Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Saat Habibie Analogikan Diri Nahkoda, Kendalikan Indonesia yang Nyaris Karam

Kompas.com - 12/09/2019, 17:02 WIB
Ambaranie Nadia Kemala Movanita ,
Bayu Galih

Tim Redaksi


JAKARTA, KOMPAS.com – Sosok Presiden ketiga Republik Indonesia, Bacharuddin Jusuf Habibie, membekas dalam kenangan Joseph Osdar, wartawan senior Kompas.

Osdar merupakan wartawan istana di enam pemerintahan, sehingga paham betul karakteristik masing-masing presiden RI.

BJ Habibie, kata Osdar, mengalami masa sulit sebagai presiden di masa transisi dari Orde Baru menuju reformasi.

Pada hari itu, saat baru dilantik sebagai presiden, BJ Habibie mengundang wartawan yang sehari-hari meliput pemberitaan Istana Kepresidenan untuk ngobrol-ngobrol.

Baca juga: KPK: Habibie Membangun Fondasi Pemberantasan Korupsi di Indonesia

Saat itu, selain Osdar, hadir pula beberapa pemimpin media saat itu antara lain Dahlan Iskan dari Jawa Pos dan Sabam Siagian dari Jakarta Post sebagai tamu undangan Presiden.

"Waktu itu beliau hanya ingin mendengar, tidak mau bicara banyak," ujar Osdar sebagaimana dikutip dari tayangan Kompas TV, Rabu (11/8/2019).

Meski tak banyak yang disampaikan Habibie, namun kata-katanya hari itu terus membekas di benak Osdar.

Bacharuddin Jusuf Habibie, kata Osdar, menganggap dirinya sebagai nahkoda yang tengah berjuang mengendalikan Indonesia yang dia ibaratkan sebagai kapal.

"Tugas beliau menggambarkan dirinya, jika Indonesia sebagai kapal, beliau adalah nahkoda, pertama adalah supaya tidak tenggelam kapal ini, supaya tidak karam," kata Osdar.

Baca juga: Erick Thohir Kenang Habibie sebagai Bapak yang Buka Kebebasan Pers

Osdar mengatakan, Habibie menyadari posisinya saat itu serba tidak enak. Ia harus memperbaiki beberapa kekacauan yang membuat Indonesia saat itu nyaris “karam”.

"Bahkan beliau katakan saat itu Indonesia sedang menuju karam. Itu tugas beliau," kata Osdar.

Selain itu, Osdar menganggap Habibie punya jasa besar bagi insan pers Indonesia. Di masa pemerintahan Soeharto, hidup lembaga pers bagai dalam cengkraman.

Tindak tanduknya diawasi. Tak sedikit media dibredel, termasuk Harian Kompas.

Baca juga: Ilham Habibie: Sampai Jumpa di Akhirat Bapak Tercinta...

Harian Kompas sempat dibredel selama dua pekan karena memberitakan aksi demonstrasi yang dianggap makar hingga pemberitaan soal korupsi, kolusi, dan nepotisme yang saat itu kental terasa.

"Habibie ada di langkah pertama Indonesia masuk ke masa reformasi. Langkah pertama itu yang tak dilupakan insan pers," kata Osdar

Habibie pun melepas belenggu tersebut dengan menghapuskan Surat Izin Usaha Penerbitan. Di era Soeharto, setiap media pers harus mengantongi surat ijin terbit yang berbentuk SIUP.

"Tiba-tiba Pak Habibie begitu masuk ke pemerintahan, Itu dihapuskan yang namanya SIUP. Kontrol pemerintah kepada pers saat itu hilang sama sekali," kata Osdar.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Sejarah Hari Bhakti Pemasyarakatan 27 April

Sejarah Hari Bhakti Pemasyarakatan 27 April

Nasional
Tanggal 26 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 26 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Golkar Ungkap Faktor Keadilan Jadi Rumusan Prabowo Bentuk Komposisi Kabinet

Golkar Ungkap Faktor Keadilan Jadi Rumusan Prabowo Bentuk Komposisi Kabinet

Nasional
Soal Gugatan PDI-P ke PTUN, Pakar Angkat Contoh Kasus Mulan Jameela

Soal Gugatan PDI-P ke PTUN, Pakar Angkat Contoh Kasus Mulan Jameela

Nasional
Prabowo: Kami Akan Komunikasi dengan Semua Unsur untuk Bangun Koalisi Kuat

Prabowo: Kami Akan Komunikasi dengan Semua Unsur untuk Bangun Koalisi Kuat

Nasional
PDI-P Minta Penetapan Prabowo-Gibran Ditunda, KPU: Pasca-MK Tak Ada Pengadilan Lagi

PDI-P Minta Penetapan Prabowo-Gibran Ditunda, KPU: Pasca-MK Tak Ada Pengadilan Lagi

Nasional
Sedang di Yogyakarta, Ganjar Belum Terima Undangan Penetapan Prabowo-Gibran dari KPU

Sedang di Yogyakarta, Ganjar Belum Terima Undangan Penetapan Prabowo-Gibran dari KPU

Nasional
Pakar Nilai Gugatan PDI-P ke PTUN Sulit Dikabulkan, Ini Alasannya

Pakar Nilai Gugatan PDI-P ke PTUN Sulit Dikabulkan, Ini Alasannya

Nasional
Airlangga Klaim Pasar Respons Positif Putusan MK, Investor Dapat Kepastian

Airlangga Klaim Pasar Respons Positif Putusan MK, Investor Dapat Kepastian

Nasional
PDI-P Sebut Proses di PTUN Berjalan, Airlangga Ingatkan Putusan MK Final dan Mengikat

PDI-P Sebut Proses di PTUN Berjalan, Airlangga Ingatkan Putusan MK Final dan Mengikat

Nasional
Golkar Belum Mau Bahas Jatah Menteri, Airlangga: Tunggu Penetapan KPU

Golkar Belum Mau Bahas Jatah Menteri, Airlangga: Tunggu Penetapan KPU

Nasional
Prabowo: Kami Berhasil di MK, Sekarang Saatnya Kita Bersatu Kembali

Prabowo: Kami Berhasil di MK, Sekarang Saatnya Kita Bersatu Kembali

Nasional
Kepala BNPT: Waspada Perkembangan Ideologi di Bawah Permukaan

Kepala BNPT: Waspada Perkembangan Ideologi di Bawah Permukaan

Nasional
KPK Dalami 2 LHKPN yang Laporkan Kepemilikan Aset Kripto, Nilainya Miliaran Rupiah

KPK Dalami 2 LHKPN yang Laporkan Kepemilikan Aset Kripto, Nilainya Miliaran Rupiah

Nasional
Pertamina dan Polri Jalin Kerja Sama dalam Publikasi untuk Edukasi Masyarakat

Pertamina dan Polri Jalin Kerja Sama dalam Publikasi untuk Edukasi Masyarakat

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com