Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Jalan Panjang Revisi UU KPK, Ditolak Berkali-kali hingga Disahkan

Kompas.com - 17/09/2019, 16:17 WIB
Ambaranie Nadia Kemala Movanita ,
Icha Rastika

Tim Redaksi

Pada 7 Oktober 2015, draf revisi UU KPK mulai dibahas dalam rapat Baleg DPR.

Baca juga: Revisi UU KPK Disahkan, Laode Syarif Sebut Lumpuhkan Penindakan

Draf tersebut mengatur pembatasan usia institusi KPK hanya sampai 12 tahun, memangkas kewenangan penuntutan, mereduksi kewenangan penyadapan.

Kemudian, membatasi proses rekrutmen penyelidik dan penyidik secara mandiri hingga membatasi kasus korupsi yang dapat ditangani oleh KPK.

Revisi UU KPK saat itu diusulkan oleh 45 anggota DPR dari enam fraksi. Sebanyak 15 orang dari Fraksi PDI-P, 11 orang dari Fraksi Nasdem, 9 orang dari Fraksi Golkar, 5 orang dari Fraksi PPP, 3 orang dari Fraksi Hanura, dan 2 orang dari Fraksi PKB.

Kendati demikian, hanya PDI-P yang paham dan mengerti mengenai isi draf tersebut.

Tak butuh waktu lama, rencana revisi ini kembali mendapat penolakan yang keras dari publik, termasuk internal KPK.

Pada 13 Oktober 2015, pemerintah dan DPR akhirnya sepakat menunda pembahasan revisi UU KPK hingga masa sidang selanjutnya.

Kesepakatan ini tercapai setelah Presiden Joko Widodo dan pimpinan DPR bertemu dalam rapat konsultasi di Istana Negara.

Menko Polhukham Luhut Panjaitan menyatakan, alasan penundaan karena pemerintah merasa masih perlu memastikan perbaikan ekonomi nasional berjalan baik.

"Kita sudah sepakat mengenai penyempurnaan Undang-Undang KPK itu kita masih menunggu pada persidangan yang akan datang," kata Luhut.

Dalam rapat konsultasi tersebut, disepakati poin yang akan direvisi mengerucut menjadi empat hal, yakni pemberian kewenangan kepada KPK untuk menerbitkan SP3, pengaturan kembali kewenangan menyadap, keberadaan penyidik independen, dan pembentukan badan pengawas KPK.

Pada 27 November 2015, upaya merevisi UU KPK kembali berlanjut. Baleg DPR dan Menkumham menyetujui revisi UU KPK menjadi inisiatif DPR.

Baca juga: Revisi UU KPK Disahkan, Laode Syarif Sebut Lumpuhkan Penindakan

Pada 15 Desember 2015, rapat paripurna di DPR RI memutuskan untuk memasukkan RUU KPK dan RUU Pengampunan Pajak dalam Prolegnas 2015.

Keputusan tersebut dilakukan secara mendadak pada hari-hari akhir masa sidang anggota DPR RI, yang akan reses pada 18 Desember 2015.

Namun, proses pembahasan tak selesai dilakukan.

2016

Selanjutnya, pada 26 Januari 2016, DPR kembali menyepakati revisi UU KPK masuk dalam prioritas Program Legislasi Nasional 2016.

Hanya Fraksi Partai Gerindra yang menolak revisi UU KPK.

Pada 1 Februari 2016, revisi UU KPK mulai dibahas dalam rapat harmonisasi Badan Legislasi di DPR RI.

Anggota Fraksi PDI-P Risa Mariska dan Ichsan Soelistyo hadir sebagai perwakilan pengusul revisi UU tersebut.

Draf yang dibahas memang hanya mencakup empat poin, yakni pemberian kewenangan kepada KPK untuk menerbitkan SP3, pengaturan kembali kewenangan menyadap, keberadaan penyidik independen, dan pembentukan badan pengawas KPK.

Namun, empat poin tersebut dianggap dapat melemahkan KPK dan tetap mendapatkan penolakan dari berbagai kalangan.

Tak hanya Gerindra, lama-kelamaan fraksi Demokrat dan PKS belakangan ikut menolak draf revisi tersebut.

Pimpinan KPK yang sudah dipimpin Agus Rahardjo juga ikut menolaknya.

Seiring dengan derasnya penolakan, rapat paripurna penetapan revisi UU KPK untuk menjadi inisiatif DPR sudah tertunda sebanyak dua kali.

Sehari menjelang paripurna yang dijadwalkan untuk ketiga kalinya pada Februari 2016, pimpinan DPR kembali melakukan rapat konsultasi dengan presiden.

Pertemuan tersebut sepakat untuk kembali menunda revisi UU KPK. Kali ini, tak ada substansi revisi yang diubah.

Presiden dan DPR sepakat menunda karena menganggap revisi rencana revisi UU KPK perlu mendapat kajian lebih mendalam, termasuk sosialisasi terhadap masyarakat.

Tak ditentukan berapa lama waktu penundaan ini.

"Saya hargai proses dinamika politik yang ada di DPR, khususnya dalam rancangan revisi UU KPK. Mengenai rencana revisi UU KPK tersebut, kami bersepakat bahwa revisi ini sebaiknya tidak dibahas saat ini, ditunda," ujar Jokowi.

2017

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Tanggal 22 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 22 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
TNI Tembak 2 Anggota OPM yang Serang Pos Prajurit di Paro Nduga, tapi Berhasil Melarikan Diri

TNI Tembak 2 Anggota OPM yang Serang Pos Prajurit di Paro Nduga, tapi Berhasil Melarikan Diri

Nasional
Sebut Jaksa TI Tak Punya Mercy, KPK: Foto di Rumah Tetangga

Sebut Jaksa TI Tak Punya Mercy, KPK: Foto di Rumah Tetangga

Nasional
Kasus Korupsi Timah, Kejagung Dalami Kepemilikan Jet Pribadi Harvey Moeis

Kasus Korupsi Timah, Kejagung Dalami Kepemilikan Jet Pribadi Harvey Moeis

Nasional
Prabowo Minta Pendukung Tak Gelar Aksi saat MK Bacakan Putusan Sengketa Pilpres 2024

Prabowo Minta Pendukung Tak Gelar Aksi saat MK Bacakan Putusan Sengketa Pilpres 2024

Nasional
Demokrat Sampaikan Kriteria Kadernya yang Bakal Masuk Kabinet Mendatang

Demokrat Sampaikan Kriteria Kadernya yang Bakal Masuk Kabinet Mendatang

Nasional
Antam Fokus Eksplorasi 3 Komoditas, Pengeluaran Preliminary Unaudited  Capai Rp 17,43 Miliar

Antam Fokus Eksplorasi 3 Komoditas, Pengeluaran Preliminary Unaudited Capai Rp 17,43 Miliar

Nasional
KPK Akan Panggil Kembali Gus Muhdlor sebagai Tersangka Pekan Depan

KPK Akan Panggil Kembali Gus Muhdlor sebagai Tersangka Pekan Depan

Nasional
Gibran Dikabarkan Ada di Jakarta Hari Ini, TKN: Agenda Pribadi

Gibran Dikabarkan Ada di Jakarta Hari Ini, TKN: Agenda Pribadi

Nasional
Unjuk Rasa di Patung Kuda Diwarnai Lempar Batu, TKN Minta Pendukung Patuhi Imbauan Prabowo

Unjuk Rasa di Patung Kuda Diwarnai Lempar Batu, TKN Minta Pendukung Patuhi Imbauan Prabowo

Nasional
Pemerintahan Baru Indonesia dan Harapan Perdamaian Rusia-Ukraina

Pemerintahan Baru Indonesia dan Harapan Perdamaian Rusia-Ukraina

Nasional
Prabowo Terima Kunjungan Eks PM Inggris Tony Blair di Kemenhan, Ini yang Dibahas

Prabowo Terima Kunjungan Eks PM Inggris Tony Blair di Kemenhan, Ini yang Dibahas

Nasional
KPK Sebut Surat Sakit Gus Muhdlor Ganjil: Agak Lain Suratnya, Sembuhnya Kapan Kita Enggak Tahu

KPK Sebut Surat Sakit Gus Muhdlor Ganjil: Agak Lain Suratnya, Sembuhnya Kapan Kita Enggak Tahu

Nasional
Panglima AL Malaysia Datang ke Indonesia, Akan Ikut Memperingati 3 Tahun KRI Nanggala

Panglima AL Malaysia Datang ke Indonesia, Akan Ikut Memperingati 3 Tahun KRI Nanggala

Nasional
Beralasan Sakit, Gus Muhdlor Tak Penuhi Panggilan KPK

Beralasan Sakit, Gus Muhdlor Tak Penuhi Panggilan KPK

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com