JAKARTA, KOMPAS.com - Dewan Eksekutif Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Khalisah Khalid menilai, pemerintah Indonesia berupaya mengingkari fakta-fakta terkait kebakaran hutan dan lahan (karhuta) di Sumatera dan Kalimantan dengan menyalahkan masyarakat lokal dan peladang sebagai pihak yang bertanggung jawab.
"Saat ini dari pernyataan dan langkah-langkah pemerintah terlihat sedang berupaya mengingkari suatu fakta terjadinya karhutla. Mencoba mengingkari dan mencari kambing hitam dari kegagalan negara menarik pelaku karhutla," ujar Khalisah dalam konferensi pers di kantor Walhi, Jakarta, Senin (16/9/2019).
Baca juga: Pemkab Sanggau Ajukan Pencabutan Izin 5 Perusahaan Kelapa Sawit Terkait Karhutla
Menurutnya, yang kerap disalahkan oleh pemerintah soal karhutla adalah masyarakat lokal dan peladang.
Hal itu kemudian berdampak pada stigma negatif terhadap masyarakat setempat.
"Yang dikambinghitamkan adalah masyarakat lokal. Itu pernyataan yang semakin melanggengkan stigma negatif terhadap masyarakat lokal. Ini sebenarnya menunjukkan kegagalan negara," papar Khalisah.
Baca juga: Terkait Karhutla, Presiden Jokowi Dikirimi Surat Berisi 10 Desakan
Khalisah beranggapan, sepanjang pekan ini, pihaknya melihat bahwa pemerintah masih saja menyalahkan peladang.
Padahal, berdasarkan pada fakta temuan lapangan, titik api sebagian besar di kawasan konsesi, termasuk proses penegakan hukum yang sebagian besar diketahui berada di lahan korporasi.
Sebelumnya, Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Wiranto menyebutkan, 99 persen karhutla diakibatkan karena perbuatan manusia.
Baca juga: Kabut Asap Riau, 3 PR Jokowi untuk Tangani Karhutla di Indonesia
Perbuatan seperti pembukaan lahan secara tradisional dan melakukan pembakaran hutan menjelang musim hujan dianggap menjadi sebuah kebiasaan masyarakat.
Kondisi di sejumlah wilayah di Sumatera dan Kalimantan hingga Minggu (15/9/2019), masih mengalami kabut asap akibat karhutla yang terjadi di wilayah tersebut.
Pelaksana tugas Kepala Pusat Data Informasi dan Humad Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), Agus Wibowo, menuturkan, pada Minggu (15/9/2019) pagi, jarak pandang di Riau hanya mencapai 1 kilometer saja pada pukul 07.00 WIB.
Baca juga: Atasi Karhutla, Pemerintah Siapkan Saluran Sekunder
"Umumnya Riau masih berasap, jarak pandang 1 kilometer tadi pagi jam 7," kata dia melalui keterangan tertulisnya, Minggu.
Dia mengatakan, kabut asap yang terjadi di Riau juga tidak hanya berasal dari karhutla yang terjadi di Riau.
Karhutla yang juga terjadi di wilayah Sumatera Selatan dan Jambi menyumbang asap ke wilayah Riau.