JAKARTA, KOMPAS.com - Penasihat Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Mohammad Tsani, meragukan dipilihnya Irjen Firli Bahuri sebagai ketua KPK berdampak baik bagi pemberantasan korupsi.
Menurut Tsani, dipilihnya Firli Bahuri sebagai ketua KPK periode 2019-2023 berpotensi menjadi alat untuk melindungi kepentingan politik.
Hal itu dikatakan Tsani merespons hasil uji kelayakan dan kepatutan calon pimpinan KPK oleh Komisi III DPR RI yang menetapkan Irjen Firli Bahuri sebagai ketua KPK periode 2019-2023.
"Bayangkan jadi apa negeri ini kalau KPK nanti cuma jadi seolah Mabes Polri Cabang Kuningan. Jadi alat melindungi kepentingan politik, ini sama dengan Orde Baru jilid II," ujar Tsani kepada Kompas.com, Jumat (13/9/2019).
Baca juga: Firli Bahuri, Kontroversi, Petisi hingga Penolakan Pegawai KPK
Irjen Firli Bahuri saat ini masih menjabat sebagai Kapolda Sumatera Selatan. Dia merupakan mantan Deputi Penindakan KPK.
Tsani juga menyatakan siap mundur sebagai penasihat sebelum pimpinan baru komisi antirasuah periode 2019-2023 dilantik.
Ia menambahkan, dirinya bersama pegawai komisi antirasuah lainnya akan terus fokus pada perjuangan antikorupsi hingga masa pimpinan KPK periode 2015-2019 berakhir pada Desember 2019.
"Menuntas perjuangan tersisa dan mundur sebelum pimpinan baru dilantik," kata Tsani.
Komisi III DPR RI menetapkan Irjen Firli Bahuri sebagai Ketua KPK periode 2019-2023. Bahkan, Firli mendapat suara dari seluruh anggota Komisi III, yaitu 56 orang.
Baca juga: Firli Bahuri Dipilih Seluruh Anggota Jadi Ketua KPK, Komisi III Bantah Ada Operasi
Hal tersebut ditetapkan dalam Rapat Pleno Komisi III di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Jumat (13/9/2019) dini hari.
"Berdasarkan diskusi, musyawarah dari seluruh perwakilan fraksi yang hadir menyepakati untuk menjabat Ketua KPK masa bakti 2019-2023 sebagai ketua adalah saudara Firli Bahuri," ujar Ketua Komisi III Aziz Syamsuddin saat memimpin rapat.
KPK bahkan menyatakan bahwa Irjen Firli melakukan pelanggaran etik berat saat menjadi Deputi Penindakan KPK.
Tsani menyatakan, Firli Bahuri melakukan pelanggaran hukum berat berdasarkan kesimpulan musyawarah Dewan Pertimbangan Pegawai KPK.
"Musyawarah itu perlu kami sampaikan hasilnya adalah kami dengan suara bulat menyepakati dipenuhi cukup bukti ada pelanggaran berat," kata Tsani dalam konferensi pers di Gedung Merah Putih KPK, Rabu (11/9/2019).
Baca juga: Pelanggaran Etik Berat Tak Hambat Firli Jadi Ketua KPK
Tsani mengatakan, pelanggaran etik berat yang dilakukan Firli itu berdasarkan pada tiga peristiwa.
Pertama, pertemuan Irjen Firli dengan mantan Gubernur Nusa Tenggara Barat M Zainul Majdi pada 12 dan 13 Mei 2019. Padahal, saat itu KPK sedang menyelidiki dugaan korupsi kepemilikan saham PT Newmont yang melibatkan Pemerintah Provinsi NTB.
Firli tercatat pernah menjadi Kapolda NTB pada 3 Februari 2017 hingga 8 April 2018, sebelum menjadi Deputi Penindakan KPK.
Kedua, Firli melanggar etik saat menjemput langsung seorang saksi yang hendak diperiksa di lobi KPK Pada 8 Agustus 2018.
Ketiga, Fili pernah bertemu petinggi partai politik di sebuah hotel di Jakarta pada 1 November 2018.
Firli mengakui bahwa dia bertemu Zainul Majdi atau akrab disapa Tuan Guru Bajang ( TGB) pada 13 Mei 2018. Namun, ia membantah adanya pembicaraan terkait penanganan kasus.
Firli mengaku sudah sejak lama mengenal TGB. Saat ia masih menjabat sebagai Kapolda NTB, anak TGB yang bernama Aza juga telah akrab dengannya.
Baca juga: Irjen Firli Heran Fotonya Gendong Anak TGB Dipermasalahkan
Kepolisian RI atau Polri menyambut baik dipilihnya Firli sebagai ketua KPK.
Apalagi, menurut Kepala Biro Penerangan Masyarakat Humas Polri Brigen Dedi Prasetyo, Firli dinilai hasil pilihan Komisi III DPR dalam proses yang akuntabel.
"Polri sangat menghargai kemudian memberikan apresiasi kepada anggota legislatif, DPR RI, yang telah melaksanakan proses penentuan capim KPK secara demokratis, kemudian transparan," kata Dedi di Mabes Polri, Jakarta Selatan, Jumat (13/9/2019).
"Publik semua bisa melihat, disiarkan secara live, langsung, secara akuntabel dan sesuai dengan kompetensinya," ujarnya.
Menurut Dedi, saat ini hubungan antara institusi kepolisian dengan KPK sangat solid dalam penegakan hukum terkait kasus korupsi.
"Tentunya saat ini memang hubungan antara Polri dan KPK sudah sangat solid, dalam hal penegakan hukum terhadap pemberantasan korupsi, juga hubungan sangat baik sekali," ujarnya.
"Dari mulai proses-proses penangkapan, penyitaan, penggeledahan, kemudian kegiatan-kegiatan yang sifatnya supervisi terhadap kasus-kasus korupsi yang ditangani Polri, sangat baik hubungannya dengan KPK," kata dia.
Baca juga: Kapolda Sumsel Irjen Firli Terpilih Jadi Ketua KPK, Ini Kata Polri
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.