Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Persoalan UU Pilkada yang Perlu Diperbaiki...

Kompas.com - 17/09/2019, 17:06 WIB
Christoforus Ristianto,
Diamanty Meiliana

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Pakar hukum tata negara Veri Junaidi menyebut, masih ada sejumlah persoalan terkait Undang-undang Pilkada.

Maka dari itu, ia berharap UU Pilkada bisa direvisi secara cepat oleh pemerintah, DPR, dan penyelenggara pemilu.

"Banyak yang perlu diperbaiki dalam UU Pilkada. Soalnya, UU Pilkada sudah jauh ketinggalan dibandingkan UU Pemilu," ujar Veri saat ditemui di Gedung Mahkamah Konstitusi (MK), Jakarta, Selasa (17/9/2019).

Baca juga: Penyusunan Anggaran Bisa Terhambat karena UU Pilkada Masih Bermasalah

Veri mencontohkan, UU Pilkada yang masih jadi persoalan yakni terkait lembaga Panwas Kabupaten/Kota. Adapun Pilkada 2020 akan dilaksanakan 23 September.

"Pembentukan Panwas Kabupaten/Kota dinilai sudah tidak relevan karena saat ini sudah ada Bawaslu Kabupaten/Kota. Panwas bersifat adhoc atau sementara, sedangkan Bawaslu adalah badan yang permanen. Lembaganya sudah terbentuk sejak pemilu 2019," ujar Veri.

Diketahui, berdasarkan UU Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada, pengawas pemilihan adalah badan ad hoc bernama panitia pengawas.

Baca juga: MK Diharapkan Bisa Cepat Rampungkan Uji Materi UU Pilkada

Ketentuan ini berbeda dengan UU nomor 7/2017 tentang Pemilu yang mengatur pengawasan pemilihan adalah Bawaslu yang dibentuk secara permanen hingga kabupaten/kota.

Adapun pelaksanaan Pilkada serentak 2020 mengacu pada UU Pilkada sehingga pembentukan lembaga pengawas harus diulang, berikut perekrutan anggotanya.

"Kemudian soal keanggotaan, di mana jumlahnya maksimal tiga orang. Padahal Bawaslu Kabupaten/Kota banyak yang anggotanya lima orang. Pun demikian dengan Bawaslu Provinsi sehingga Ketua Bawaslu Provinsi Sumatera Barat merasa perlu untuk menggugat mengingat anggota Bawaslu Provinsi di Pemilu 2019 adalah 5-7 orang, bukan tiga orang," jelasnya.

Baca juga: Perludem Sarankan Revisi UU Pilkada Terbatas untuk Atur Pencalonan Eks Koruptor

Selain itu, lanjutnya, terdapat juga perbedaan mendasar terkait dengan kewenangan Bawaslu.

Mengacu pada UU Nomor 7 tahun 2017 tentang Pemilu, Bawaslu berwenang melakukan sidang ajudikasi dengan putusan yang berkekuatan hukum tetap serta mengikat untuk setiap pelanggaran administrasi pemilu yang disidangkan.

Sedangkan di dalam UU Nomor 10 tahun 2016 tentang Pilkada, Bawaslu hanya berwenang memberikan rekomendasi dari pelanggara administratif pemilu.

"Hal itu berpotensi menimbulkan konflik di sebagian kelompok masyarakat yang selama ini telanjur menganggap sejumlah dugaan pelanggaran bisa diputuskan sanksinya oleh Bawaslu," tuturnya kemudian.

Baca juga: KPU Minta Revisi UU Pilkada Tak Dilakukan Saat Tahapan Sudah Dimulai

 

Perbedaan pengaturan itu, seperti diungkapkan Veri, menimbulkan ketidakpastian hukum.

Menurutnya, salah satu cara menyelesaikan persoalan itu melalui pengujian undang-undang kepada Mahkamah Konstitusi atau penerbitan peraturan pemerintah pengganti undang-undang (perppu).

Halaman:


Terkini Lainnya

Istana Sebut Pertemuan Jokowi dan Prabowo-Gibran Semalam Atas Inisiatif Prabowo

Istana Sebut Pertemuan Jokowi dan Prabowo-Gibran Semalam Atas Inisiatif Prabowo

Nasional
Presiden Jokowi Ucapkan Selamat Saat Bertemu Prabowo Semalam

Presiden Jokowi Ucapkan Selamat Saat Bertemu Prabowo Semalam

Nasional
Jokowi Siapkan Program Unggulan Prabowo-Gibran Masuk RAPBN 2025

Jokowi Siapkan Program Unggulan Prabowo-Gibran Masuk RAPBN 2025

Nasional
CSIS: Mayoritas Caleg Muda Terpilih di DPR Terindikasi Dinasti Politik

CSIS: Mayoritas Caleg Muda Terpilih di DPR Terindikasi Dinasti Politik

Nasional
Korlantas Kaji Pengamanan Lalu Lintas Jelang World Water Forum Ke-10 di Bali

Korlantas Kaji Pengamanan Lalu Lintas Jelang World Water Forum Ke-10 di Bali

Nasional
Jokowi Dukung Prabowo-Gibran Rangkul Semua Pihak Pasca-Pilpres

Jokowi Dukung Prabowo-Gibran Rangkul Semua Pihak Pasca-Pilpres

Nasional
Pakar Sebut Semua Lembaga Tinggi Negara Sudah Punya Undang-Undang, Hanya Presiden yang Belum

Pakar Sebut Semua Lembaga Tinggi Negara Sudah Punya Undang-Undang, Hanya Presiden yang Belum

Nasional
Saksi Ungkap SYL Minta Kementan Bayarkan Kartu Kreditnya Rp 215 Juta

Saksi Ungkap SYL Minta Kementan Bayarkan Kartu Kreditnya Rp 215 Juta

Nasional
Saksi Sebut Bulanan untuk Istri SYL dari Kementan Rp 25 Juta-Rp 30 Juta

Saksi Sebut Bulanan untuk Istri SYL dari Kementan Rp 25 Juta-Rp 30 Juta

Nasional
Tata Kelola Dana Pensiun Bukit Asam Terus Diperkuat

Tata Kelola Dana Pensiun Bukit Asam Terus Diperkuat

Nasional
Jelang Disidang Dewas KPK karena Masalah Etik, Nurul Ghufron Laporkan Albertina Ho

Jelang Disidang Dewas KPK karena Masalah Etik, Nurul Ghufron Laporkan Albertina Ho

Nasional
Kejagung Diminta Segera Tuntaskan Dugaan Korupsi Komoditi Emas 2010-2022

Kejagung Diminta Segera Tuntaskan Dugaan Korupsi Komoditi Emas 2010-2022

Nasional
PKB-Nasdem-PKS Isyaratkan Gabung Prabowo, Pengamat: Kini Parpol Selamatkan Diri Masing-masing

PKB-Nasdem-PKS Isyaratkan Gabung Prabowo, Pengamat: Kini Parpol Selamatkan Diri Masing-masing

Nasional
Saksi Sebut Dokumen Pemeriksaan Saat Penyelidikan di KPK Bocor ke SYL

Saksi Sebut Dokumen Pemeriksaan Saat Penyelidikan di KPK Bocor ke SYL

Nasional
Laporkan Albertina ke Dewas KPK, Nurul Ghufron Dinilai Sedang Menghambat Proses Hukum

Laporkan Albertina ke Dewas KPK, Nurul Ghufron Dinilai Sedang Menghambat Proses Hukum

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com