JAKARTA, KOMPAS.com - Komisi III DPR akan kembali menggelar uji kepatutan dan kelayakan atau fit and proper test terhadap lima calon pimpinan (capim) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Lima calon tersebut adalah Alexander Marwata, Johanis Tanak, Luthfi Jayadi Kurniawan, Firli Bahuri dan Roby Arya
Menurut jadwal proses wawancara dilakukan pada kamis (12/9/2019) sejak pukul 10.00 WIB.
Lima calon lainnya telah menjalani proses wawancara pada Rabu (11/9/2019), yaitu Nawawi Pomolango, Lili Pintouli Siregar, Sigit Danang Joyo, Nurul Ghufron dan I Nyoman Wara.
Setelah fit and proper test, Komisi III akan memilih lima capim KPK periode 2019-2023.
Baca juga: Saat Kekayaan Capim KPK Ini Rp 700 Juta Berubah Jadi Rp 70 Juta...
Sebelumnya, seluruh capim KPK tersebut telah menjalani proses pembuatan makalah terkait isu pemberantasan korupsi.
Hasil makalah dari masing-masing capim akan menjadi bahan bagi Komisi III dalam proses wawancara.
Proses seleksi capim KPK periode 2019-2023 menuai sorotan dari masyarakat karena sejumlah persoalan.
Sejak awal, sejumlah pihak meragukan capim KPK yang dihasilkan merupakan calon terbaik karena sejumlah anggota Panitia Seleksi Capim KPK dinilai memiliki konflik kepentingan.
Dugaan konflik kepentingan itu pernah dipaparkan oleh Ketua Umum YLBHI Asfinawati.
Asfinawati menjelaskan, setidaknya ada tiga anggota Pansel yang diduga berisiko memiliki konflik kepentingan.
Mereka adalah Ketua Setara Institute Hendardi; Guru Besar Universitas Krisnadwipayana Indriyanto Seno Adji; dan Pakar Tindak Pidana Pencucian Uang Universitas Trisakti Yenti Garnasih.
"Pertama Bapak Indriyanto Seno Adji dan Bapak Hendardi, dalam pernyataan kepada publik yang sudah tersiar Bapak Hendardi mengakui bahwa dia penasihat ahli dari Kapolri bersama Bapak Indriyanto Seno Adji. Sedangkan Ibu Yenti Garnasih pernah tercatat juga tenaga ahli Bareskrim dan Kalemdikpol. Tentu saja hal ini perlu ditelusuri Presiden dan oleh anggota Pansel lain," kata Asfinawati.
Baca juga: Capim KPK Ini Setuju Ada Dewan Pengawas di KPK, Asalkan
Sorotan lain adalah capim KPK yang diloloskan dianggap memiliki rekam jejak yang bermasalah. Sejak awal misalnya, Pansel Capim KPK meloloskan capim KPK yang tak rutin melaporkan harta kekayaan atau LHKPN.
Selain itu, ada juga capim KPK yang diketahui pernah melakukan pelanggaran etik, namun tetap diloloskan.
Proses di DPR juga menuai polemik. Sebab, Komisi III DPR meminta para capim menandatangani visi dan misi yang disampaikan dalam surat bermeterai.
Hal ini dianggap menyebabkan capim KPK tersandera oleh DPR. Independensi para capim KPK pun terancam.
Selain itu, DPR juga dianggap melakukan deal politik dengan capim KPK melalui surat bermeterai.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.