Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Saat Para Mantan Aktivis di Istana Disindir "Hilang" oleh ICW...

Kompas.com - 14/09/2019, 07:47 WIB
Ambaranie Nadia Kemala Movanita ,
Bayu Galih

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com – Indonesia Corruption Watch (ICW) menyindir sejumlah mantan aktivis di lingkar Istana Kepresidenan, yang dinilai tidak terdengar atau terlihat pengaruhnya saat memilih berada di sekitar kekuasaan.

Sebab, ini terlihat dari sikap Presiden Joko Widodo yang dianggap tak berpihak pada agenda pemberantasan korupsi dan penegakan hak asasi manusia.

Koordinator Staf Khusus Presiden Teten Masduki hingga mantan Staf Khusus Presiden Bidang Komunikasi Johan Budi disindir ICW dengan menyebut mereka hilang.

Sindiran tersebut diunggah melalui akun Instagram ICW, @sahabaticw, pada Kamis (12/9/2019).

Baca juga: Disindir Hilang Setelah Masuk Istana, Ini Tanggapan Johan Budi hingga Teten Masduki

Ada beberapa gambar dalam satu unggahan tersebut.

Selain Teten dan Johan Budi, ada pula foto Tenaga Ahli Utama Kantor Staf Presiden Ifdhal Kasim, Komisaris Utama PT Adhi Karya Fadjroel Rachman, anggota Dewan Komisaris Pertamina Alexander Lay, Deputi V Kantor Staf Presiden, Jaleswari Pramodhawardani, Komisaris Utama BRI Andrinof Chaniago, dan Tenaga Ahli Kantor Staf Presiden Abetnego Tarigan.

Semua yang disebutkan dalam foto ICW merupakan orang-orang yang berada di lingkungan Istana Kepresidenan.

Di setiap gambar, terdapat foto wajah orang-orang yang disebut dengan tambahan tulisan "dicari" di atas foto tersebut.

Di gambar pertama, ada foto Teten yang disebut sebagai mantan pegiat korupsi. Di bawah fotonyanya tertulis "hilang karena terlalu dekat dengan istana".

Di gambar kedua, ada foto Johan Budi yang pernah menjadi wartawan dan mantan pimpinan KPK. DI bawah fotonya, tertulis "hilang sejak masuk perut banteng". Saat ini, Johan merupakan anggota legislatif dari PDI-P.

Di gambar berikutnya, berturut-turut ada foto Ifdhal, Fadjroel, Alexander, Jaleswari, Andrinof, dan Abetnego. Tulisan di bawah foto mereka sama, yakni “hilang karena terlalu dekat dengan Istana”.

Diketahui, dulunya mereka merupakan aktivis di bidangnya masing-masing.

Baca juga: ICW Anggap Iklim Pemberantasan Korupsi Sedang Tidak Ideal

Sebagai caption foto, ICW menuliskan kalimat seolah mencari keberadaan mereka yang telah lama hilang.

"Mohon bantuan teman-teman @kontras_update untuk menemukan para senior yang terhormat ini, karena mereka telah pergi tanpa pesan di tengah kegentingan kerja-kerja pemberantasan korupsi dan penegakan hak asasi manusia," bunyi caption foto tersebut.

Viralnya unggahan ICW tersebut berkaitan dengan langkah Presiden Jokowi yang mengeluarkan Surat Presiden untuk membahas revisi Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi.

Saat dikonfirmasi, Koordinator ICW Adnan Topan Husodo menyebut unggahan tersebut merupakan buah kekecewaan masyarakat sipil dan pegiat antikorupsi atas revisi UU KPK.

"Kemarin itu teman-teman merasa kecewa dengan output beberapa hal yang mendasar untuk menjaga dan mengawal produk reformasi yang khususnya menyangkut soal KPK,” ujar Adnan saat dihubungi Kompas.com, Jumat (13/9/2019).

Baca juga: Surpres Revisi UU KPK Terbit, ICW Pertanyakan Komitmen Jokowi

Adnan mengatakan, niat membuat unggahan tersebut bukan mencerminkan perpecahan.

Justru, ICW ingin menunjukkan bahwa para aktivis tersebut masih memegang teguh independensi dan sikap yang tak bisa dipengaruhi, meski orang-orang yang disebutkan itu pernah berada di barisan yang sama dengan mereka.

Adnan meyakini, orang-orang di lingkungan Istana Kepresidenan tersebut sudah berupaya keras untuk menjaga marwah KPK. Namun, yang dilihat orang luar adalah hasilnya sangat jauh dari harapan.

"Output-nya kenapa ini kok lebih jelek dari proses sebelumnya di jaman SBY, waktu KPK juga UU-nya berapa kali direvisi tapi ditahan. Teman di luar juga belum masuk ke dalam," kata Adnan.

“Jadi bukan pada prosesnya, tapi karena output-nya mengecewakan,” lanjut dia.

Adnan juga mengkritisi sikap Jokowi yang mengecewakan. Ia menganggap, pemerintah justru memuluskan rencana pelemahan KPK dengan mengutus dua menterinya membahas revisi UU KPK bersama DPR.

"Sikap Presiden dipengaruhi beberapa hal, termasuk kesadaran Presiden sendiri. Kita dengar teman-teman di dalam melakukan sesuatu biar itu tidak terjadi," kata Adnan.

Saat diminta tanggapan, sejumlah nama yang disindir ICW melalui unggahan itu enggan berkomentar.

Teten Masduki enggan memberikan tanggapan karena dapat memahami "kemarahan" dan pesan yang ingin disampaikan.

"Enggak mau komentar, lah. Wajar mereka marah," ucap Teten.

Baca juga: Penyerahan Mandat KPK Dinilai Jadi Tamparan Keras bagi Jokowi

Komentar irit juga keluar dari Jaleswari yang dulunya dikenal sebagai pegiat reformasi militer.

Jaleswari juga paham bahwa para pegiat antikorupsi saat ini tengah kecewa. Namun, ia enggan menanggapi mereka lebih jauh.

"Saya memahami kawan-kawan ini sedang kecewa. Karenanya, saya tidak ingin berpolemik lebih lanjut soal ini, pesannya sudah tersampaikan," kata Jaleswari saat dihubungi lewat pesan singkat.

Hal yang sama juga diperlihatkan Johan Budi. Dia memilih untuk tidak memberikan komentar.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Tanggal 22 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 22 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
TNI Tembak 2 Anggota OPM yang Serang Pos Prajurit di Paro Nduga, tapi Berhasil Melarikan Diri

TNI Tembak 2 Anggota OPM yang Serang Pos Prajurit di Paro Nduga, tapi Berhasil Melarikan Diri

Nasional
Sebut Jaksa TI Tak Punya Mercy, KPK: Foto di Rumah Tetangga

Sebut Jaksa TI Tak Punya Mercy, KPK: Foto di Rumah Tetangga

Nasional
Kasus Korupsi Timah, Kejagung Dalami Kepemilikan Jet Pribadi Harvey Moeis

Kasus Korupsi Timah, Kejagung Dalami Kepemilikan Jet Pribadi Harvey Moeis

Nasional
Prabowo Minta Pendukung Tak Gelar Aksi saat MK Bacakan Putusan Sengketa Pilpres 2024

Prabowo Minta Pendukung Tak Gelar Aksi saat MK Bacakan Putusan Sengketa Pilpres 2024

Nasional
Demokrat Sampaikan Kriteria Kadernya yang Bakal Masuk Kabinet Mendatang

Demokrat Sampaikan Kriteria Kadernya yang Bakal Masuk Kabinet Mendatang

Nasional
Antam Fokus Eksplorasi 3 Komoditas, Pengeluaran Preliminary Unaudited  Capai Rp 17,43 Miliar

Antam Fokus Eksplorasi 3 Komoditas, Pengeluaran Preliminary Unaudited Capai Rp 17,43 Miliar

Nasional
KPK Akan Panggil Kembali Gus Muhdlor sebagai Tersangka Pekan Depan

KPK Akan Panggil Kembali Gus Muhdlor sebagai Tersangka Pekan Depan

Nasional
Gibran Dikabarkan Ada di Jakarta Hari Ini, TKN: Agenda Pribadi

Gibran Dikabarkan Ada di Jakarta Hari Ini, TKN: Agenda Pribadi

Nasional
Unjuk Rasa di Patung Kuda Diwarnai Lempar Batu, TKN Minta Pendukung Patuhi Imbauan Prabowo

Unjuk Rasa di Patung Kuda Diwarnai Lempar Batu, TKN Minta Pendukung Patuhi Imbauan Prabowo

Nasional
Pemerintahan Baru Indonesia dan Harapan Perdamaian Rusia-Ukraina

Pemerintahan Baru Indonesia dan Harapan Perdamaian Rusia-Ukraina

Nasional
Prabowo Terima Kunjungan Eks PM Inggris Tony Blair di Kemenhan, Ini yang Dibahas

Prabowo Terima Kunjungan Eks PM Inggris Tony Blair di Kemenhan, Ini yang Dibahas

Nasional
KPK Sebut Surat Sakit Gus Muhdlor Ganjil: Agak Lain Suratnya, Sembuhnya Kapan Kita Enggak Tahu

KPK Sebut Surat Sakit Gus Muhdlor Ganjil: Agak Lain Suratnya, Sembuhnya Kapan Kita Enggak Tahu

Nasional
Panglima AL Malaysia Datang ke Indonesia, Akan Ikut Memperingati 3 Tahun KRI Nanggala

Panglima AL Malaysia Datang ke Indonesia, Akan Ikut Memperingati 3 Tahun KRI Nanggala

Nasional
Beralasan Sakit, Gus Muhdlor Tak Penuhi Panggilan KPK

Beralasan Sakit, Gus Muhdlor Tak Penuhi Panggilan KPK

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com