Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Anggota Baleg: Presiden Harus Konsultasi dengan DPR untuk Pilih Dewan Pengawas KPK

Kompas.com - 18/09/2019, 16:21 WIB
Ihsanuddin,
Krisiandi

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Anggota Badan Legislasi (Baleg) DPR Hendrawan Supratikno menegaskan, Presiden harus tetap berkonsultasi dengan DPR dalam memilih ketua dan anggota Dewan Pengawas Komisi Pemberantasan Korupsi.

Ketentuan ini diatur dalam UU KPK yang baru disahkan dalam rapat paripurna Selasa (17/9/2019), tepatnya pada Pasal 37E ayat (9). 

"Dalam jangka waktu paling lambat 14 hari kerja terhitung sejak diterimanya daftar nama calon (Dewan Pengawas KPK) dari panitia seleksi, Presiden Republik Indonesia menyampaikan nama calon kepada DPR untuk dikonsultasilan," kata Hendrawan lewat pesan singkat, Rabu (18/9/2019).

Baca juga: Beda Yasonna-Presiden soal Siapa yang Bisa Jabat Dewan Pengawas KPK...

Sementara Pasal 37E ayat (10) mengatur bahwa Presiden Republik Indonesia menetapkan ketua dan anggota Dewan Pengawas dalam jangka waktu paling lama 14 hari kerja terhitung sejak konsultasi dilaksanakan.

Lalu Pasal 37E ayat (11) berbunyi: "Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pengangkatan ketua dan anggota Dewan Pengawas diatur dalam Peraturan Pemerintah".

Hendrawan mengatakan, dengan berkonsultasi bersama DPR, Presiden bisa mendapat masukan sehingga terpilih dewan pengawas KPK yang berintegritas dan Independen.

Presiden, kata dia, tak bisa begitu saja menunjuk anggota dewan pengawas karena lebih dulu perlu mendapat pertimbangan atau konsultasi dari DPR. 

Baca juga: Menkumham Sebut Dewan Pengawas KPK Bisa dari Aparat Penegak Hukum

Namun Hendrawan belum bisa memastikan apakah konsultasi itu dalam bentuk fit and proper test atau hanya sekadar meminta pendapat dari komisi terkait. Menurut dia, hal itu akan diatur lebih lanjut dalam Peraturan Pemerintah sebagaimana ketentuan Pasal 37 ayat E UU KPK.

"(Kita) tunggu PP-nya," ucap politisi PDI-P ini.

Revisi UU KPK sebelumnya telah disahkan menjadi UU oleh DPR dan pemerintah dalam rapat paripurna, Selasa (17/9/2019) kemarin. Pengesahan itu menuai kritik karena dilakukan terburu-buru tanpa mendengarkan masukan dari masyarakat sipil dan unsur pimpinan KPK.

Sejumlah pasal dalam UU KPK hasil revisi juga dinilai bisa melemahkan KPK, salah satunya pembentukan dewan pengawas. Selain mengawasi tugas dan wewenang KPK, dewan pengawas juga berwenang dalam 5 hal lainnya.

Pertama, memberikan izin atau tidak memberikan izin penyadapan, penggeledahan, dan/atau penyitaan.

Baca juga: Ketua DPP Nasdem: Jangan Sampai Dewan Pengawas KPK Masuk Angin

Kedua, menyusun dan menetapkan kode etik pimpinan dan pegawai KPK, menyelenggarakan sidang untuk memeriksa adanya dugaan pelanggaran kode etik oleh pimpinan dan pegawai KPK.

Selain itu, Dewan Pengawas KPK juga bertugas untuk melakukan evaluasi kinerja pimpinan dan pegawai KPK secara berkala satu kali dalam satu tahun.

Kemudian, Dewan Pengawas KPK menerima dan menindaklanjuti laporan dari masyarakat mengenai adanya dugaan pelanggaran kode etik oleh pimpinan dan pegawai KPK.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

KPK: Baru 29 Persen Anggota Legislatif yang Sudah Serahkan LHKPN

KPK: Baru 29 Persen Anggota Legislatif yang Sudah Serahkan LHKPN

Nasional
Dewas Sudah Teruskan Aduan Jaksa KPK Diduga Peras Saksi Rp 3 Miliar ke Deputi Pimpinan

Dewas Sudah Teruskan Aduan Jaksa KPK Diduga Peras Saksi Rp 3 Miliar ke Deputi Pimpinan

Nasional
Rekening Jaksa KPK yang Diduga Peras Saksi Rp 3 Miliar Diperiksa

Rekening Jaksa KPK yang Diduga Peras Saksi Rp 3 Miliar Diperiksa

Nasional
Kasus Kredit Ekspor LPEI, KPK Buka Peluang Tetapkan Tersangka Korporasi

Kasus Kredit Ekspor LPEI, KPK Buka Peluang Tetapkan Tersangka Korporasi

Nasional
Pakar Hukum Dorong Percepatan 'Recovery Asset' dalam Kasus Korupsi Timah yang Libatkan Harvey Moeis

Pakar Hukum Dorong Percepatan "Recovery Asset" dalam Kasus Korupsi Timah yang Libatkan Harvey Moeis

Nasional
Sidak ke Kalteng, Satgas Pangan Polri Minta Pasar Murah Diintensifkan Jelang Lebaran

Sidak ke Kalteng, Satgas Pangan Polri Minta Pasar Murah Diintensifkan Jelang Lebaran

Nasional
Puspen TNI Sebut Denpom Jaya Dalami Dugaan Prajurit Aniaya Warga di Jakpus

Puspen TNI Sebut Denpom Jaya Dalami Dugaan Prajurit Aniaya Warga di Jakpus

Nasional
Bea Cukai dan Ditresnarkoba Polda Metro Jaya Gagalkan Peredaran Serbuk MDMA dan Kokain Cair

Bea Cukai dan Ditresnarkoba Polda Metro Jaya Gagalkan Peredaran Serbuk MDMA dan Kokain Cair

Nasional
TNI Kirim Payung Udara, Bisa Angkut 14 Ton Bantuan untuk Warga Gaza Via Udara

TNI Kirim Payung Udara, Bisa Angkut 14 Ton Bantuan untuk Warga Gaza Via Udara

Nasional
Tersangka Kasus Korupsi Timah Diyakini Bisa Bertambah 2-3 Kali Lipat jika Diusut Lewat TPPU

Tersangka Kasus Korupsi Timah Diyakini Bisa Bertambah 2-3 Kali Lipat jika Diusut Lewat TPPU

Nasional
Pakar Hukum Duga Ada 'Orang Kuat' Lindungi Kasus Korupsi Timah yang Jerat Harvey Moeis

Pakar Hukum Duga Ada "Orang Kuat" Lindungi Kasus Korupsi Timah yang Jerat Harvey Moeis

Nasional
Gerindra: Prabowo Tidak Cuma Janji Kata-kata, Dia 'The New Soekarno'

Gerindra: Prabowo Tidak Cuma Janji Kata-kata, Dia "The New Soekarno"

Nasional
TNI Kirim 900 Payung Udara untuk Salurkan Bantuan ke Warga Palestina

TNI Kirim 900 Payung Udara untuk Salurkan Bantuan ke Warga Palestina

Nasional
Terseretnya Nama Jokowi dalam Pusaran Sengketa Pilpres 2024 di MK...

Terseretnya Nama Jokowi dalam Pusaran Sengketa Pilpres 2024 di MK...

Nasional
Serangan Balik KPU dalam Sidang Sengketa Pilpres di MK...

Serangan Balik KPU dalam Sidang Sengketa Pilpres di MK...

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com