Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kekhawatiran Setelah UU KPK Direvisi...

Kompas.com - 18/09/2019, 07:13 WIB
Dylan Aprialdo Rachman,
Fabian Januarius Kuwado

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) telah mengesahkan revisi Undang-Undang tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU KPK) dalam rapat paripurna, Selasa (17/9/2019).

Sejak awal proses revisi UU KPK bergulir, banyak kritik, penolakan sekaligus kekhawatiran yang disampaikan berbagai pihak. Hal itu lantaran proses revisi terkesan dilakukan diam-diam, cepat dan pasal-pasal hasil revisi bermasalah serta dinilai berisiko melemahkan KPK.

Hingga disahkan pun, kekhawatiran-kekhawatiran itu tetap ada mulai dari yang disampaikan pimpinan KPK saat ini, akademisi dan elemen masyarakat sipil lainnya.

Lemahkan penindakan

Wakil Ketua KPK Laode M Syarif menilai ada sejumlah poin dalam Undang-Undang KPK hasil revisi yang dapat melemahkan penindakan KPK.

Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Laode M.Syarif (kiri) bersama Juru bicara Amnesty International Indonesia Haeril Halim, menyampaikan pendapat pada diskusi bertajuk Pelemahan KPK 4.0 di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Rabu (11/9/2019). Diskusi tersebut membahas pelemahan yang tengah menimpa institusi KPK seperti pada kasus penyerangan terhadap penyidik KPK Novel Baswedan yang belum terungkap, revisi UU KPK, serta seleksi capim KPK yang dinilai meloloskan orang-orang yang bermasalah.  ANTARA FOTO/Indrianto Eko Suwarso/ama.ANTARA FOTO/Indrianto Eko Suwarso Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Laode M.Syarif (kiri) bersama Juru bicara Amnesty International Indonesia Haeril Halim, menyampaikan pendapat pada diskusi bertajuk Pelemahan KPK 4.0 di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Rabu (11/9/2019). Diskusi tersebut membahas pelemahan yang tengah menimpa institusi KPK seperti pada kasus penyerangan terhadap penyidik KPK Novel Baswedan yang belum terungkap, revisi UU KPK, serta seleksi capim KPK yang dinilai meloloskan orang-orang yang bermasalah. ANTARA FOTO/Indrianto Eko Suwarso/ama.
"Jika dokumen yang kami terima via ‘hamba Allah’, (karena KPK tidak diikutkan dalam pembahasan dan belum dikirimi secara resmi oleh DPR/pemerintah), banyak sekali norma-norma pasal yang melemahkan penindakan di KPK," kata Laode dalam keterangan tertulis.

Baca juga: Menurut Laode, Ini Poin-poin Hasil Revisi yang Lemahkan Penindakan KPK

Laode memaparkan poin-poin tersebut. Antara lain, dewan pengawas yang diangkat oleh presiden yang menyebabkan komisioner tak lagi menjadi pimpinan tertinggi di KPK.

Kemudian, status kepegawaian KPK akan berubah menjadi aparatur sipil negara. Lalu, kegiatan penyadapan, penggeledahan, dan penyitaan yang dilakukan KPK pun harus berdasarkan izin dewan pengawas.

Menurut Laode, hal-hal di atas berpotensi mengganggu independensi KPK dalam mengusut sebuah kasus korupsi.

"Masih banyak lagi detail-detail lain yang sedang kami teliti dan semuanya jelas akan memperlemah penindakan KPK," ujar dia.

Perpanjangan Tangan Presiden

Sementara itu, Ahli hukum pidana Universitas Indonesia, Gandjar Laksamana Bonaprapta mengkhawatirkan perubahan status kelembagaan KPK dari lembaga independen menjadi eksekutif.

Baca juga: Jadi Lembaga Eksekutif, KPK Dikhawatirkan Hanya Jadi Perpanjangan Tangan Presiden

Meski dalam melaksanakan tugas dan kewenangannya tetap bersifat independen, Gandjar khawatir, penyidik KPK bakal tunduk pada atasannya, yakni Presiden.

"Yang terjadi selama ini independen itu cuma judul. Semua penyidik independen, penyidik kepolisian, kejaksaan. Masalahnya si penyidik punya atasan, apakah dia bisa memisahkan pada saat menjalankan fungsi penyidikan dia tidak tunduk pada atasan?," kata Gandjar usai focus group discussion di Gedung FH UI, Depok, Jawa Barat.

Ia mengatakan, sejauh ini, proses gelar perkara di KPK berjalan secara egaliter. Antara komisioner KPK dan penyidik dan direktur bisa saling adu argumen tanpa takut dinilai tak tunduk pada atasan.

Baca juga: Menkumham: Dewan Pengawas Tak Bertanggung Jawab ke Presiden dan Terikat Kode Etik KPK

Dengan berubahnya status kelembagaan KPK, Gandjar tidak yakin hal serupa masih akan terjadi. Dengan berubahnya KPK menjadi bagian dari lembaga eksekutif, KPK dinilainya tidak lain menjadi perpanjangan tangan Presiden.

"Yang kita khawatirkan apa, betul-betul ini lembaga nanti jadi perpanjangan tangan Presiden, yang kita khawatirkan apa, (Presiden) pilih-pilih kasus. Iya kalau pilih-pilihnya dengan skala prioritas yang perlu dan teruji, tapi kalau pilih-pilihnya berdasarkan kepentingan politik itu bagaiamana?," sambungnya.

Halaman:


Terkini Lainnya

TNI Tembak 2 Anggota OPM yang Serang Pos Prajurit di Paro Nduga, tapi Berhasil Melarikan Diri

TNI Tembak 2 Anggota OPM yang Serang Pos Prajurit di Paro Nduga, tapi Berhasil Melarikan Diri

Nasional
Sebut Jaksa TI Tak Punya Mercy, KPK: Foto di Rumah Tetangga

Sebut Jaksa TI Tak Punya Mercy, KPK: Foto di Rumah Tetangga

Nasional
Kasus Korupsi Timah, Kejagung Dalami Kepemilikan Jet Pribadi Harvey Moeis

Kasus Korupsi Timah, Kejagung Dalami Kepemilikan Jet Pribadi Harvey Moeis

Nasional
Prabowo Minta Pendukung Tak Gelar Aksi saat MK Bacakan Putusan Sengketa Pilpres 2024

Prabowo Minta Pendukung Tak Gelar Aksi saat MK Bacakan Putusan Sengketa Pilpres 2024

Nasional
Demokrat Sampaikan Kriteria Kadernya yang Bakal Masuk Kabinet Mendatang

Demokrat Sampaikan Kriteria Kadernya yang Bakal Masuk Kabinet Mendatang

Nasional
Antam Fokus Eksplorasi 3 Komoditas, Pengeluaran Preliminary Unaudited  Capai Rp 17,43 Miliar

Antam Fokus Eksplorasi 3 Komoditas, Pengeluaran Preliminary Unaudited Capai Rp 17,43 Miliar

Nasional
KPK Akan Panggil Kembali Gus Muhdlor sebagai Tersangka Pekan Depan

KPK Akan Panggil Kembali Gus Muhdlor sebagai Tersangka Pekan Depan

Nasional
Gibran Dikabarkan Ada di Jakarta Hari Ini, TKN: Agenda Pribadi

Gibran Dikabarkan Ada di Jakarta Hari Ini, TKN: Agenda Pribadi

Nasional
Unjuk Rasa di Patung Kuda Diwarnai Lempar Batu, TKN Minta Pendukung Patuhi Imbauan Prabowo

Unjuk Rasa di Patung Kuda Diwarnai Lempar Batu, TKN Minta Pendukung Patuhi Imbauan Prabowo

Nasional
Pemerintahan Baru Indonesia dan Harapan Perdamaian Rusia-Ukraina

Pemerintahan Baru Indonesia dan Harapan Perdamaian Rusia-Ukraina

Nasional
Prabowo Terima Kunjungan Eks PM Inggris Tony Blair di Kemenhan, Ini yang Dibahas

Prabowo Terima Kunjungan Eks PM Inggris Tony Blair di Kemenhan, Ini yang Dibahas

Nasional
KPK Sebut Surat Sakit Gus Muhdlor Ganjil: Agak Lain Suratnya, Sembuhnya Kapan Kita Enggak Tahu

KPK Sebut Surat Sakit Gus Muhdlor Ganjil: Agak Lain Suratnya, Sembuhnya Kapan Kita Enggak Tahu

Nasional
Panglima AL Malaysia Datang ke Indonesia, Akan Ikut Memperingati 3 Tahun KRI Nanggala

Panglima AL Malaysia Datang ke Indonesia, Akan Ikut Memperingati 3 Tahun KRI Nanggala

Nasional
Beralasan Sakit, Gus Muhdlor Tak Penuhi Panggilan KPK

Beralasan Sakit, Gus Muhdlor Tak Penuhi Panggilan KPK

Nasional
Minta MK Urai Persoalan pada Pilpres 2024, Sukidi: Seperti Disuarakan Megawati

Minta MK Urai Persoalan pada Pilpres 2024, Sukidi: Seperti Disuarakan Megawati

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com