JAKARTA, KOMPAS.com - Pakar Hukum Tata Negara Bivitri Susanti menilai, tahun 2019 merupakan tahun terburuk sejarah legislasi Indonesia.
Banyak undang-undang kontroversial yang dikebut untuk disahkan DPR, salah satunya rancangan Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP).
"Tahun ini adalah proses legislasi terburuk dalam sejarah Parlemen Indonesia," kata Bivitri dalam sebuah diskusi di kawasan Menteng, Jakarta Pusat, Rabu (17/9/2019).
Baca juga: Setara Institute: Hasil Revisi UU KPK Praktik Legislasi Terburuk
"Ini bencana legislasi. Kita sedang alami tiga hari belakangan ini dan KUHPnya sudah mau disetujui," sambungnya.
Bivitri mengatakan, suatu kabar buruk bahwa DPR hendak mengesahkan RKUHP di tengah banyaknya penolakan dalam masyarakat.
Ia menyebut, banyak pasal dalam RKUHP yang bermasalah yang berpotensi mengekang kebebasan masyarakat.
Baca juga: Pemerintah dan DPR Sepakat Sahkan RKUHP dalam Rapat Paripurna
Selain menyinggung ranah pribadi, pasal-pasal dalam rancangan undang-undang itu juga dinilai multitafsir sehingga justru menimbulkan ketidakpastian hukum.
"KUHP inilah salah satu yang paling parah selain (revisi UU) KPK karena dampaknya nanti ke kita semua karena ini hukum dasar. Nanti kita ada yang seharusnya nggak dipenjara akan dipenjara," ujar Bivtri.
Bivitri menilai, banyaknya aturan kontroversial yang dalam beberapa minggu ini begitu cepat disahkan oleh DPR justru membawa kemunduran demokrasi.
Baca juga: RKUHP Disepakati, Penjara Diprediksi Bakal Semakin Penuh
Indonesia, kata Bivitri, hampir kembali ke titik sebelum masa reformasi.
"Kita hampir balik ke titik nol, 21 tahun yang lalu. Reformasinya sudah dibajak oleh perompak-perompak itu," tandasnya.
DPR menjadwalkan pengesahan RKUHP dalam Rapat Paripurna pada akhir September mendatang.
Menurut jadwal, Rapat Paripurna DPR akan digelar pada Selasa (24/9/2019).