Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Revisi UU KPK, Sikap Pasif Jokowi Disayangkan

Kompas.com - 18/09/2019, 08:28 WIB
Dylan Aprialdo Rachman,
Fabian Januarius Kuwado

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW) Kurnia Ramadhana menilai, Presiden Joko Widodo cenderung bersikap pasif dalam pembahasan revisi Undang-Undang tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU KPK) yang kini sudah disahkan oleh DPR.

"Ya sejauh ini kita masih melihat Presiden terlalu pasif ya. Sedikit-sedikit melempar isu revisi UU KPK ini ke DPR begitu," kata Kurnia saat dihubungi, Rabu (18/9/2019).

Baca juga: RUU Prioritas Tak Disentuh, RUU KPK Malah Dibahas Seperti Kesetanan

Padahal, sebagai salah satu pemegang mandat untuk terlibat dalam pembuatan undang-undang, Presiden Jokowi seharusnya bisa bertindak lebih aktif dalam menerima masukan masyarakat soal revisi UU KPK.

"Seharusnya jangan sampai justru ada kekhawatiran publik, Presiden diintervensi oleh kelompok-kelompok politik begitu. Harusnya kan Presiden jika terkait pembahasan revisi ini bisa mengundang KPK dan memanggil seluruh ketua parpol untuk menyebutkan bahwa revisi UU KPK ini bermasalah," ujar dia.

Kurnia sekaligus menyebut, Presiden Jokowi lupa dengan janji kampanye tentang keberpihakan kepada pemberantasan korupsi dan penguatan KPK.

Baca juga: Revisi UU KPK, dari Pengibaran Bendera Kuning hingga Anggapan Jokowi Telah Berubah

Hal itu yang dinilainya menjadi faktor adanya perubahan sikap Jokowi yang sebelumnya berbicara soal penguatan KPK, namun akhirnya menyetujui revisi UU KPK ini.

"Saya melihatnya tidak terlihat lagi komitmen antikorupsinya begitu karena baik dalam Nawa Cita pada saat kampanye kemarin narasi penguatan KPK, keberpihakan pada pemberantasan korupsi selalu muncul," kata dia.

"Namun rasanya Presiden lupa dengan janji tersebut dan langsung menyetujui naskah perubahan revisi UU KPK," tambah Kurnia.

Dalam UU KPK hasil revisi ini, Kurnia menilai ada kesan tergesa-gesa sejak proses pembahasan hingga pengesahan. Misalnya, revisi ini tidak masuk Program Legislasi Nasional (Prolegnas) 2019 dan KPK selaku lembaga yang berkaitan langsung tak dilibatkan dalam proses pembahasan.

Baca juga: DPR Sepakati Kewenangan Pilih Dewan Pengawas KPK Diserahkan ke Presiden

Secara substansi, Kurnia melihat pasal-pasal dalam hasil revisi pun bermasalah dan melemahkan KPK. Misalnya, soal pembentukan dewan pengawas.

Soal dewan pengawas misalnya. Selama ini, Kurnia melihat kinerja pengawasan internal di KPK sudah cukup baik, sehingga tidak diperlukan dewan pengawas lagi.

"Di belahan dunia mana pun, tidak mengenal lembaga antikorupsi yang independen maka harus ada dewan pengawas. Karena titik fokusnya bukan pada kelembagaan, akan tetapi membangun sistem pengawasan internal. Dan itu kan sudah berjalan ketika ada Kedeputian Pengawasan Internal dan Pengaduan Masyarakat," kata dia.

Diberitakan, DPR RI telah mengesahkan revisi UU KPK. Pengesahan dilakukan dalam rapat paripurna pada Selasa (17/9/2019).

Baca juga: Fraksi Kompak Revisi UU KPK, Tapi Begini Faktanya...

Pengesahan Undang-undang KPK ini merupakan revisi atas Undang-undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang KPK.

Perjalanan revisi UU KPK ini berjalan sangat singkat. Sebab, DPR baru saja mengesahkan revisi UU KPK sebagai inisiatif DPR pada 6 September 2019.

Dengan demikian, hanya butuh waktu sekitar 11 hari hingga akhirnya UU KPK yang baru ini disahkan. 

 

Kompas TV Pascapemberian sanksi teguran pada promo film "Gundala" dan kartun "Spongebob" komisi penyiaran Indonesia langsung mendapatkan respons netizen berupa tagar #/BubarkanKPI. KPI dinilai terlalu memberi teguran tanpa melihat konteks. Alhasil, teguran KPI dikhawatirkan akan mematikan kreativitas para sineas. Atau justru ketatnya sanksi KPI bisa membuat tayangan televisi semakin berkualitas?
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Latihan Operasi Laut Gabungan 2024, Koarmada I Siapkan KRI Halasan untuk Tembak Rudal Exocet

Latihan Operasi Laut Gabungan 2024, Koarmada I Siapkan KRI Halasan untuk Tembak Rudal Exocet

Nasional
Yusril: Tak Ada Bukti Kuat Kubu Prabowo-Gibran Curang di Pilpres 2024

Yusril: Tak Ada Bukti Kuat Kubu Prabowo-Gibran Curang di Pilpres 2024

Nasional
Hakim MK Diminta Selamatkan Konstitusi lewat Putusan Sengketa Pilpres 2024

Hakim MK Diminta Selamatkan Konstitusi lewat Putusan Sengketa Pilpres 2024

Nasional
MK Bakal Unggah Dokumen 'Amicus Curiae' agar Bisa Diakses Publik

MK Bakal Unggah Dokumen "Amicus Curiae" agar Bisa Diakses Publik

Nasional
PSI Punya 180 Anggota DPRD, Kaesang: Modal Baik untuk Pilkada

PSI Punya 180 Anggota DPRD, Kaesang: Modal Baik untuk Pilkada

Nasional
Polri Sebut 8 Teroris yang Ditangkap di Sulteng Pernah Latihan Paramiliter di Poso

Polri Sebut 8 Teroris yang Ditangkap di Sulteng Pernah Latihan Paramiliter di Poso

Nasional
MK Kirim Surat Panggilan untuk Hadiri Pembacaan Putusan Sengketa Pilpres 2024

MK Kirim Surat Panggilan untuk Hadiri Pembacaan Putusan Sengketa Pilpres 2024

Nasional
Putusan MK Soal Sengketa Pilpres 2024 Dinilai Bakal Tunjukan Apakah Indonesia Masih Negara Hukum

Putusan MK Soal Sengketa Pilpres 2024 Dinilai Bakal Tunjukan Apakah Indonesia Masih Negara Hukum

Nasional
Daftar Aset Mewah Harvey Moeis yang Disita Kejagung dalam Kasus Dugaan Korupsi Timah

Daftar Aset Mewah Harvey Moeis yang Disita Kejagung dalam Kasus Dugaan Korupsi Timah

Nasional
Hanya Pihak Berkepentingan yang Boleh Hadir di Sidang Putusan Sengketa Pilpres

Hanya Pihak Berkepentingan yang Boleh Hadir di Sidang Putusan Sengketa Pilpres

Nasional
Soal Maju Kembali di Pilkada Jateng, Sudirman Said: Kan Sudah Pernah

Soal Maju Kembali di Pilkada Jateng, Sudirman Said: Kan Sudah Pernah

Nasional
FPI, PA 212, dan GNPF Ulama Dukung Hakim MK Bikin Putusan yang Seadil-adilnya

FPI, PA 212, dan GNPF Ulama Dukung Hakim MK Bikin Putusan yang Seadil-adilnya

Nasional
Bantah Putusan Bocor, MK: Rapat Hakim Masih sampai Minggu

Bantah Putusan Bocor, MK: Rapat Hakim Masih sampai Minggu

Nasional
Jaga Independensi, MK Sembunyikan Karangan Bunga yang Sindir Sengketa Pilpres 2024

Jaga Independensi, MK Sembunyikan Karangan Bunga yang Sindir Sengketa Pilpres 2024

Nasional
Busyro Muqqodas Harap Putusan MK Soal Sengketa Pilpres Berpihak pada Etika Kenegaraan

Busyro Muqqodas Harap Putusan MK Soal Sengketa Pilpres Berpihak pada Etika Kenegaraan

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com