Budi yang tidak terima saat itu melawan KPK lewat praperadilan. Ia menang dan lepas dari status tersangka.
Tapi Fahri menilai KPK saat itu terus menggunakan masyarakat sipil, LSM termasuk juga media untuk menyerang sang calon tunggal Kapolri.
"Apa yang terjadi, Budi Gunawan terlempar, dia tidak jadi dilantik. Tetapi begitu Pak Jokowi mencalonkan Budi Gunawan kembali sebagai Kepala BIN, tidak ada yang protes, akhirnya diam-diam saja," ujar Fahri.
"Jadi, KPK itu membunuh karier orang dengan seenaknya saja, tanpa argumen dan itu mengganggu kerja pemerintah, termasuk mengganggu kerja Pak Jokowi," ucap Fahri.
Selain Budi Gunawan, Fahri menyebut ada banyak orang yang diganggu oleh KPK secara sepihak, tanpa koordinasi, dan itu menggangu jalannya kerja pemerintahan.
Baca juga: Sah, Komisi III DPR Tetapkan Firli Bahuri sebagai Ketua KPK
Contoh terbaru adalah Kapolda Sumatera Selatan Firli Bahuri yang mencalonkan diri sebagai pimpinan KPK 2019-2023. Sehari sebelum mengikuti uji kepatutan dan kelayakan di DPR, Firli disebut melanggar kode etik berat saat menjabat deputi penindakan KPK.
"Jadi Pak Jokowi tentu menurut saya merasa terganggu. Sekarang ya, bagaimana Pak Jokowi sebagai mantan pengusaha, orang yang mengerti bahwa dunia usaha itu perlu kepercayaan, dunia usaha itu perlu keamanan, perlu stabilitas. Orang mau investasi, bawa duit perlu keamanan, perlu kenyamanan, perlu berita baik, bahwa sistem kita tidak korup, sistem kita ini amanah, sistem kita transparan dan bersih," ujar Fahri.
Dalam rapat konsultasi dengan Presiden, pimpinan DPR sempat mengingatkan soal gangguan-gangguan yang dibuat oleh KPK ini. Menurut dia, keberadaan KPK tak sesuai dengan prinsip sistem presidensialisme yang diemban Indonesia.
Sebab, dalam sistem presidensial, yang dipilih rakyat adalah Presiden. Tidak boleh ada lembaga lain yang lebih kuat, atau seolah-olah lebih kuat, serta berpretensi mengatur jalannya pemerintahan dan penegakan hukum.
Baca juga: Bakal Banyak Proyek Strategis Nasional, ICW: Jokowi Seharusnya Perkuat KPK
Dengan kata lain, kontrol harusnya ada pada tangan presiden sebagai kepala negara dan kepala pemerintahan.
"Nah, menurut saya inilah yang menjadi latar mengapa muncul keberanian, dan Pak Jokowi melakukan tindakan itu. Tepat ketika dia berakhir 5 tahun dan akan memasuki 5 tahun berikutnya. Kalau dia tidak lakukan, dia akan mandek seperti yang terjadi dalam 5 tahun belakangan ini," ujar Fahri.
Pihak Istana Kepresidenan membantah analisis Fahri. Staf Khusus Presiden bidang Komunikasi Adita Irawati. Adita menegaskan Presiden Jokowi tak pernah merasa terganggu dengan langkah KPK selama ini.
"Tidak benar," kata Adita saat dimintai tanggapan terkait pernyataan Fahri, Rabu.
"Pendapat Presiden Jokowi soal KPK sudah cukup jelas. Dalam berbagai kesempatan beliau menyampaikan apresiasi terhadap kinerja KPK yang dinilai sudah baik," ujar Adita.
Baca juga: Bantah Fahri Hamzah, Istana Tegaskan Jokowi Tak Terganggu oleh KPK
Menurut dia, Presiden ingin KPK memegang peran sentral dalam pemberantasan korupsi. Oleh karena itu KPK harus didukung dengan kewenangan dan kekuatan yang memadai.
"Dan (KPK) harus lebih kuat dibandingkan dengan lembaga lain untuk pemberantasan korupsi. Tujuan revisi KPK pun untuk memperkuat KPK, bukan sebaliknya," lanjut dia.
Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko juga mengklaim komitmen Presiden Joko Widodo terhadap pemberantasan korupsi tidak pernah berubah. Disahkannya revisi UU KPK oleh pemerintah dan DPR, bukan berarti komitmen Presiden telah bergeser.
"Pak Jokowi selaku presiden sama sekali tidak ada niatan dan sama sekali tidak ingin mencoba untuk melakukan perubahan atas komitmennya untuk memberantas korupsi. Itu harus dipahami semuanya," kata Moeldoko di Istana Kepresidenan, Jakarta, Selasa (17/9/2019).