Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

"Urusan Ranjang Bukan Urusan Negara..."

Kompas.com - 16/09/2019, 16:16 WIB
Kristian Erdianto,
Bayu Galih

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Aliansi Masyarakat untuk Keadilan Demokrasi dan sejumlah masyarakat sipil menggelar aksi unjuk rasa di depan gedung DPR, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (16/9/2019).

Mereka menolak rencana pengesahan Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP) yang dinilai tidak melibatkan partisipasi masyarakat.

Salah satu pasal yang disoroti yakni Pasal 417 mengenai ketentuan pidana terhadap segala bentuk persetubuhan di luar perkawinan.

Pasal tersebut dianggap telah melanggar ranah privat warga negara. Selain itu, pasal ini juga dinilai berpotensi mengkriminalisasi korban perkosaan.

"Urusan ranjang bukan urusan negara," ujar Ryan, salah satu anggota aliansi, saat berorasi di atas mobil pengeras suara.

Baca juga: Dibahas Tertutup, DPR dan Pemerintah Sepakati RKUHP

Secara terpisah, peneliti Institute for Criminal and Justice Reform (ICJR) Erasmus Napitupulu berpendapat bahwa pasal perzinaan dalam RKUHP perlu dihapus.

Sebab, pasal tersebut menunjukkan negara terlalu jauh mencampuri ranah privat warga negara.

"Kami mintanya pasal itu dihapus karena ya isunya privat, dampak bawaannya itu luas sekali," ujar Erasmus saat dihubungi Kompas.com, 29 Agustus 2019.

Dalam Pasal 417 draf RKUHP, setiap orang yang melakukan persetubuhan dengan orang yang bukan suami atau istrinya, dipidana karena perzinaan dengan pidana penjara paling lama 1 tahun atau denda kategori II.

Kemudian, pada Pasal 419, setiap orang yang melakukan hidup bersama sebagai suami istri di luar perkawinan, dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 bulan atau pidana denda paling banyak kategori II.

Kedua tindak pidana tersebut tidak dapat dilakukan penuntutan kecuali atas pengaduan suami, istri, orang tua, atau anak.

Baca juga: Pembahasan Tertutup, DPR Diminta Tunda Pengesahan RKUHP

Dampak lainnya menurut Erasmus, pasal tersebut berpotensi menimbulkan praktik main hakim sendiri di tengah masyarakat.

Meski merupakan delik aduan, namun tidak dapat dipastikan masyarakat mengetahui bahwa perzinaan hanya dapat diadukan oleh suami, istri, orang tua atau anak.

"Nanti bisa terjadi main hakim sendiri. Masyarakat kan bisa jadi tidak tahu kalau itu delik aduan. Tahunya kan perzinaan tidak boleh, nanti bisa jadi malah main hakim sendiri," kata Erasmus.

Selain itu, Erasmus juga menyoroti ketentuan pengaduan yang bisa dilakukan oleh orang tua. Ia menilai hal itu justru dapat meningkatkan angka perkawinan anak.

Baca juga: Komnas HAM Sebut Pasal Penodaan Agama dalam RKUHP Masih Multitafsir

Berdasakan catatan ICJR, 89 persen perkawinan anak di Indonesia terjadi karena kekhawatiran orangtua, baik karena faktor ekonomi maupun karena asumsi orang tua bahwa anaknya telah melakukan hubungan di luar perkawinan.

"Yang bisa mengadu jangan termasuk orangtua karena bisa menimbulkan perkawinan usia anak. Jadi yang mengadukan itu suami, istri atau anak saja," ucap Erasmus.

DPR menjadwalkan pengesahan RKUHP dalam Rapat Paripurna pada akhir September mendatang.

Menurut jadwal, Rapat Paripurna DPR akan digelar pada Selasa (24/9/2019).

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Jokowi Tinjau Pasar Tumpah Mamasa, Cek Harga dan Berencana Bangun Pasar Baru

Jokowi Tinjau Pasar Tumpah Mamasa, Cek Harga dan Berencana Bangun Pasar Baru

Nasional
PKS: Selamat Bertugas Prabowo-Gibran

PKS: Selamat Bertugas Prabowo-Gibran

Nasional
Pengamat: Prabowo-Gibran Punya PR Besar karena Kemenangannya Dibayangi Kontroversi

Pengamat: Prabowo-Gibran Punya PR Besar karena Kemenangannya Dibayangi Kontroversi

Nasional
Kementerian KP Gandeng Kejagung Implementasikan Tata Kelola Penangkapan dan Budi Daya Lobster 

Kementerian KP Gandeng Kejagung Implementasikan Tata Kelola Penangkapan dan Budi Daya Lobster 

Nasional
Respons Putusan MK, Zulhas: Mari Bersatu Kembali, Kita Akhiri Silang Sengketa

Respons Putusan MK, Zulhas: Mari Bersatu Kembali, Kita Akhiri Silang Sengketa

Nasional
Agenda Prabowo usai Putusan MK: 'Courtesy Call' dengan Menlu Singapura, Bertemu Tim Hukumnya

Agenda Prabowo usai Putusan MK: "Courtesy Call" dengan Menlu Singapura, Bertemu Tim Hukumnya

Nasional
Awali Kunker Hari Ke-2 di Sulbar, Jokowi Tinjau Kantor Gubernur

Awali Kunker Hari Ke-2 di Sulbar, Jokowi Tinjau Kantor Gubernur

Nasional
'MK yang Memulai dengan Putusan 90, Tentu Saja Mereka Pertahankan...'

"MK yang Memulai dengan Putusan 90, Tentu Saja Mereka Pertahankan..."

Nasional
Beda Sikap soal Hak Angket Pemilu: PKB Harap Berlanjut, PKS Menunggu, Nasdem Bilang Tak 'Up to Date'

Beda Sikap soal Hak Angket Pemilu: PKB Harap Berlanjut, PKS Menunggu, Nasdem Bilang Tak "Up to Date"

Nasional
Bima Arya Ditunjuk PAN Jadi Kandidat untuk Pilkada Jabar 2024

Bima Arya Ditunjuk PAN Jadi Kandidat untuk Pilkada Jabar 2024

Nasional
Guru Besar UI: Ironis jika PDI-P Gabung ke Kubu Prabowo Usai Putusan MK

Guru Besar UI: Ironis jika PDI-P Gabung ke Kubu Prabowo Usai Putusan MK

Nasional
Tak Anggap Prabowo Musuh, Anies Siap Diskusi Bareng

Tak Anggap Prabowo Musuh, Anies Siap Diskusi Bareng

Nasional
Bersama Pertamax Turbo, Sean Gelael Juarai FIA WEC 2024

Bersama Pertamax Turbo, Sean Gelael Juarai FIA WEC 2024

Nasional
Tanggapi Putusan MK, KSP: Bansos Jokowi Tidak Memengaruhi Pemilih Memilih 02

Tanggapi Putusan MK, KSP: Bansos Jokowi Tidak Memengaruhi Pemilih Memilih 02

Nasional
Peringati Hari Buku Sedunia, Fahira Idris: Ketersediaan Buku Harus Jadi Prioritas Nasional

Peringati Hari Buku Sedunia, Fahira Idris: Ketersediaan Buku Harus Jadi Prioritas Nasional

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com