TOK! DPR akhirnya mengesahkan revisi UU Nomor 30 Tahun 2002 tentang KPK menjadi UU dalam rapat paripurna yang dipimpin oleh Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah, Selasa (17/9/2019) siang.
Proses pembahasan hingga pengesahan RUU KPK berlangsung kilat, terhitung hanya 12 hari sejak RUU KPK disahkan menjadi RUU inisiatif DPR pada sidang paripurna Kamis (6/9/2019) lalu.
Perjalanan kilat revisi UU KPK bagaikan kata pepatah “anjing menggonggong kafilah tetap berlalu”. Meskipun penolakan terhadap revisi UU KPK begitu kuat disuarakan oleh masyarakat, DPR dan pemerintah tak peduli dan mengetok palu pengesahan.
Ini bukan kali pertama penolakan terhadap revisi UU KPK disuarakan oleh kalangan masyarakat sipil. Revisi UU KPK telah ditolak berkali-kali sejak rencana ini pertama kali muncul pada 2010. Pasalnya, revisi UU KPK ditenggarai akan melemahkan KPK dan upaya pemberantasan korupsi.
Menurut cacatan Kompas.com, rencana merevisi UU KPK mencuat hampir tiap tahun dan selalu kandas karena kencangnya kritik.
Jalan panjang revisi UU KPK telah dimulai sejak era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Pada 2012, seiring menguatnya kritik, SBY akhirnya menolak revisi UU KPK dengan alasan timing yang tidak tepat.
Tarik ulur revisi KPK semakin kuat pada era Presiden Joko Widodo. Revisi UU KPK berkali-kali masuk prolegnas prioritas pada 2015 dan 2016.
Namun, karena kuatnya penolakan, pada akhirnya Presiden Jokowi dan DPR bersepakat untuk menunda pembahasannya dan mengeluarkannya dari prolegnas prioritas tahunan.
Pada 2017, pembahasan revisi UU KPK diam-diam bergulir di DPR seiring dengan dibentuknya pansus hak angket DPR terhadap KPK terkait penanganan kasus KTP-el.
Rencana revisi UU KPK yang telah lama mengendap tiba-tiba muncul dalam sidang paripurna DPR, Kamis (6/9/2019), setelah melalui pembahasan “senyap” di Badan Legislasi (Baleg) DPR. Sidang paripurna yang berlangsung singkat menyetujui revisi tersebut disahkan menjadi RUU inisiatif DPR.
Rencana revisi UU KPK itu akhirnya benar-benar terwujud di akhir pemerintahan Jokowi-Jusuf Kalla. Pada sidang paripurna DPR yang digelar Selasa (17/9/2019) siang, yang dihadiri Menkumham Yasonna Laoly, RUU kontroversial tersebut resmi disahkan menjadi UU.
Proses pembahasan RUU KPK oleh DPR dan pemerintah yang dilakukan tertutup dan secepat kilat ini akan dibahas mendalam pada program talkshow Satu Meja The Forum, Rabu (18/9/2019), yang disiarkan langsung di Kompas TV mulai pukul 20.00 WIB.
Turut dibahas pula bagaimana dampak disahkannya UU KPK terhadap lembaga antirasuah dan upaya pemberantasan korupsi di masa mendatang.
Sikap yang ditunjukkan Presiden Jokowi atas rencana revisi UU KPK kali ini sama sekali berbeda dibandingkan sebelumnya.
Seolah mengabaikan kuatnya desakan penolakan dari masyarakat sipil, Presiden Jokowi hanya membutuhkan waktu sepekan, dari tenggat 60 hari, untuk menyetujui rencana revisi UU KPK yang diusulkan DPR.
Terlepas dari semangat dan tujuannya, proses revisi UU KPK kali ini seolah menjadi orkestrasi yang dimainkan dengan ciamik oleh DPR dan pemerintah.
Mulai dari operasi senyap Baleg DPR, singkatnya waktu yang dibutuhkan oleh pemerintah untuk memberikan persetujuan, hingga pembahasan antara DPR dan pemerintah yang berlangsung tertutup dan secepat kilat.
Orkestrasi tersebut juga tampaknya telah dimainkan sejak proses seleksi calon pimpinan KPK periode 2019-2023.
Dalam pembahasan RUU KPK, DPR dan pemerintah bahkan tak memberi ruang bagi pelibatan dan aspirasi masyarakat sipil, termasuk KPK.
Padahal, sebelum dimulainya pembahasan, Presiden Jokowi dan sejumlah anggota Komisi III DPR mewanti-wanti agar publik mengawasi pembahasan RUU KPK yang berlangsung di DPR.
Penyusunan RUU KPK yang ditenggarai cacat prosedur pun tampaknya dikesampingkan dalam orkestrasi ini.
Sejumlah pakar hukum tata negara menilai proses revisi UU KPK saat ini melanggar hukum karena tidak termasuk dalam RUU prioritas pada Program Legislasi Nasional (Prolegnas) 2019 yang telah disepakati oleh DPR dan pemerintah.
Tindakan ini melanggar Pasal 45 ayat 1 UU Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan yang mengatur bahwa penyusunan RUU dilakukan berdasarkan Prolegnas.
Selain itu, Tata Tertib DPR Pasal 65 huruf d menyebut bahwa Badan Legislasi bertugas menyusun RUU berdasarkan program prioritas yang ditetapkan.
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.