Yati Andriyani tak mengelak bahwa pernyataan Munir sangat menginspirasinya untuk menyuarakan pembelaannya atas pelanggaran HAM.
"Itu menginspirasi saya. Itu yang buka mata hati saya. Oh, ternyata benar ada yang diculik," kata dia.
Dari situ pula, Yati bertekad untuk bergabung dengan Kontras sebagai relawan pada tahun-tahun berikutnya, tepatnya pada 2002.
Oleh Munir, dia dipercaya memantau persidangan di Pengadilan HAM tentang kasus Timor Leste. Padahal, saat itu Munir sudah tidak lagi di Kontras.
"Munir memberikan petunjuk, penjelasan untuk bagaimana memantau dan tetap aman dalam pemantauan. Karena persidangan saat itu jadi polemik, banyak sekali tentara, polisi di ruang persidangan," tutur Yati.
Baca juga: Koordinator Kontras Mengenang Inspirasi dan Pertemuan Terakhir dengan Munir...
Yati mengaku tidak memiliki banyak kenangan personal akan sosok Munir. Namun, meninggalnya Munir kembali membuat perubahan dalam dirinya.
Munir tutup usia pada 7 September 2004 di atas pesawat Garuda Indonesia. Saat itu, Cak Munir dalam perjalanan menuju Amsterdam, dan sempat transit di Singapura. Suami Suciwati itu hendak melanjutkan studinya di Belanda.
Fakta kemudian terungkap, Munir dibunuh dengan cara diracun. Ada senyawa arsenik ditemukan di dalam tubuhnya. Senyawa arsenik itu terbenam dalam dosis besar, cukup untuk membunuh dua gajah.
Meninggalnya Munir akibat diracun juga memiliki dampak besar dalam kehidupan Yati.
Bagaimana tidak, menurut Yati, Munir adalah sosok yang membuka mata hatinya atas permasalahan HAM di negeri ini.
Baca juga: Meninggalnya Munir Membuat Yati Andriyani Bertekad Perjuangkan HAM...
Munir tidak hanya menjadi inspirasi seorang Yati Andriyani untuk menegakkan hak asasi manusia. Bagi Yati, yang diperjuangkan Munir itu merupakan prinsip yang patut dilanjutkan.
Tekad Yati untuk memperjuangkan HAM semakin besar. Dia tahu bahwa perjuangan itu memiliki risiko yang sangat besar, termasuk yang dialami Munir. Namun, dia memilih untuk mengambil risiko itu.
Yati Andriyani memutuskan tak lagi menjadi relawan, tapi bergabung dengan Kontras pada 2004.
"Ketika Munir meninggal, itu membulatkan keputusan, saya akan secara penuh terikat dengan Kontras. Pembunuhan Munir membuat saya meyakini bahwa negara ini masih ada di bawah bayang-bayang kekerasan, di bawah ancaman kegelapan," kata dia.
Hingga saat ini banyak orang yang percaya bahwa dalang atau auktor intelektualis pembunuhan Munir masih bebas dari jeratan hukum.
Setelah 15 tahun, para aktivis HAM termasuk Yati Andriyani, terus menagih pengungkapan kasus ini seterang-terangnya.
Tujuh Kapolri berlalu, dari Jenderal Da'i Bachtiar hingga Jenderal Tito Karnavian, dan semuanya gagal mengungkap kasus ini. Sejumlah fakta dianggap masih terselubung kegelapan.