JAKARTA, KOMPAS.com - Anggota Panitia Seleksi Calon Pimpinan KPK 2019-2023 Hendardi menilai, tindakan Wakil Ketua KPK Saut Situmorang dan Dewan Penasihat KPK Mohammad Tsani Annafari yang menggelar konferensi pers dan menyatakan Irjen (Pol) Firli melakukan pelanggaran etik berat adalah pembunuhan karakter.
Menurut Hendardi, Saut dan juga Tsani sudah berpolitik.
"Saya melihatnya tindakan ini sebagai upaya membunuh karakter seseorang," kata Hendardi saat dihubungi, Kamis (12/9/2019).
Baca juga: Firli Nilai KPK Harus Bertanggung Jawab ke Presiden
Menurut Hendardi, Pansel Capim KPK sudah pernah bertanya ke lembaga superbody tersebut mengenai prosedur pengambilan keputusan terkait pelanggaran kode etik.
"Kami tanya pengawasan internal KPK. Prosedurnya kalau ada internal KPK diduga bersalah harus sampai sidang. Yang menyidangkan itu Komisioner KPK, Wadah Pegawai dan Pengawasan Internal. Itu tak pernah terjadi pada Firli, karena dia keburu ditarik Kapolri untuk bertugas ke Sumsel," ujar Hendardi.
Karena tidak pernah ada sidang dugaan pelanggaran etik tersebut, kata Hendardi, Saut dan Tsani tidak boleh menyimpulkan Firli telah bersalah melanggar etik.
Baca juga: Pansel Capim KPK Pertanyakan Pengumuman Pelanggaran Kode Etik Irjen Firli
Hendardi menekankan, pernyataannya ini murni dilontarkan karena prihatin ada pejabat KPK yang bermain politik.
"Saya tidak punya kepentingan apa-apa di sini. Tapi kalau seperti itu berarti sudah berpolitik, antara lain, membunuh karakter seseorang," ujar Direktur Setara Institute ini.
Soal dugaan pelanggaran etik Firli saat bertemu Tuan Guru Bajang, Hendardi mengatakan, semua sudah dikonfirmasi ke jenderal bintang dua tersebut. Pertanyaan serupa juga sudah ditujukan kepada Firli saat tahap seleksi wawancara dan uji publik.
Baca juga: Pansel Sudah Cek soal Firli ke KPK, Tak Temukan Pelanggaran Etik
Hendardi menyayangkan Saut cs telah melakukan pembunuhan karakter pada Firli yang sedang menjalani uji kelayakan dan kepatutan di DPR. Padahal, menurut Hendardi, Firli termasuk salah satu capim KPK yang mumpuni.
"Dalam (penilaian) tiap tahap seleksi, dia tidak pernah keluar dari (peringkat) 5 besar," ungkap Hendardi.
"Musyawarah itu perlu kami sampaikan hasilnya adalah kami dengan suara bulat menyepakati dipenuhi cukup bukti ada pelanggaran berat," kata Tsani dalam konferensi pers di Gedung Merah Putih KPK, Rabu (11/9/2019).
Baca juga: Pertemuan Irjen Firli dan TGB yang Berujung Pelanggaran Etik...
Tsani mengatakan, pelanggaran etik berat yang dilakukan Firli itu berdasarkan tiga peristiwa.
Peristiwa pertama, pertemuan Firli dengan mantan Gubernur Nusa Tenggara Barat Tuang Guru Bajang (TGB) di NTB pada 12 dan 13 Mei 2018 lalu.
Kemudian, KPK mencatat Firli pernah menjemput langsung seorang saksi yang hendak diperiksa di lobi KPK pada 8 Agustus 2018.
Setelah itu, KPK mencatat Firli pernah bertemu dengan petinggi partai politik di sebuah hotel di Jakarta pada 1 November 2018.
Namun, Komisioner KPK Alexander Marwata, mengaku tak tahu soal konferensi pers itu.
Baca juga: Alexander: 3 Pimpinan KPK Ingin Kasus Pelanggaran Etik Firli Ditutup
Menurut dia, dua pimpinan KPK pun tak tahu, yakni Basaria Panjaitan dan Agus Rahardjo.
Alexander mengaku baru mengetahui konferensi pers itu dari pemberitaan di media massa yang dikirimkan oleh Basaria melalui pesan singkat.
Menurut dia, dua pimpinan KPK pun tak tahu, yakni Basaria Panjaitan dan Agus Rahardjo.
Alexander mengaku baru mengetahui konferensi pers itu dari pemberitaan di media massa yang dikirimkan oleh Basaria melalui pesan singkat.