Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Inikah Akhir KPK? (1): Cerita Pemberantasan Korupsi di Era Soekarno hingga Soeharto

Kompas.com - 15/09/2019, 06:00 WIB
Nibras Nada Nailufar,
Heru Margianto

Tim Redaksi


KOMPAS.com - Upaya pemberantasan korupsi yang di era ini dilakukan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sebenarnya sudah dimulai sejak awal berdirinya Republik.

Sebelum ramai polemik revisi Undang-undang KPK, sejarah mencatat aturan dan dasar hukum pemberantasan korupsi telah direvisi berkali-kali.??

Dikutip dari buku KPK: Berdiri untuk Negeri (2019), pada tahun 1957 terbit Peraturan Penguasa Militer Nomor PRT/PM/06/1957.

Peraturan tentang pemberantasan korupsi itu dibuat atas keinginan penguasa militer saat itu, yakni Penguasa Militer Angkatan Darat dan Angkatan Laut.

Ada dua peraturan lanjutan yang juga dibuat.??

Pemerintah juga mengesahkan Undang-undang Nomor 74 tahun 1957 tentang Keadaan Bahaya. Undang-undang itu menjadi dasar Orde Lama untuk membentuk Panitia Retooling Aparatur Negara (PARAN).

Ketuanya Jenderal AH Nasution dengan dua anggota yakni M Yamin dan Roeslan Abdulgani. Pada masa itu, militer memegang kekuasaan besar atas pengelolaan negara.

Kekuasaan militer makin tak terkendali seiring dengan upaya militer mengambil alih aset perusahaan Belanda.

Militer ikut melibatkan diri dalam bisnis dan kekuasaan. ??Banyak pejabat militer baik di tingkat pusat atau militer memperkaya diri.

Jenderal Nasution berusaha memberantasnya dengan mencopot mereka yang ketahuan.??

Pada 1959, Undang-undang Keadaan Bahaya dicabut. Pemerintah menggantinya dengan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang Nomor 24/Prp/Tahun 1960 tentang Pengusutan, Penuntutan, dan Pemeriksaan Tindak Pidana Korupsi.??

Di tahun yang sama, Pemerintah membentuk Badan Pengawas Kegiatan Aparatur Negara (Bapekan) yang diketuai oleh Sultan Hamengkubuwono IX. ??

Dikutip dari Jangan Bunuh KPK (2016), Bapekan menyelesaikan 402 dari 912 aduan masyarakat seputar penyelewengan jabatan dan korupsi.

Seperti KPK, Bapekan dipercaya masyarakat.??

Namun kala itu, situasi politik kacau. Kabinet dan perdana menteri digonta-ganti dan konstitusi yang tak jelas. Ini membuat upaya pemberantasan korupsi terlupakan.??

Keranda yang tertutup kain berwarna hitam tampak terlihat di lobi Gedung Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Jakarta Selatan, Jumat (13/9/2019) malam. KOMPAS.com/Devina Halim Keranda yang tertutup kain berwarna hitam tampak terlihat di lobi Gedung Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Jakarta Selatan, Jumat (13/9/2019) malam.

PARAN dan Bapekan juga bersaing dan berseteru. Presiden Soekarno sampai harus mempertemukan pimpinan kedua lembaga itu agar berhenti bertikai dan membagi tugas.?

Sayangnya, Bapekan tiba-tiba dibubarkan oleh Sukarno setelah tiga tahun berdiri. Tak ada alasan jelas.

Salah satu dugaan kuat, karena Bapekan menerima banyaknya aduan korupsi pembangunan Kompleks Gelora Bung Karno kebanggaan Sukarno.??

Masih di era Orde Lama, pada 1963 didirikan lembaga Operasi Budhi. Jenderal AH Nasution juga yang memimpin lembaga ini. Tugasnya, meneruskan kasus-kasus korupsi perusahaan dan lembaga negara ke pengadilan.??

Kendati menyelamatkan uang negara hingga Rp 11 miliar, Operasi Budhi dibubarkan Soekarno hanya tiga bulan setelah didirikan. Alasannya, Operasi Budhi dianggap mengusik prestise Soekarno.??

Sebagai penggantinya, pada 1964, Soekarno mendirikan Komando Tertinggi Retooling Aparatur Revolusi (Kotrar) yang dipimpin Subandrio.

Sayangnya, lembaga ini pun tak bertahan lama karena setahun kemudian terjadi peristiwa G30S.??

Setengah hati Orde Baru

Memasuki era Orde Baru, Presiden Soeharto membentuk Tim Pemberantasan Korupsi (TPK) di Kejaksaan Agung pada 1967.

Namun lembaga ini kehilangan taringnya. Ia ciut ketika harus mengusut kasus yang melibatkan kroni Soeharto.?? TPK hanya mengusut kasus korupsi receh.

Pembiaran terhadap kasus korupsi besar menuai protes dari mahasiswa dan masyarakat. TPK dibubarkan.?

?Setelah itu, Soeharto membentuk Komite Empat. Isinya orang-orang yang dikenal bersih seperti Profesor Johannes, IJ Kasimo, Mr Wilopo, dan A Tjokroaminoto.

??Komite itu menemukan korupsi dalam Departemen Agama, Bulog, Telkom, hingga Pertamina. Namun, pemerintah mengabaikan temuan ini.

??Tercatat, di era Orde Baru setidaknya ada enam peraturan seputar korupsi dan gratifikasi. Ada pula tiga lembaga antikorupsi yang didirikan.

Namun seperti kita semua ketahui, korupsi justru merajalela di era itu.

Baca artikel selanjutnya: Inikah Akhir KPK? (2): Semangat Reformasi di Era Habibie, Akankah Mati di Era Jokowi?

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Jokowi Teken Perpres, Wajibkan Pemda Bentuk Unit Perlindungan Perempuan dan Anak

Jokowi Teken Perpres, Wajibkan Pemda Bentuk Unit Perlindungan Perempuan dan Anak

Nasional
Politikus PPP Sebut Ada Kemungkinan Parpolnya Gabung Koalisi Prabowo-Gibran

Politikus PPP Sebut Ada Kemungkinan Parpolnya Gabung Koalisi Prabowo-Gibran

Nasional
Ini Status Perkawinan Prabowo dan Titiek Soeharto

Ini Status Perkawinan Prabowo dan Titiek Soeharto

Nasional
Bersikukuh Rampas Aset Rafael Alun, Jaksa KPK Ajukan Kasasi ke Mahkamah Agung

Bersikukuh Rampas Aset Rafael Alun, Jaksa KPK Ajukan Kasasi ke Mahkamah Agung

Nasional
Pengamat Sebut Kemungkinan Prabowo Gandeng PDI-P Masih Terbuka, Ganjalannya Hanya Jokowi

Pengamat Sebut Kemungkinan Prabowo Gandeng PDI-P Masih Terbuka, Ganjalannya Hanya Jokowi

Nasional
Obituari Tumbu Saraswati, Politikus Senior PDI-P Sekaligus Pendiri TPDI

Obituari Tumbu Saraswati, Politikus Senior PDI-P Sekaligus Pendiri TPDI

Nasional
Wakil Ketua KPK Bantah Serang Balik Dewas dengan Laporkan Albertina Ho

Wakil Ketua KPK Bantah Serang Balik Dewas dengan Laporkan Albertina Ho

Nasional
Nurul Ghufron Gugat Dewas KPK ke PTUN Jakarta

Nurul Ghufron Gugat Dewas KPK ke PTUN Jakarta

Nasional
JK Puji Prabowo Mau Rangkul Banyak Pihak, tapi Ingatkan Harus Ada Oposisi

JK Puji Prabowo Mau Rangkul Banyak Pihak, tapi Ingatkan Harus Ada Oposisi

Nasional
Mantan Anak Buah SYL Mengaku Dipecat Lantaran Tolak Bayar Kartu Kredit Pakai Dana Kementan

Mantan Anak Buah SYL Mengaku Dipecat Lantaran Tolak Bayar Kartu Kredit Pakai Dana Kementan

Nasional
Beri Selamat ke Prabowo-Gibran, JK: Kita Terima Kenyataan yang Ada

Beri Selamat ke Prabowo-Gibran, JK: Kita Terima Kenyataan yang Ada

Nasional
DPR Bakal Kaji Ulang Desain Pemilu Serentak karena Dianggap Tak Efisien

DPR Bakal Kaji Ulang Desain Pemilu Serentak karena Dianggap Tak Efisien

Nasional
Komisi II Sebut 'Presidential Threshold' Jadi Target Rencana Revisi UU Pemilu

Komisi II Sebut "Presidential Threshold" Jadi Target Rencana Revisi UU Pemilu

Nasional
Nyanyi 'Pertemuan' di Depan Titiek Soeharto, Prabowo: Sudah Presiden Terpilih, Harus Tepuk Tangan walau Suara Jelek

Nyanyi "Pertemuan" di Depan Titiek Soeharto, Prabowo: Sudah Presiden Terpilih, Harus Tepuk Tangan walau Suara Jelek

Nasional
Fraksi Golkar Bakal Dalami Usulan Hakim MK soal RUU Pemilu dan Pembentukan UU Lembaga Kepresidenan

Fraksi Golkar Bakal Dalami Usulan Hakim MK soal RUU Pemilu dan Pembentukan UU Lembaga Kepresidenan

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com