Sementara itu, Direktur Pusat Studi Konstitusi Universitas Andalas, Feri Amsari menilai, rencana Komisi III DPR tersebut melanggar Undang-undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang KPK.
Sebab, UU KPK mengamanatkan pimpinan lembaga antirasuah itu harus independen, bebas dari pengaruh atau kepentingan.
"DPR melanggar Undang-undang KPK yang menjamin bahwa pimpinan KPK harus independen dan tidak terikat kepentingan apa pun," kata Feri.
Menurut pakar hukum tata negara itu, surat itu seperti semacam kontrak yang menyandera calon pimpinan KPK sejak awal. Ia melihat rencana ini sarat kepentingan di DPR.
Baca juga: Capim KPK Tanda Tangan Surat Bermeterai, ICW Nilai DPR Lakukan Deal Politik
"Kontrak itu 'menyandera' pimpinan KPK sedari awal. Sepertinya DPR betul-betul berencana merusak seluruh hal di KPK, baik pimpinan maupun kewenangannya melalui revisi UU KPK," ujar dia.
Ia mengingatkan, apabila surat itu ditandatangani oleh calon pimpinan KPK, surat itu tidak akan mengikat secara hukum.
"Karena terpilihnya seseorang jadi pimpinan KPK sesungguhnya telah diatur di Undang-undang tentang KPK. Kontrak yang menentang undang-undang tidak ada nilainya," kata Feri menegaskan.
Baca juga: Surat Pernyataan Bermeterai untuk Capim KPK Dinilai Tak Perlu
Adapun tahapan wawancara dalam fit and proper test capim KPK rencananya akan dimulai pada Rabu (11/10/2019) hari ini.
Sebelumnya, seluruh capim KPK tersebut telah menjalani proses pembuatan makalah terkait isu pemberantasan korupsi.
Hasil makalah dari masing-masing capim akan menjadi bahan bagi Komisi III dalam proses wawancara.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.