Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Jalan Panjang Revisi UU KPK, Ditolak Berkali-kali hingga Disahkan

Kompas.com - 17/09/2019, 16:17 WIB
Ambaranie Nadia Kemala Movanita ,
Icha Rastika

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com – Revisi Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menjadi wacana berulang sejak beberapa tahun terakhir.

Rencana merevisi regulasi ini pertama kali muncul pada era presiden keenam RI, Susilo Bambang Yudhoyono.

Namun, pada masa itu, rencana ini tak berhasil direaliasikan. Hingga pada pemerintahan Presiden Joko Widodo, rencana merevisi UU KPK terwujud. 

Dalam hitungan hari saja, revisi UU KPK dengan mulusnya disahkan di DPR RI pada Selasa (17/9/2019).

Jokowi menunjukkan sikap yang berbeda saat sebelum dan sesudah Pemilihan Presiden 2019.
Hanya butuh sepekan bagi Jokowi memberi lampu hijau bagi revisi UU KPK yang diusulkan DPR.

Baca juga: Menkumham Klaim Bertemu Pimpinan KPK sebelum Revisi UU KPK Disahkan

Revisi UU yang dianggap melemahkan KPK ini resmi diusulkan menjadi inisiatif DPR RI dalam rapat paripurna pada Kamis (5/9/2019). Pengesahan berjalan senyap dan mulus.

Padahal, saat wacana itu kembali menguat pada periode pertama Jokowi, ia tegas meminta pembahasannya ditunda.

Berikut perjalanan revisi UU KPK, dari wacana yang terus diundur hingga kini disahkan:

2010

Upaya revisi UU KPK pertama kali diwacanakan oleh Komisi III DPR yang dipimpin politikus Partai Demokrat, Benny K Harman, pada 26 Oktober 2010.

Pertengahan Desember 2010, DPR dan pemerintah menetapkan revisi UU KPK masuk dalam prioritas Program Legislasi Nasional (Prolegnas) 2011 sebagai usul inisiatif DPR.

Namun, hingga akhir tahun 2011, DPR belum berhasil membahas revisi UU KPK.

2012

DPR bersama pemerintah kembali memasukkan revisi UU KPK dalam daftar RUU prioritas Prolegnas 2012.

Kali ini, Komisi III mulai serius merumuskan draf revisi UU KPK. Namun, upaya revisi langsung menuai kritik karena komisi hukum menyusun draf yang dianggap banyak pihak dapat melemahkan KPK ini.

Salah satu poin yang dianggap melemahkan yakni penghilangan kewenangan penuntutan, adanya mekanisme penyadapan yang harus meminta izin ketua pengadilan negeri, serta dibentuknya dewan pengawas.

Pimpinan KPK saat itu turut bereaksi keras menanggapi revisi tersebut.

Pada 19 September 2012, Abraham Samad yang saat itu menjabat Ketua KPK mengatakan bahwa revisi dapat mempereteli kewenangan lembaga yang dipimpinnya.

"Kalau penuntutan maupun penyadapan dipereteli, mendingan KPK dibubarkan saja," kata Abraham saat itu.

Baca juga: ICW Siap Gugat Hasil Revisi UU KPK ke MK

SBY akhirnya menolak revisi UU KPK karena timing-nya diangap tidak tepat, meski sebelumnya Partai Demokrat sempat mendukung revisi UU tersebut.

Penolakan tersebut disampaikan SBY dalam pidatonya saat menanggapi konflik antara KPK dan Polri.

"Pemikiran dan rencana revisi UU KPK sepanjang untuk memperkuat dan tidak untuk memperlemah KPK sebenarnya dimungkinkan. Tetapi, saya pandang kurang tepat untuk dilakukan saat ini. Lebih baik sekarang ini kita tingkatkan sinergi dan intensitas semua upaya pemberantasan korupsi," kata SBY di Istana Negara, Jakarta, Senin (8/10/2012).

Seiring dengan penolakan dari berbagai pihak yang semakin kencang pada 9 Oktober 2012, Komisi III angkat tangan dalam pembahasan revisi UU KPK.

Komisi III menyerahkan sepenuhnya proses pembahasan ke Badan Legislasi DPR.
Proses di Baleg tidak berlangsung begitu alot layaknya di Komisi III DPR.

Pada 17 Oktober 2012, semua fraksi yang ada di Baleg sepakat untuk menghentikan pembahasan revisi UU KPK.

"Dari sembilan fraksi yang disampaikan masing-masing poksi (kelompok fraksi), keseluruhannya menyatakan bahwa penghentian pembahasan terhadap draf RUU Nomor 30 Tahun 2002 minta dihentikan. Keseluruhan fraksi sudah setuju," ujar Ketua Baleg Ignatius Mulyono yang memimpin rapat pleno Baleg saat itu.

Sejak saat itu, pembahasan revisi UU KPK tidak dilanjutkan sampai akhirnya Jokowi terpilih sebagai Presiden.

Ketua Dewan Guru Besar UGM Prof. Koentjoro saat membacakan pernyataan sikap di Balairung, UGMKOMPAS.COM/YUSTINUS WIJAYA KUSUMA Ketua Dewan Guru Besar UGM Prof. Koentjoro saat membacakan pernyataan sikap di Balairung, UGM
2015

Proses tarik-ulur revisi UU KPK pada era Jokowi jauh lebih kencang. Selama 2015, revisi UU KPK dua kali mencuat. Lagi-lagi, pembahasannya ditunda.

Upaya revisi UU KPK pada era Jokowi mulai mencuat pada 23 Juni 2015. Sidang paripurna memasukkan revisi UU KPK dalam prioritas Prolegnas 2015.

Tidak ada satu pun fraksi yang menolak revisi UU KPK. DPR beralasan dimasukkannya RUU KPK dalam Prolegnas 2015 karena usulan dari Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Surya Paloh Bakal Bertemu Prabowo Sore Ini, Nasdem Belum Ambil Keputusan

Surya Paloh Bakal Bertemu Prabowo Sore Ini, Nasdem Belum Ambil Keputusan

Nasional
Jalankan Amanah Donatur, Dompet Dhuafa Berbagi Parsel Ramadhan untuk Warga Palestina

Jalankan Amanah Donatur, Dompet Dhuafa Berbagi Parsel Ramadhan untuk Warga Palestina

Nasional
Wapres Sebut Target Penurunan 'Stunting' Akan Dievaluasi

Wapres Sebut Target Penurunan "Stunting" Akan Dievaluasi

Nasional
Persilakan Golkar Tampung Jokowi dan Gibran, PDI-P: Kami Bukan Partai Elektoral

Persilakan Golkar Tampung Jokowi dan Gibran, PDI-P: Kami Bukan Partai Elektoral

Nasional
Dana Pensiun Bukit Asam Targetkan 4 Langkah Penyehatan dan Penguatan pada 2024

Dana Pensiun Bukit Asam Targetkan 4 Langkah Penyehatan dan Penguatan pada 2024

Nasional
Di Depan Wiranto-Hendropriyono, Prabowo Minta Maaf Pernah Nakal: Bikin Repot Senior...

Di Depan Wiranto-Hendropriyono, Prabowo Minta Maaf Pernah Nakal: Bikin Repot Senior...

Nasional
Albertina Dilaporkan Wakil Ketua KPK, Ketua Dewas: Apa yang Salah? Ada Surat Tugas

Albertina Dilaporkan Wakil Ketua KPK, Ketua Dewas: Apa yang Salah? Ada Surat Tugas

Nasional
Polri Terbitkan Red Notice 2 Buron TPPO Bermodus Magang ke Jerman

Polri Terbitkan Red Notice 2 Buron TPPO Bermodus Magang ke Jerman

Nasional
Surya Paloh Bakal Temui Prabowo di Kertanegara, Nasdem: Menguatkan Sinyal Komunikasi

Surya Paloh Bakal Temui Prabowo di Kertanegara, Nasdem: Menguatkan Sinyal Komunikasi

Nasional
Temui Mensesneg Pratikno, Menpan-RB Anas Bahas Progres Skenario Pemindahan ASN ke IKN

Temui Mensesneg Pratikno, Menpan-RB Anas Bahas Progres Skenario Pemindahan ASN ke IKN

Nasional
Jokowi Teken Perpres, Wajibkan Pemda Bentuk Unit Perlindungan Perempuan dan Anak

Jokowi Teken Perpres, Wajibkan Pemda Bentuk Unit Perlindungan Perempuan dan Anak

Nasional
Politikus PPP Sebut Ada Kemungkinan Parpolnya Gabung Koalisi Prabowo-Gibran

Politikus PPP Sebut Ada Kemungkinan Parpolnya Gabung Koalisi Prabowo-Gibran

Nasional
Ini Status Perkawinan Prabowo dan Titiek Soeharto

Ini Status Perkawinan Prabowo dan Titiek Soeharto

Nasional
Bersikukuh Rampas Aset Rafael Alun, Jaksa KPK Ajukan Kasasi ke Mahkamah Agung

Bersikukuh Rampas Aset Rafael Alun, Jaksa KPK Ajukan Kasasi ke Mahkamah Agung

Nasional
Pengamat Sebut Kemungkinan Prabowo Gandeng PDI-P Masih Terbuka, Ganjalannya Hanya Jokowi

Pengamat Sebut Kemungkinan Prabowo Gandeng PDI-P Masih Terbuka, Ganjalannya Hanya Jokowi

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com