Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Novanto Tak Ajukan Banding, Jaksa Duga Hindari Tambahan Hukuman

Kompas.com - 10/09/2019, 12:25 WIB
Dylan Aprialdo Rachman,
Krisiandi

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyayangkan terpidana kasus korupsi Setya Novanto tak menempuh langkah banding atau kasasi atas vonis 15 tahun penjara oleh majelis hakim pada Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta.

Hal itu dipaparkan jaksa KPK Ahmad Burhanuddin saat membacakan tanggapan KPK atas permohonan Peninjauan Kembali (PK) Novanto di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Selasa (10/9/2019).

"Sangat disayangkan, Pemohon PK tidak menggunakan haknya dengan menyatakan menerima putusan tingkat pertama. Tidak dipergunakannya hak tersebut baik banding dan kasasi merupakan siasat Pemohon PK untuk menghindari putusan pemidanaan yang lebih tinggi," kata jaksa Burhanuddin.

Baca juga: KPK Siap Hadapi PK yang Diajukan Setya Novanto dalam Kasus E-KTP

Novanto sebelumnya dinyatakan terbukti bersalah melakukan tindak pidana korupsi dalam pengadaan Kartu Tanda Penduduk berbasis elektronik atau e-KTP.

Ia juga dijatuhi denda Rp 500 juta subsider tiga bulan kurungan serta pembayaran uang pengganti 7,3 juta dollar AS dikurangi Rp 5 miliar yang telah dititipkan kepada penyidik.

Saat itu, Novanto menerima sepenuhnya putusan tersebut dengan alasan lelah dan ingin merenung.

Jaksa meyakini Novanto sebenarnya sudah memahami dengan baik atas vonis yang dijatuhkan majelis hakim saat itu, sehingga menerima vonis tersebut.

Menurut jaksa, seharusnya Novanto bisa menempuh langkah banding atau kasasi, jika merasa tidak puas atas putusan sebelumnya.

Jaksa pun menyinggung suatu putusan PK pihak lain yang pada intinya menyebut dua hakim PK itu berpendapat, permohonan PK tanpa didahului upaya hukum banding atau kasasi seharusnya tidak dapat diterima.

Baca juga: KPK Akan Tanggapi Permohonan PK Setya Novanto di Pengadilan

"Terpidana telah menerima dan menyetujui putusan majelis hakim dan tidak pada tempatnya lagi mempersoalkan kekhilafan hakim atau kekeliruan yang nyata sebagai alasan pengajuan PK," kata jaksa Burhanuddin.

Dalam permohonan PK, penasihat hukum Novanto, Maqdir Ismail menyampaikan ada 5 keadaan baru atau novum yang menjadi salah satu pertimbangan Novanto mengajukan PK.

Yaitu, tiga surat permohonan sebagai justice collaborator dari keponakan Novanto bernama Irvanto Hendra Pambudi Cahyo. Ketiga surat itu, menurut Maqdir, tidak ada fakta bahwa Novanto menerima uang terkait pengadaan kartu tanda penduduk berbasis elektronik atau e-KTP.

Novum keempat adalah rekening koran Bank OCBC Singapura North Branch nomor 503-146516-301 periode tanggal 1 Januari 2014 sampai 31 Januari 2014 atas nama Multicom Investment, Pte, Ltd, perusahaan milik Anang Sugiana Sudihardjo.

Kemudian, novum kelima merupakan keterangan tertulis agen Biro Federal Investigasi AS, Jonathan Holden tanggal 9 November 2017 dalam perkara United States of America melawan 1485 Green Trees Road, Orono, Minnesota dan kawan-kawan.

Dalam dokumen PK setebal 180 halaman itu, Maqdir bersama tim penasihat hukumnya juga menilai putusan terhadap kliennya terkesan bertentangan dengan putusan sejumlah terdakwa kasus korupsi e-KTP sebelumnya.

Baca juga: Setya Novanto, Sempat Pasrah Divonis 15 Tahun Akhirnya Ajukan PK

Beberapa yang disoroti penasihat hukum adalah pertentangan pertimbangan soal jumlah dan penerima fee; penerimaan jam tangan merek Richard Millie; jumlah fee yang diterima Novanto dari pengusaha Made Oka Masagung; pihak yang menyerahkan uang ke KPK; dan kualifikasi kawan peserta dalam penyertaan Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.

Tim penasihat hukum juga menilai ada kekhilafan hakim dan atau kekeliruan yang nyata. Setidaknya Maqdir memaparkan ada 19 poin terkait hal tersebut.

Misalnya menyangkut adanya kekhilafan hakim dalam mempertimbangkan dakwaan dan menyusun putusan; terkait kesepakatan pemberian fee; rapat kerja Komisi II DPR dengan Kementerian Dalam Negeri dan persetujuan anggaran e-KTP Tahun 2011.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Nurul Ghufron Gugat Dewas KPK ke PTUN Jakarta

Nurul Ghufron Gugat Dewas KPK ke PTUN Jakarta

Nasional
JK Puji Prabowo Mau Rangkul Banyak Pihak, tapi Ingatkan Harus Ada Oposisi

JK Puji Prabowo Mau Rangkul Banyak Pihak, tapi Ingatkan Harus Ada Oposisi

Nasional
Mantan Anak Buah SYL Mengaku Dipecat Lantaran Tolak Bayar Kartu Kredit Pakai Dana Kementan

Mantan Anak Buah SYL Mengaku Dipecat Lantaran Tolak Bayar Kartu Kredit Pakai Dana Kementan

Nasional
Beri Selamat ke Prabowo-Gibran, JK: Kita Terima Kenyataan yang Ada

Beri Selamat ke Prabowo-Gibran, JK: Kita Terima Kenyataan yang Ada

Nasional
DPR Bakal Kaji Ulang Desain Pemilu Serentak karena Dianggap Tak Efisien

DPR Bakal Kaji Ulang Desain Pemilu Serentak karena Dianggap Tak Efisien

Nasional
Komisi II Sebut 'Presidential Threshold' Jadi Target Rencana Revisi UU Pemilu

Komisi II Sebut "Presidential Threshold" Jadi Target Rencana Revisi UU Pemilu

Nasional
Prabowo Nyanyi 'Pertemuan' di Depan Titiek Soeharto: Sudah Presiden Terpilih, Harus Tepuk Tangan walau Suara Jelek

Prabowo Nyanyi "Pertemuan" di Depan Titiek Soeharto: Sudah Presiden Terpilih, Harus Tepuk Tangan walau Suara Jelek

Nasional
Fraksi Golkar Bakal Dalami Usulan Hakim MK soal RUU Pemilu dan Pembentukan UU Lembaga Kepresidenan

Fraksi Golkar Bakal Dalami Usulan Hakim MK soal RUU Pemilu dan Pembentukan UU Lembaga Kepresidenan

Nasional
Politikus Senior PDI-P Tumbu Saraswati Meninggal Dunia, Penghormatan Terakhir di Sekolah Partai

Politikus Senior PDI-P Tumbu Saraswati Meninggal Dunia, Penghormatan Terakhir di Sekolah Partai

Nasional
Bubar Jalan dan Merapat ke Prabowo, Koalisi Perubahan Dinilai Hanya Jual Gimik Narasi Kritis

Bubar Jalan dan Merapat ke Prabowo, Koalisi Perubahan Dinilai Hanya Jual Gimik Narasi Kritis

Nasional
Ucapkan Selamat ke Prabowo-Gibran, PPP: Tak Ada Lagi Koalisi 01 dan 03

Ucapkan Selamat ke Prabowo-Gibran, PPP: Tak Ada Lagi Koalisi 01 dan 03

Nasional
CSIS: Pemilu 2024 Hasilkan Anggota DPR Muda Paling Minim Sepanjang Sejarah sejak 1999

CSIS: Pemilu 2024 Hasilkan Anggota DPR Muda Paling Minim Sepanjang Sejarah sejak 1999

Nasional
PPATK Koordinasi ke Kejagung Terkait Aliran Dana Harvey Moeis di Kasus Korupsi Timah

PPATK Koordinasi ke Kejagung Terkait Aliran Dana Harvey Moeis di Kasus Korupsi Timah

Nasional
Prabowo-Titiek Soeharto Hadiri Acara Ulang Tahun Istri Wismoyo Arismunandar, Ada Wiranto-Hendropriyono

Prabowo-Titiek Soeharto Hadiri Acara Ulang Tahun Istri Wismoyo Arismunandar, Ada Wiranto-Hendropriyono

Nasional
Banyak Catatan, DPR Dorong Revisi UU Pemilu Awal Periode 2024-2029

Banyak Catatan, DPR Dorong Revisi UU Pemilu Awal Periode 2024-2029

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com