Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Soal Revisi UU KPK, Peneliti Senior LIPI: DPR Kartel Politik

Kompas.com - 10/09/2019, 15:33 WIB
Deti Mega Purnamasari,
Diamanty Meiliana

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com — Peneliti Senior LIPI Syamsuddin Haris menyebutkan, pengesahan revisi Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi oleh DPR menunjukkan bahwa DPR adalah kartel politik.

Hal tersebut disampaikan Syamsuddin saat konferensi pers sivitas LIPI yang menolak revisi UU KPK tersebut di kantor LIPI, Jalan Gatot Subroto, Jakarta Selatan, Selasa (10/9/2019).

"Pengesahan revisi UU KPK sebagai usul inisiatif DPR menunjukkan dengan jelas bahwa DPR kita sudah menjadi semacam kartel politik yang mengancam demokrasi dan masa depan bangsa," ujar Syamsuddin.

Baca juga: Desak Jokowi, Sivitas LIPI Tolak Revisi UU KPK

Profesor di bidang politik ini menjelaskan, politik kartel diikat oleh kepentingan jangka pendek yang sama.

Dalam konteks DPR saat ini, kata dia, kepentingan jangka pendek yang sama itu adalah untuk mencari sesuap berlian.

Tak heran jika dia melihat revisi UU KPK ini telah membuka mata hati publik sekaligus juga menelanjangi wajah asli partai politik yang ada di legislatif.

"Saya melihat revisi UU KPK yang diusulkan DPR ini justru membuka mata hati publik di satu pihak dan menelanjangi wajah asli parpol kita di legislatif," kata dia.

Baca juga: Tokoh Lintas Agama Ajak Masyarakat Tolak Revisi UU KPK

Menurut Syamsuddin, komitmen para anggota legislatif termasuk partai-partai politiknya untuk menegakkan hukum omong kosong.

"Ternyata itu hanya pidato belaka, bisa dikatakan itu sesuatu yg bullshit, omong kosong," ucap dia.

Diketahui, DPR telah secara resmi mengesahkan revisi UU KPK dalam rapat paripurna pada 5 September 2019.

Sebagai reaksi, sivitas LIPI menyatakan menolak revisi UU tersebut dengan menandatangani penolakan.

Baca juga: Sertifikat Bercandaan untuk Parpol Pendukung Revisi UU KPK

Adapun berdasarkan draf yang disusun Badan Legislasi (Baleg) DPR, ada beberapa poin dalam UU tersebut yang direvisi.

Pertama, mengenai kedudukan KPK disepakati berada pada cabang eksekutif atau pemerintahan yang dalam menjalankan tugas dan kewenangannya bersifat independen. 

Pegawai KPK ke depan juga akan berstatus aparatur sipil negara yang tunduk pada UU ASN.

Sementara itu, status KPK selama ini sebagai lembaga ad hoc independen yang bukan bagian dari pemerintah.

Kedua, kewenangan penyadapan oleh KPK baru dapat dilakukan setelah mendapat izin dari dewan pengawas.

Baca juga: Kelompok Pendukung dan Penolak Revisi UU KPK Gelar Unjuk Rasa di DPR

Ketiga, penegasan KPK sebagai bagian tidak terpisahkan dari sistem peradilan pidana terpadu sehingga diwajibkan bersinergi dengan lembaga penegak hukum lain.

Keempat, tugas KPK di bidang pencegahan akan ditingkatkan sehingga setiap instansi, kementerian, dan lembaga wajib menyelenggarakan pengelolaan laporan harta kekayaan terhadap penyelenggaraan negara sebelum dan sesudah berakhir masa jabatan.

Kelima, pembentukan dewan pengawas KPK berjumlah lima orang yang bertugas mengawasi KPK.

Keenam, kewenangan KPK untuk menghentikan penyidikan dan penuntutan perkara korupsi yang tidak selesai dalam jangka waktu satu tahun atau SP3.

Penghentian itu harus dilaporkan kepada dewan pengawas dan diumumkan ke publik.

Kompas TV Ketua umum partai Golkar Airlangga Hartarto membantah partainya menjadi inisiator revisi undang-undang KPK yang kini tengah bergulir.<br /> <br /> Airlangga juga membantah isu yang beredar bahwa dirinya bertemu dengan ketua umum PDIP Megawati Soekarno Putri spesifik membicarakan revisi itu.<br /> <br /> Bantahan ini disampaikan Airlangga saat menyambangi gedung parlemen di Senayan, Jakarta (10/9). Namun Airlangga membenarkan ada anggota fraksi Golkar yang menjadi inisiator revisi undang-undang KPK, namun ia tak menjawab dengan gamblang ketika ditanyai apakah hal itu merupakan sikap resmi partai Golkar.<br /> <br /> Sebelumnya, kamis (5/9), semua fraksi di DPR menyetujui revisi terhadap undang-undang nomor 20 tahun 2002 tentang KPK. Sejumlah anggota DPR mengklaim revisi tersebut bukan untuk melemahkan KPK. #Golkar #RevisiUUKPK #KPK
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Jokowi Ungkap Kematian akibat Stroke, Jantung dan Kanker di RI Capai Ratusan Ribu Kasus Per Tahun

Jokowi Ungkap Kematian akibat Stroke, Jantung dan Kanker di RI Capai Ratusan Ribu Kasus Per Tahun

Nasional
Temui Jokowi, Prabowo dan Gibran Tinggalkan Istana Setelah 2 Jam

Temui Jokowi, Prabowo dan Gibran Tinggalkan Istana Setelah 2 Jam

Nasional
AJI Nilai Sejumlah Pasal dalam Draf Revisi UU Penyiaran Ancam Kebebasan Pers

AJI Nilai Sejumlah Pasal dalam Draf Revisi UU Penyiaran Ancam Kebebasan Pers

Nasional
Ketua KPK Sebut Langkah Nurul Ghufron Laporkan Anggota Dewas Sikap Pribadi

Ketua KPK Sebut Langkah Nurul Ghufron Laporkan Anggota Dewas Sikap Pribadi

Nasional
Daftar Hari Besar Nasional dan Internasional Mei 2024

Daftar Hari Besar Nasional dan Internasional Mei 2024

Nasional
AHY Wanti-wanti Pembentukan Koalisi Jangan Hanya Besar Namun Keropos

AHY Wanti-wanti Pembentukan Koalisi Jangan Hanya Besar Namun Keropos

Nasional
Prabowo Presiden Terpilih, AHY: Kami Imbau Semua Terima Hasil, Semangat Rekonsiliasi

Prabowo Presiden Terpilih, AHY: Kami Imbau Semua Terima Hasil, Semangat Rekonsiliasi

Nasional
Prabowo: Jangan Jadi Pemimpin kalau Tak Kuat Diserang, Duduk di Rumah Nonton TV Saja

Prabowo: Jangan Jadi Pemimpin kalau Tak Kuat Diserang, Duduk di Rumah Nonton TV Saja

Nasional
Dewas Akan Sidangkan Dugaan Pelanggaran Etik Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron 2 Mei

Dewas Akan Sidangkan Dugaan Pelanggaran Etik Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron 2 Mei

Nasional
Prabowo-Gibran Tiba di Istana untuk Bertemu Jokowi

Prabowo-Gibran Tiba di Istana untuk Bertemu Jokowi

Nasional
AHY Sebut Lahan 2.086 Hektare di IKN Belum 'Clear', Masih Dihuni Warga

AHY Sebut Lahan 2.086 Hektare di IKN Belum "Clear", Masih Dihuni Warga

Nasional
Tak Persoalkan PKB Ingin Kerja Sama dengan Prabowo, PKS: Kita Enggak Jauh-jauh

Tak Persoalkan PKB Ingin Kerja Sama dengan Prabowo, PKS: Kita Enggak Jauh-jauh

Nasional
Bapanas Prediksi Harga Bawang Merah Normal 30-40 Hari ke Depan

Bapanas Prediksi Harga Bawang Merah Normal 30-40 Hari ke Depan

Nasional
PKS Jajaki Komunikasi dengan Prabowo

PKS Jajaki Komunikasi dengan Prabowo

Nasional
Dewas Harap Wakil Ketua KPK Laporkan Albertina Ho Bukan karena Sedang Tersangkut Kasus Etik

Dewas Harap Wakil Ketua KPK Laporkan Albertina Ho Bukan karena Sedang Tersangkut Kasus Etik

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com