambungnya.
Baca juga: Moeldoko: Jangan Ada yang Mikir Pak Jokowi Sekarang Berubah
Moeldoko meyakini masyarakat menyadari bahwa UU KPK sudah tak pernah mengalami perubahan selama 17 tahun. Dalam perjalanannya, Moeldoko menyebut KPK sudah mendapat berbagai kritik dan masukan dari masyarakat.
"Untuk itulah DPR menampung berbagai aspirasi itu. Sebagai bentuk wujud akumulatif dari semua itu adalah proses politik dan inisiasi dilakukan di DPR untuk direvisi," ujar Moeldoko.
Moeldoko menambahkan, Presiden Jokowi sendiri sudah mengubah sejumlah poin revisi yang diusulkan DPR.
Presiden misalnya meminta jangka waktu penghentian penyidikan yang diperpanjang dari satu tahun menjadi dua tahun. Lalu, Jokowi juga menolak KPK harus berkoordinasi dengan kejaksaan dalam melakukan penuntutan.
Baca juga: Selain ke MK, Surpres Pembahasan Revisi UU KPK Akan Digugat ke PTUN
Selain itu, meminta dewan pengawas KPK dipilih langsung olehnya lewat panitia seleksi, bukan oleh DPR.
"Kalau pemerintah tidak berkomitmen mungkin tidak banyak koreksi. Buktinya banyak koreksi pemerintah untuk memberikan masukan, revisi itu. Jadi ini sebuah bukti nyata dari situ, pak Jokowi muncul sikap komitmennya enggak berubah," kata dia.
Pengamat politik dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia Syamsuddin Haris juga menilai tidak tepat jika Jokowi disebut merasa terganggu dengan kinerja KPK. Ia menilai analisis Fahri tidak tepat.
Syamsuddin melihat justru KPK sangat membantu Jokowi. Sebab keberhasilan pemberantasan korupsi itu lebih tampak pada KPK ketimbang kepolisian dan kejaksaan.
Baca juga: Jokowi Ditantang Keluarkan Perppu Mengoreksi Revisi UU KPK seperti SBY
Ia menyebut Jokowi harusnya berterimakasih dengan KPK karena sudah turut berkontribusi besar dalam memberantas korupsi selama lima tahun terakhir di era pemerintahannya
"Dan kita tau KPK bukan bagian eksekutif. Artinya Pak Jokowi justru harusnya berterimakasih kepada KPK, memberikan apresiasi kepada KPK atas kinerjanya yang bagi saya lumayanlah, cukup baik, lagi-lagi jika dibandingkan kepolisian dan kejaksaan," ucap Syamsuddin.
Syamsuddin juga menilai tidak tepat jika KPK hanya dianggap terus melakukan penangkapan tanpa melakukan pencegahan dan mengurangi korupsi. Ia menyebut langkah-langkah pencegahan juga sudah dilakukan dengan cukup baik dan korupsi di Indonesia sudah relatif berkurang.
Baca juga: Revisi UU KPK, Sikap Pasif Jokowi Disayangkan
Hal ini bisa dilihat dari naiknya Indeks Presepsi Korupsi (IPK) Indonesia. Setelah stagnan dengan skor 37 pada 2016 dan 2017, skor IPK Indonesia pada 2018 naik satu poin menjadi 38.
"IPK Indonesia meningkat dari waktu ke waktu walau tak tinggi banget itu prestasi KPK juga," ujar dia.
Syamsuddin pun menyesalkan Jokowi justru menyetujui revisi UU KPK yang bisa melemahkan lembaga antirasuah itu. Padahal KPK masih menjadi harapan masyarakat untuk bisa terus memberantas korupsi di negeri ini.
"Ya sangat mengecewakan sikap Jokowi yang tidak konsisten itu, sangat mengecewakan publik. Saya enggak tau ada apa dibalik perubahan sikap Pak Jokowi yang tak konsisten itu, tapi itu jelas sangat sangat mengecewakan," ujar dia.