Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Saat Voting Pimpinan KPK dalam Menetapkan Tersangka Dipertanyakan...

Kompas.com - 12/09/2019, 15:54 WIB
Haryanti Puspa Sari,
Fabian Januarius Kuwado

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Dua anggota Komisi III DPR RI bertanya kepada salah satu capim KPK Alexander Marwata soal mekanisme penetapan tersangka KPK.

Pertanyaan tersebut diajukan dalam fit and proper test di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (12/9/2019).

Wakil rakyat pertama yang bertanya, yakni perwakilan Fraksi Partai Demokrat Mulyadi.

Mulyadi menanyakan pendapat Alexander soal penetapan tersangka di KPK berdasarkan voting dari para pimpinan KPK.

Baca juga: Alexander Marwata Sebut Pengumuman Pelanggaran Etik Irjen Firli Tidak Sah

Seiring dengan pertanyaan itu, ia sekaligus mengungkapkan keheranannya, mengapa penetapan tersangka didasarkan voting pimpinan. Padahal, semestinya penetapan tersangka didasarkan pada kecukupan dan kelengkapan bukti.

"Bagi kami, tidak masuk akal mentersangkakan melalui proses voting. Bukankah mengacu pada alat bukti atau fakta hukum? Kalau ini terjadi ini, berbahaya sekali," kata Mulyadi.

Perwakilan Fraksi Nasdem Taufiqulhadi adalah wakil rakyat kedua yang juga menanyakan topik tersebut.

Lantas, apa jawaban Alexander?

Baca juga: Ketua DPR Setuju Komisi III Kunci Capim KPK

Pria yang hingga kini masih menjabat sebagai Komisioner KPK itu mengakui bahwa memang ada penetapan tersangka pelaku korupsi melalui voting pimpinan KPK.

Ia menekankan, penetapan seseorang sebagai tersangka memang harus selalu diputuskan oleh seluruh (lima) pimpinan KPK.

Berkaca pada periode kepemimpinannya, namun apabila ada salah satu pimpinan yang tidak sepakat, maka pimpinan yang tidak sepakat itu harus tetap memberikan catatan kepada penyidik untuk didalami selanjutnya.

"Keputusan menaikkan tersangka itu selalu diputuskan oleh kami berlima, meskipun (misalnya) saya dissenting, saya beri catatan. Nanti didalami dalam proses penyidikan. (Ditandatangani) tetap berlima," kata Alexander.

"Dan itu mungkin buat penyidik akan menjadi acuan, kira-kira apa yang didalami, akan lebih fokus apa yang didalami," lanjut dia.

Baca juga: Alexander: 3 Pimpinan KPK Ingin Kasus Pelanggaran Etik Firli Ditutup

Alexander mengatakan, selama ini, ia setidaknya pernah tiga kali berbeda pendapat dengan komisioner KPK lainnya soal penetapan tersangka.

Ia pun menyertakan catatan apa yang menurutnya mesti didalami kembali oleh penyidik agar tindak pidana korupsi benar-benar firm.

"Voting penetapan tersangka itu tidak banyak Pak. Saya bikin tiga kali catatan khusus. Kenapa saya belum yakin alat buktinya cukup? Itu catatan cukup panjang," lanjut dia.

 

Kompas TV Kritik datang dari Wakil Ketua KPK Laode M Syarif terhadap capim KPK Nawawi Pomolango. Keberatan disampaikan Laode terkait pernyataan Nawawi saat menjalani uji kelayakan dan kepatutan. Nawawi menyebut KPK hanya mengutamakan penindakan dibandingkan pencegahan. #KPK #LaodeMSyarif #NawawiPomolango
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Serangan Balik KPU dalam Sidang Sengketa Pilpres di MK...

Serangan Balik KPU dalam Sidang Sengketa Pilpres di MK...

Nasional
Soal Flu Singapura, Menkes: Ada Varian Baru Tapi Tidak Mematikan Seperti Flu Burung

Soal Flu Singapura, Menkes: Ada Varian Baru Tapi Tidak Mematikan Seperti Flu Burung

Nasional
Kasus yang Jerat Suami Sandra Dewi Timbulkan Kerugian Rp 271 Triliun, Bagaimana Hitungannya?

Kasus yang Jerat Suami Sandra Dewi Timbulkan Kerugian Rp 271 Triliun, Bagaimana Hitungannya?

Nasional
Menkes Minta Warga Tak Panik DBD Meningkat, Kapasitas RS Masih Cukup

Menkes Minta Warga Tak Panik DBD Meningkat, Kapasitas RS Masih Cukup

Nasional
Kursi Demokrat di DPR Turun, AHY: Situasi di Pemilu 2024 Tidak Mudah

Kursi Demokrat di DPR Turun, AHY: Situasi di Pemilu 2024 Tidak Mudah

Nasional
Serba-serbi Pembelaan Kubu Prabowo-Gibran dalam Sidang Sengketa Pilpres di MK

Serba-serbi Pembelaan Kubu Prabowo-Gibran dalam Sidang Sengketa Pilpres di MK

Nasional
Kecerdasan Buatan Jadi Teman dan Musuh bagi Industri Media

Kecerdasan Buatan Jadi Teman dan Musuh bagi Industri Media

Nasional
Saat Sengketa Pilpres di MK Jadi Panggung bagi Anak Yusril, Otto, Maqdir, dan Henry Yoso...

Saat Sengketa Pilpres di MK Jadi Panggung bagi Anak Yusril, Otto, Maqdir, dan Henry Yoso...

Nasional
Pemerintah Kembali Banding di WTO, Jokowi: Saya Yakin Kita Mungkin Kalah Lagi, tapi...

Pemerintah Kembali Banding di WTO, Jokowi: Saya Yakin Kita Mungkin Kalah Lagi, tapi...

Nasional
Menteri ESDM Pastikan Divestasi Saham PT Freeport Akan Sepaket dengan Perpanjangan Kontrak Hingga 2061

Menteri ESDM Pastikan Divestasi Saham PT Freeport Akan Sepaket dengan Perpanjangan Kontrak Hingga 2061

Nasional
Kata Bahlil Usai Terseret dalam Sidang MK Imbas Dampingi Gibran Kampanye di Papua

Kata Bahlil Usai Terseret dalam Sidang MK Imbas Dampingi Gibran Kampanye di Papua

Nasional
[POPULER NASIONAL] Gugatan Anies dan Ganjar Tak Mustahil Dikabulkan | Harvey Moeis Tersangka Korupsi

[POPULER NASIONAL] Gugatan Anies dan Ganjar Tak Mustahil Dikabulkan | Harvey Moeis Tersangka Korupsi

Nasional
Jaksa KPK Diduga Peras Saksi Rp 3 Miliar

Jaksa KPK Diduga Peras Saksi Rp 3 Miliar

Nasional
Soal Perpanjangan Kontrak Shin Tae-yong, Menpora: Prinsipnya Kami Ikuti PSSI

Soal Perpanjangan Kontrak Shin Tae-yong, Menpora: Prinsipnya Kami Ikuti PSSI

Nasional
Soal Potensi Jadi Ketum Golkar, Bahlil: Belum, Kita Lihat Saja Prosesnya

Soal Potensi Jadi Ketum Golkar, Bahlil: Belum, Kita Lihat Saja Prosesnya

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com