Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pakar: Tanpa Perlawanan, Buzzer Sukses Bikin Publik Ragukan KPK

Kompas.com - 18/09/2019, 19:02 WIB
Christoforus Ristianto,
Diamanty Meiliana

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Pakar analitika media sosial dan digital dari Universitas Islam Indonesia (UII) Ismail Fahmi menyebut buzzer yang membuat opini publik mendukung revisi UU KPK sukses karena tidak ada perlawanan dari pihak kontra revisi.

"Kelompok buzzer pro revisi UU KPK itu banyak sekali. Mereka saling mendukung dan narasinya hanya satu, KPK butuh direvisi," ujar Ismail dalam diskusi bertajuk "Membaca Strategi Pelemahan KPK: Siapa yang Bermain?" yang diselenggarakan LP3ES di ITS Tower, Rabu (18/9/2019).

"Ini sistematis dan praktis tanpa perlawanan yang berarti dari kelompok kontra revisi," sambungnya.

Baca juga: Pakar Medsos: Ada Buzzer Pro-revisi UU KPK Gunakan Modus Giveaway

Tak ayal, lanjut Ismail, banyak warganet yang menjadi korban manipulasi opini buzzer. Sehingga, masyarakat jadi ragu akan kinerja KPK saat ini dan mendukung adanya revisi.

"Banyak masyarakat yang termanipulasi opininya, misalnya soal isu radikalisme yang menyerang KPK. Adanya isu itu membuat masyarakat jadi ragu, oh KPK sekarang ternyata begini, maka perlu revisi," paparnya kemudian.

Ia mencontohkan, KPK secara sistematis diserang dengan menggunakan isu "taliban" dari rentang waktu 7-13 September 2019.

Baca juga: Narasi Pro Revisi UU KPK Dinilai Masif dan Sistematis Dilakukan di Medsos

Isu taliban ini, kata Ismail, sering dan sukses dipakai buzzer agar publik ragu terhadap KPK dan menyetujui agar revisi disahkan dan berharap capim terpilih bisa membersihkan isu itu.

Ismail menjabarkan, terdapat dua kelompok yang kerap menjadi acuan warganet soal isu tersebut.

Kelompok pertama adalah kelompok pendukung revisi UU KPK dengan menyebut lembaga antirasuah tersebut dipenuhi orang-orang taliban.

Baca juga: Pakar Medsos: KPK Diserang Isu Radikalisme Saat Revisi UU KPK Bergulir

Adapun kelompok kedua adalah orang-orang yang menolak revisi UU KPK dan menegaskan tidak ada orang-orang taliban di internal KPK.

"Yang pro revisi UU KPK dan menyebut isu taliban adalah para buzzer. Sedangkan yang kontra revisi adalah masyarakat biasa, yang dipimpin oleh anak dari Abdurrahman Wahid, yaitu Alisa Wahid dan Anita Wahid," jelasnya.

"Jadi upaya melemahkan KPK di media sosial itu terkoordinir dengan sangat bagus, hasilnya pun sangat bagus dengan mengggiring opini publik bahwa KPK memang harus dibersihkan," sambungnya.

Baca juga: Ditanya soal Revisi UU KPK, Sinta Nuriyah: Aduh Mulas

Dengan penggunaan isu permasalahan di internal KPK tersebut, lanjut Ismail, warganet termanipulasi dan menyetujui bahwa revisi diperlukan agar KPK menjadi lebih baik.

"Propaganda itu menjadi berhasil karena media massa juga membahasnya. Dari situasi ini, terlihat memang ada pembangunan narasi bahwa ada polisi taliban di KPK. Warganet beranggapan capim yang terpilih memiliki misi untuk membersihkannya," jelasnya.

Kompas TV Di ruang rapat paripurna Dewan Perwakilan Rakyat Senayan Jakarta politikus dari sepuluh fraksi setuju mengesahkan Revisi Undang-Undang nomor 30 tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi. Memang fraksi Gerindra keberatan soal dewan pengawas. Salah satu aspek penting yang jadi perdebatan antara publik dan DPR selama revisi bergulir. Soal dewan pengawas ini Presiden Joko Widodo juga sudah setuju. Dipilih Presiden meski lewat panitia seleksi. Tapi panitia seleksinya juga dibentuk Presiden. Jadi semua dalam kewenangan Presiden Joko Widodo.<br /> <br /> Selain soal dewan pengawas ada poin lain yang jadi masalah dalam pemberantasan korupsi di undang-undang baru tentang KPK. KPK menjadi lembaga pemerintah. Konsekuensinya KPK bukan lagi lembaga negara independen. Dalam pemberantasan korupsi KPK dikontrol penuh oleh pemerintah pusat.<br /> <br /> Kedua penyadapan dan penyitaan barang bukti diatur dan sesuai izin dewan pengawas KPK.<br /> <br /> Padahal selama ini yang namanya penyadapan adalah senjata pamungkas KPK mengetahui akan adanya transaksi suap atau mark up sebuah proyek berbiaya negara. Intinya perkara atau operasi penangkapan rahasia bisa bocor.<br /> <br /> Ketiga KPK punya kewajiban memusnahkan hasil sadapan. Pemusnahan artinya. Menghilangkan barang bukti sehingga penanganan perkara tak bisa lancar diproses.<br /> <br /> Keempat status pegawai KPK adalah Aparatur Sipil Negara sesuai undang-undang ASN. <br /> Lima penyelidik dan penyidik independen ditiadakan.<br /> <br /> Konsekuensinya penyelidik dan penyidik KPK hanya dari kepolisian kejaksaan dan penyidik unsur ASN. Bila menjadi ASN harus tunduk pada atasan.<br /> <br /> Enam pasal profesi penyidik dan penuntut umum sebagai syarat untuk menjadi pimpinan KPK dihapus artinya status pimpinan KPK bukan lagi penegak hukum.<br /> <br /> Dan yang ketujuh. Pembentukan dewan pengawas KPK sepenuhnya diatur oleh presiden lewat panitia seleksi. <br /> Dewan pengawas KPK wajib lapor ke presiden &amp; DPR setahun sekali. Wewenang dewan pengawas sangat luas. Bisa masuk ke teknis penanganan perkara. Artinya rawan konflik kepentingan. Bisa menghentikan penyidikan yang dilakukan penyidik.<br /> <br /> Dewan pengawas kata arteria justru instrumen penguat KPK. Pakar hukum tata negara Denny Indrayana yang menolak Revisi Undang-Undang KPK tak cuma menyoal dewan pengawas yang jadi alat presiden. Apalagi penyadapan yang sifatnya rahasia. Harus izin dewan pengawas yang artinya izin presiden. Anggota koalisi perempuan antikorupsi anita wahid menilai masyarakat masih punya kekuatan. Bila sadar perlunya pemberantasan korupsi. Tak lagi cuma berharap pada KPK. Karena kewenangan KPK kali ini sangat terbatas. Palu sudah diketok. Presiden sudah setuju. Undang-undang sudah disahkan DPR. Publik tinggal melihat langkah presiden Jokowi. Apakah yang dia tak setujui ternyata disahkan DPR akhirnya juga disepakati presiden atau ditolak.<br /> <br /> Presiden Jokowi bisa saja menolak menandatangani. Namun penolakan tersebut tak ada artinya. Karena sesuai aturan tentang perundangan setelah 30 hari disahkan DPR sebuah undang-undang otomatis resmi jadi undang-undang meski tanpa tanda tangan presiden. Ini pernah Jokowi lakukan saat undang-undang MD 3. Peraturan pemerintah pengganti undang-undang. Tapi juga mengundang dilema. Karena perlu persetujuan DPR. Yang paling mungkin memang akhirnya kembali berharap pada masyarakat yang melek konstitusi dan aturan. Saat DPR mengesahkan Revisi Undang-Undang KPK. Jokowi ada di Riau melihat hutan yang terbakar.<br /> <br /> Dan masyarakat yang peduli pemberantasan korupsi berunjuk rasa. Di depan DPR. Hingga malam hari di halaman gedung KPK. #KPK #DPR #Presiden
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang


Terkini Lainnya

Nasdem Gabung Pemerintahan Prabowo-Gibran, Berikut Daftar Koalisi Terbaru Indonesia Maju

Nasdem Gabung Pemerintahan Prabowo-Gibran, Berikut Daftar Koalisi Terbaru Indonesia Maju

Nasional
PKS Temui PKB Bahas Potensi Kerja Sama untuk Pilkada 2024, Jateng dan Jatim Disebut

PKS Temui PKB Bahas Potensi Kerja Sama untuk Pilkada 2024, Jateng dan Jatim Disebut

Nasional
Dilaporkan ke Dewas, Wakil Ketua KPK Bantah Tekan Pihak Kementan untuk Mutasi Pegawai

Dilaporkan ke Dewas, Wakil Ketua KPK Bantah Tekan Pihak Kementan untuk Mutasi Pegawai

Nasional
Lantik Sekjen Wantannas, Menko Polhukam Hadi Ingatkan Situasi Keamanan Dunia yang Tidak Pasti

Lantik Sekjen Wantannas, Menko Polhukam Hadi Ingatkan Situasi Keamanan Dunia yang Tidak Pasti

Nasional
Dudung Abdurahman Datangi Rumah Prabowo Malam-malam, Mengaku Hanya Makan Bareng

Dudung Abdurahman Datangi Rumah Prabowo Malam-malam, Mengaku Hanya Makan Bareng

Nasional
Idrus Marham Sebut Jokowi-Gibran ke Golkar Tinggal Tunggu Peresmian

Idrus Marham Sebut Jokowi-Gibran ke Golkar Tinggal Tunggu Peresmian

Nasional
Logo dan Tema Hardiknas 2024

Logo dan Tema Hardiknas 2024

Nasional
Nasdem Gabung Pemerintahan Prabowo-Gibran, Nasib Koalisi Perubahan di Ujung Tanduk

Nasdem Gabung Pemerintahan Prabowo-Gibran, Nasib Koalisi Perubahan di Ujung Tanduk

Nasional
PKS Undang Prabowo ke Markasnya, Siap Beri Karpet Merah

PKS Undang Prabowo ke Markasnya, Siap Beri Karpet Merah

Nasional
Selain Nasdem, PKB Juga Gabung Pemerintahan Prabowo-Gibran

Selain Nasdem, PKB Juga Gabung Pemerintahan Prabowo-Gibran

Nasional
BRIN Bahas Pengembangan Satelit untuk Waspadai Permasalahan Keamanan Antariksa

BRIN Bahas Pengembangan Satelit untuk Waspadai Permasalahan Keamanan Antariksa

Nasional
Nasdem dukung Prabowo-Gibran, Golkar Tak Khawatir Jatah Menteri Berkurang

Nasdem dukung Prabowo-Gibran, Golkar Tak Khawatir Jatah Menteri Berkurang

Nasional
GASPOL! Hari Ini: Hasto Kristiyanto dan Hadirnya Negara Kekuasaan

GASPOL! Hari Ini: Hasto Kristiyanto dan Hadirnya Negara Kekuasaan

Nasional
Kumpulkan 777 Komandan Satuan, KSAD: Jangan Hanya 'Copy Paste', Harus Bisa Berinovasi

Kumpulkan 777 Komandan Satuan, KSAD: Jangan Hanya "Copy Paste", Harus Bisa Berinovasi

Nasional
Bertemu Pratikno, Ketua Komisi II DPR Sempat Bahas Penyempurnaan Sistem Politik

Bertemu Pratikno, Ketua Komisi II DPR Sempat Bahas Penyempurnaan Sistem Politik

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com