JAKARTA, KOMPAS.com - Johan Budi Sapto Pribowo, sang juru bicara Istana Kepresidenan pamit. Ia telah berpamitan dengan Presiden Joko Widodo dan para awak media sejak pekan lalu.
Sebab, Johan akan segera dilantik sebagai anggota DPR periode 2019-2024 pada 1 Oktober. Ia menjadi anggota DPR dari PDI Perjuangan.
"Saya sudah pamit ke Presiden pada Rabu kemarin," kata Johan kepada Kompas.com, Jumat (13/9/2019).
Johan Budi juga sudah pamit dari grup WhatsApp yang berisi wartawan Istana dan sejumlah menteri Kabinet Kerja.
"Mohon maaf jika selama saya bertugas sebagai staf khusus presiden ada salah kata dan tindakan sekaligus ucapan terima kasih atas kerja samanya selama ini," tulis Johan.
Baca juga: Johan Budi Pamit dari Istana dan Minta Maaf
Johan Budi menjabat sebagai Staf Khusus Presiden Bidang Komunikasi sejak Januari 2016.
Sebelum masuk Istana Kepresidenan, ia merupakan juru bicara Komisi Pemberantasan Korupsi. Johan bahkan sempat menjadi pimpinan KPK.
Pada Pileg 2019, ia bergabung dengan PDI-P dan menjadi calon anggota legislatif dari partai berlambang banteng itu.
Johan yang maju di dapil Jawa Timur VII meraih 76.395 suara.
Meski kini menjadi politisi dan sebelumnya menjadi "wajah" KPK, Johan memulai kariernya sebagai peneliti dan wartawan.
Ia pernah menjadi kolumnis Harian Media Indonesia dari 1994 hingga1999. Ia juga menyambi sebagai reporter dan editor Majalah Forum Keadilan pada 1995–2000.
Baca juga: PDI-P: Johan Budi Bantu Megawati Cetak Kader Antikorupsi
Setelah itu, Johan Budi bergelut di Majalah Tempo sebagai editor desk Politik selama setahun, dari 2000 ke 2001.
Di Majalah Tempo, ia menduduki posisi lainnya menjadi Kepala Biro Jakarta dan Luar Negeri, editor desk Nasional, dan editor desk Investigasi.
Ia menjadi juru bicara lembaga antirasuah itu selama delapan tahun.
Pada 2014, Johan diangkat sebagai Deputi Pencegahan KPK.
Tahun berikutnya, ia dijadikan Pelaksana Tugas Pimpinan KPK bersama dua pelaksana tugas lain, yaitu mantan Ketua KPK Taufiequrachman Ruki dan akademisi Universitas Indonesia, Indriyanto Seno Adji.
Terpilihnya tiga pimpinan sementara KPK itu seiring dengan pemberhentian sementara Ketua KPK Abraham Samad dan Wakil Ketua KPK Bambang Widjojanto oleh Presiden Joko Widodo.
Saat itu, Samad dan Bambang terjerat kasus pidana. Ada yang menyebut Samad dan Bambang terkena kriminalisasi, tak lama setelah KPK menetapkan Komjen Budi Gunawan sebagai tersangka dalam kasus rekening gendut.
Adapun, satu posisi pimpinan lainnya untuk menggantikan Busryo Muqoddas yang habis masa jabatannya.
Baca juga: Klaim Kantongi 75.000 Suara, Johan Budi Optimistis Lolos ke DPR
Semasa masih jadi "penunggu" KPK, Johan beberapa kali mendapatkan teror dan intimidasi.
"Saya dulu pernah roda mobil saya itu dikendurin, terus ditabrak pernah itu naik mobil. Ditabrak dari samping," kata Johan, pada 9 Januari 2019.
Selain itu, pernah juga selang radiator mobil Johan digunting. Alhasil, mesin langsung terbakar saat Johan menjalankan mobilnya.
Menurut dia, montir saat itu menyatakan tak mungkin kabel radiator tersebut putus dengan sendirinya.
"Dulu kan parkirnya masih di pinggir jalan dan pulangnya juga malam, kan," tutur Johan Budi.
Baca juga: Cerita Johan Budi Alami Teror saat Jadi Jubir KPK
Johan meyakini, teror yang ia alami itu ada hubungannya dengan pekerjaannya sebagai juru bicara KPK.
Dia menduga banyak yang tak menyukai dirinya karena kerap kali bicara di media mengenai kasus yang menjerat para koruptor.
"Anda tahu pekerjaan saya kan dulu mengumumkan tersangka, tentu banyak orang yang tak suka, ada pihak-pihak yang tak suka," kata dia.
Ada juga teror yang bersifat ilmu hitam seperti menggunakan santet. Namun, teror jenis ini tak dialami langsung oleh Johan.
Meski kerap diteror, namun menurut dia para personel di KPK tak pernah sampai melapor ke polisi atau mengungkapkan cerita ini kepada media.
Johan Budi tak memiliki latar belakang politik sebelummya. Kabar bahwa dia bergabung dengan PDI-P dan menjadi calon anggota legislatif berhembus pada pertengahan 2018.
Kala itu, ia mengaku sudah mempertimbangkan banyak hal sebelum memutuskan maju menjadi calon wakil rakyat.
"Keputusan ini saya ambil setelah melakukan evaluasi terhadap tugas dan pekerjaan saya saat ini dan perenungan dalam enam bulan terakhir, serta juga sudah berdiskusi dengan keluarga. Saya memutuskan untuk beralih dalam ladang pengabdian yang berbeda, yaitu melalui jalur politik," ujar Johan, 17 Juli 2018.
Baca juga: Ini Alasan Johan Budi Jadi Caleg DPR dari PDI-P
Johan menganggap dirinya akan bisa berbuat lebih banyak untuk negara jika menjadi anggota DPR.
Ia memilih PDI-P sebagai partai yang mengusungnya karena dianggap partai yang lebih banyak menyentuh dan bicara tentang rakyat kecil.
"Selain itu, konsep PDI-P tentang Negara Kesatuan RI berdasarkan Pancasila serta paham nasionalis religius yang diusung PDI-P sesuai dengan prinsip saya dalam bernegara," kata Johan Budi
Johan Budi mengakui bahwa dana yang dimilikinya terbatas, hanya di kisaran ratusan juta rupiah. Dia tidak punya uang sampai Rp 1 miliar.
Namun, yang ia lakukan adalah melakukan kampanye sehemat mungkin dan seefektif mungkin. Johan mengaku tidak memiliki banyak agenda berkampanye.
Biasanya, Johan berangkat menuju daerah pemilihan pada Jumat sore dan kembali ke Jakarta, pada Senin pagi.
Biaya yang dikeluarkan antara lain untuk transportasi pesawat, menyewa mobil dan pengemudi untuk bisa menjangkau tempat tinggal warga yang jauh di pedesaan, serta akomodasi dan penginapan.
Baca juga: Cerita Johan Budi Nyaleg, Siasati Kampanye Tanpa Bagi-bagi Amplop
Selain itu, Johan juga mengeluarkan dana untuk menyediakan alat peraga kampanye berupa stiker, kalender, hingga kaus untuk dibagikan kepada warga.
Untuk alat kampanye, Johan mengaku banyak dibantu dengan alat kampanye Jokowi saat mencalonkan diri sebagai Presiden periode kedua. Misalnya, kaos dan spanduk bergambar Jokowi dan PDI Perjuangan.
"Apa yang dibantu oleh DPP PDI Perjuangan itu tidak melulu kaos saya, tapi kaosnya 01, Pak Jokowi. Juga kaos partai. Itu saya pakai juga ketika kampanye," kata Johan.
Ia pun mendapatkan bantuan dari para kolega dekatnya. Namun, segala macam bantuan yang dia terima dari pihak internal bentuknya berupa alat kampanye, bukan uang tunai.
Salah satu yang ikut menghemat biaya kampanye Johan adalah tidak adanya pembagian uang, atau bantuan berupa apapun kepada masyarakat.
Johan Budi berusaha meyakinkan pemilih bahwa visi-misi lebih penting ketimbang memilih pemimpin karena diberikan uang.
"Saat diskusi saya sampaikan prinsip saya berkampanye, saya tidak mau habis ini bagi-bagi amplop. Saya tidak mau orang datang karena ada uang transport. Mau datang ya silakan, kalau enggak ya tidak apa-apa," kata Johan.
Baca juga: Kampanye Hemat Ala Johan Budi, Tak Sampai Rp 1 Miiliar
Menurut Johan, dia tidak ingin uangnya habis karena kampanye yang begitu mahal. Johan mengatakan bahwa ia akan menghentikan kampanye apabila dana yang dikeluarkan sudah melebihi kemampuannya.
Cara kampanye ini dinilai Johan tidak hanya untuk menghemat, tetapi memang disesuaikan dengan jumlah dana yang terbatas.
"Saya membatasi diri dengan dana itu. Jadi saya enggak all out. Kalau merasa dana saya sudah banyak keluar, ya saya sudah tidak kampanye lagi," kata Johan.
Johan sempat ditunjuk sebagai jubir Tim Kampanye Nasional Joko Widodo-Ma'ruf Amin.
Menurut Johan, ia mundur karena ingin fokus pada pencalonannya sebagai anggota legislatif. Ia juga saat itu masih bertugas sebagai Staf Khusus Presiden Bidang Komunikasi.
"Saya akan fokus mengurusi proses pencalegan dan sebagai staf khusus Presiden. Kedua hal tersebut membutuhkan alokasi waktu dan pikiran," kata Johan.
Baca juga: Cerita di Balik Permintaan Mundur Johan Budi dari Posisi Jubir Jokowi-Maruf
Johan khawatir tugasnya sebagai Staf Khusus Presiden dan sebagai caleg PDI-P akan terganggu jika ia juga menjadi juru bicara TKN Jokowi-Ma'ruf.
"Jadi Jubir TKN juga kan harus ikut kampanye TKN dan mengikuti kegiatan yang dilakukan TKN, tentu membutuhkan waktu yang banyak juga. Sehingga saya harus memilih fokusnya," kata dia.
Saat menjadi wartawan hingga juru bicara KPK, Johan Budi merupakan sosok yang dikenal dekat dengan sejumlah aktivis, baik itu aktivis hak asasi manusia atau antikorupsi.
Karena itu, saat Johan berada di lingkar Istana Kepresidenan, kehadirannya diharapkan membawa pengaruh dan dampak positif.
Akan tetapi, banyak yang menilai sejumlah mantan aktivis di lingkar kekuasaan, termasuk Johan, tidak membawa dampak besar. Saat revisi UU KPK bergulir misalnya, Johan Budi pun ikut kena kritik.
Indonesia Corruption Watch dalam unggahan di media sosial menyebut Johan Budi sebagai salah satu orang "hilang" setelah berada di lingkar kekuasaan.
Johan Budi enggan berkomentar sama sekali soal sindiran ICW. Saat dihubungi, dia hanya menjawab singkat.
"Kalau ini enggak ada komentar," kata Johan.
Baca juga: Disindir Hilang Setelah Masuk Istana, Ini Tanggapan Johan Budi hingga Teten Masduki
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.