Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Jokowi Setujui Revisi UU KPK, Fahri: Komunikasi DPR-Presiden Baik

Kompas.com - 13/09/2019, 15:47 WIB
Rakhmat Nur Hakim,
Fabian Januarius Kuwado

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Wakil Ketua DPR RI Fahri Hamzah menyambut baik persetujuan Presiden Joko Widodo merevisi Undang-undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang KPK.

Ia menilai, persetujuan Jokowi tersebut menunjukkan bahwa komunikasi antara DPR dan eksekutif terjalin dengan baik.

"Itu artinya komunikasi antara DPR dan Presiden telah berjalan cukup baik, terutama dalam perspektif perubahan UU KPK ini. Ini pertama yang saya ingin sampaikan," kata Fahri dalam dalam keterangan tertulis, Jumat (13/9/2019).

Baca juga: Memasukkan Capim Bermasalah dan Revisi UU KPK Lemahkan KPK dari Dalam

Fahri berharap pemerintah menyiapkan segala bentuk masukan dalam membahas revisi UU KPK bersama DPR.

Ia menambahkan, sikap Jokowi terkait revisi UU KPK seperti persetujuannya dalam membentuk dewan pengawas dan pemberian kewenangan penerbitan Surat Penghentian Penyidikan Perkara (SP3) kepada KPK, tidak jauh berbeda dengan sikap DPR.

Oleh karena itu, Fahri mengatakan, masukan dari Presiden terkait revisi UU KPK pun cenderung akan disetujui DPR.

"Dari pengamatan saya dan apa yang saya ikuti dari perkembangan di baliknya, saya merasakan bahwa pandangan Presiden akan cukup mudah diterima oleh DPR, oleh Baleg khususnya. Karena sudah masuk ke dalam poin-poin (pembahasannya)," lanjut Fahri.

Baca juga: Jokowi Minta Dewan Pengawas KPK Dipilih Presiden, Gerindra Pertimbangkan Tolak Revisi UU KPK

Diberitakan, Presiden Jokowi mengatakan, pemerintah sepakat merevisi UU KPK. Namun, pemerintah tidak menyepakati seluruh draf revisi yang diusulkan DPR RI.

Presiden Joko Widodo menyampaikan keterangan terkait revisi UU KPK di Istana Negara, Jakarta, Jumat (13/9/2019). Presiden menyatakan mendukung sejumlah poin dalam draf revisi UU KPK diantaranya kewenangan menerbitkan SP3, pembentukan Dewan Pengawas KPK dari unsur akademisi atau aktivis anti korupsi yang akan diangkat langsung oleh presiden, ijin penyadapan dari dewan pengawas internal KPK serta status pegawai KPK sebagai aparatur sipil negara. ANTARA FOTO/Akbar Nugroho Gumay/foc.ANTARA FOTO/Akbar Nugroho Gumay Presiden Joko Widodo menyampaikan keterangan terkait revisi UU KPK di Istana Negara, Jakarta, Jumat (13/9/2019). Presiden menyatakan mendukung sejumlah poin dalam draf revisi UU KPK diantaranya kewenangan menerbitkan SP3, pembentukan Dewan Pengawas KPK dari unsur akademisi atau aktivis anti korupsi yang akan diangkat langsung oleh presiden, ijin penyadapan dari dewan pengawas internal KPK serta status pegawai KPK sebagai aparatur sipil negara. ANTARA FOTO/Akbar Nugroho Gumay/foc.
Ada dua poin yang ditolak. Pertama, soal KPK harus berkoordinasi dengan Kejaksaan dalam melakukan penuntutan.

Selain itu, Jokowi juga menolak jika wewenang pengelolaan Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) dilepaskan dari KPK.

Namun ada juga sebagian yang disetujui Jokowi. Misalnya pembentukan dewan pengawas, penyadapan yang harus mendapat izin dewan pengawas hingga kewenangan KPK untuk menghentikan penyidikan suatu kasus.

Baca juga: Pandangan Presiden, Jokowi Setuju KPK Jadi Lembaga Pemerintah

Jokowi menegaskan bahwa UU KPK tidak pernah mengalami perubahan selama 17 tahun sehingga saat ini perlu penyempurnaan. Ia juga mengklaim revisi yang dilakukan untuk menguatkan KPK.

"Saya tidak ada kompromi dalam pemberantasan korupsi karena korupsi musuh kita bersama. Saya ingin KPK punya peran sentral dalam pemberantasan korupsi yang punya kewenangan lebih kuat dibanding lembaga-lembaga lain," kata dia.

Jokowi mengklaim sudah mempelajari masukan dari masyarakat, para pegiat antikorupsi, para dosen dan mahasiswa, dan para tokoh bangsa lainnya.

Baca juga: Presiden Jokowi Setuju KPK Bisa Hentikan Penyidikan, Waktunya 2 Tahun

Ia juga mengaku terbuka apabila pimpinan KPK dan LSM yang sampai saat ini menolak revisi UU ingin bertemu.

"Yang ketemu saya banyak. Kan gampang, tokoh-tokoh kemarin yang berkaitan dengan RUU KPK banyak, mudah, gampang, lewat saja Mensesneg. Kalau sudah menyelesaikan kan diatur waktunya ya," kata dia. 

 

Kompas TV KPK menyatakan Mantan Deputi Penindakan KPK, Irjen Firli Bahuri melakukan pelanggaran etik berat. KPK sebut Firli Bahuri melanggar etik berat berdasarkan tiga peristiwa. Pertama, pertemuan Firli Bahuri dengan Mantan Gubernur NTB, Tuan Guru Bajang atau TGB pada 12 dan 13 Mei 2018. Secara etik, seharusnya Firli Bahuri sebagai Deputi Penindakan KPK tak boleh bertemu dengan TGB karena saat itu KPK tengah menyelidiki dugaan korupsi kepemilikan saham PT Newmont yang melibatkan Pemprov NTB. KPK juga menduga Firli Bahuri melakukan pelanggaran etik berat karena Firli Bahuri pernah menjemput langsung seorang saksi yang bakal diperiksa oleh KPK. Kejadian itu terjadi di lobi KPK pada 8 Agustus 2018. KPK juga mencatat, Firli Bahuri pernah bertemu petinggi Partai Politik di sebuah hotel pada 1 November 2018. Irjen Firli Bahuri pun membantah dan menjelaskan tuduhan dugaan pelanggaran etik berat ini di depan Komisi III DPR saat jalani uji kelayakan dan kepatutan capim KPK. #firlibahuri #pelanggaranetikberat #ketuakpkbaru
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Penetapan Prabowo di KPU: Mesra dengan Anies hingga Malu-malu Titiek Jadi Ibu Negara

Penetapan Prabowo di KPU: Mesra dengan Anies hingga Malu-malu Titiek Jadi Ibu Negara

Nasional
Gibran Bertemu Ma'ruf Amin, Saat Wapres Termuda Sowan ke yang Paling Tua

Gibran Bertemu Ma'ruf Amin, Saat Wapres Termuda Sowan ke yang Paling Tua

Nasional
Anies Dinilai Masih Berpeluang Maju Pilkada Jakarta, Mungkin Diusung Nasdem dan PKB

Anies Dinilai Masih Berpeluang Maju Pilkada Jakarta, Mungkin Diusung Nasdem dan PKB

Nasional
Petuah Jokowi-Ma'ruf ke Prabowo-Gibran, Minta Langsung Kerja Usai Dilantik

Petuah Jokowi-Ma'ruf ke Prabowo-Gibran, Minta Langsung Kerja Usai Dilantik

Nasional
Kejagung Periksa 3 Saksi Terkait Kasus Korupsi Timah, Salah Satunya Pihak ESDM

Kejagung Periksa 3 Saksi Terkait Kasus Korupsi Timah, Salah Satunya Pihak ESDM

Nasional
Tak Dukung Anies Maju Pilkada Jakarta, PKS Dinilai Ogah Jadi “Ban Serep” Lagi

Tak Dukung Anies Maju Pilkada Jakarta, PKS Dinilai Ogah Jadi “Ban Serep” Lagi

Nasional
2 Prajurit Tersambar Petir di Mabes TNI, 1 Meninggal Dunia

2 Prajurit Tersambar Petir di Mabes TNI, 1 Meninggal Dunia

Nasional
Usung Perubahan Saat Pilpres, PKB-Nasdem-PKS Kini Beri Sinyal Bakal Gabung Koalisi Prabowo

Usung Perubahan Saat Pilpres, PKB-Nasdem-PKS Kini Beri Sinyal Bakal Gabung Koalisi Prabowo

Nasional
[POPULER NASIONAL] Anies-Muhaimin Hadir Penetapan Presiden-Wapres Terpilih Prabowo-Gibran | Mooryati Soedibjo Tutup Usia

[POPULER NASIONAL] Anies-Muhaimin Hadir Penetapan Presiden-Wapres Terpilih Prabowo-Gibran | Mooryati Soedibjo Tutup Usia

Nasional
Sejarah Hari Posyandu Nasional 29 April

Sejarah Hari Posyandu Nasional 29 April

Nasional
Tanggal 27 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 27 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Wakil Ketua KPK Dinilai Punya Motif Buruk Laporkan Anggota Dewas

Wakil Ketua KPK Dinilai Punya Motif Buruk Laporkan Anggota Dewas

Nasional
Jokowi Ungkap Kematian akibat Stroke, Jantung dan Kanker di RI Capai Ratusan Ribu Kasus Per Tahun

Jokowi Ungkap Kematian akibat Stroke, Jantung dan Kanker di RI Capai Ratusan Ribu Kasus Per Tahun

Nasional
Temui Jokowi, Prabowo dan Gibran Tinggalkan Istana Setelah 2 Jam

Temui Jokowi, Prabowo dan Gibran Tinggalkan Istana Setelah 2 Jam

Nasional
AJI Nilai Sejumlah Pasal dalam Draf Revisi UU Penyiaran Ancam Kebebasan Pers

AJI Nilai Sejumlah Pasal dalam Draf Revisi UU Penyiaran Ancam Kebebasan Pers

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com