JAKARTA, KOMPAS.com - Salah satu perumus Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Romli Atmasasmita berpendapat, KPK saat ini sudah menyimpang dari tujuan awal pembentukannya.
"Perjalanan KPK selama 17 tahun, terutama sejak KPK jilid III, itu telah menyimpang dari tujuan awal pembentukan KPK," kata Romli dalam keterangan tertulis, Senin (9/9/2019).
Saat KPK didirikan, tujuannya yakni untuk memelihara dan menjaga keseimbangan pelaksanaan pencegahan dan penindakan korupsi dengan berorientasi pada pengembalian kerugian negara secara maksimal.
Baca juga: Ditanya Soal Revisi UU KPK tentang SP3, Ini Jawaban Firli Bahuri
Selain itu, KPK juga diharapkan dapat melaksanakan fungsi trigger mechanism melalui koordinasi dan supervisi terhadap kepolisian dan kejaksaan.
Namun Romli menilai, KPK saat ini tidak lagi demikian. KPK terkesan lebih sering bekerja sendirian tanpa berkoordinasi dan supervisi dengan Polri dan kejaksaan.
Sementara itu, pengembalian keuangan negara dari kasus korupsi yang ditangani KPK juga kecil, kalah dari institusi Polri dan kejaksaan.
Baca juga: Terima Banyak Dukungan, KPK Ajak Masyarakat Terus Kawal Revisi UU KPK
Sejak 2009 hingga 2014, KPK tidak melaksanakan tugas pengembalian keuangan negara maksimal.
Catatan Romli, hanya Rp 722 miliar kerugian negara yang dapat dikembalikan KPK selama rentang waktu itu.
"Angka itu jauh dari kepolisian sebesar Rp 3 Triliun dan Kejaksaan sebesar Rp 6 Triliun," kata dia.
Menyambung rencana revisi UU KPK yang saat ini sedang menghangat, Romli menilai, revisi itu sudah melalui pertimbangan filosofis, teleologis, yuridis, sosiologis dan alasan komparatif.
Romli yang juga merupakan pakar hukum tata negara pun menilai bahwa revisi UU KPK sudah tepat demi memperbaiki kinerja lembaga antirasuah itu.
Baca juga: Tolak Revisi UU KPK, Akademisi Buat Petisi untuk Dikirim ke Jokowi
Ia sekaligus mempertanyakan sikap sejumlah LSM dan pegawai KPK sendiri yang menolak revisi UU KPK.
"Penolakan sekelompok masyarakat terhadap perubahan UU Nomor 30 tahun 2002 tentang KPK itu tidak dilengkapi data dan fakta hasil kajian yang dapat dipertanggungjawabkan, karena hanya mengandalkan opini dan prasangka buruk publik semata-mata," ujar dia.
Diberitakan sebelumnya, seluruh fraksi di DPR RI setuju revisi UU KPK yang diusulkan Badan Legislasi DPR.
Persetujuan seluruh fraksi disampaikan dalam rapat paripurna DPR yang digelar pada Kamis (5/9/2019) siang.
Draf revisi pun sudah dikirim kepada Presiden Jokowi. Kini DPR menunggu surat presiden yang menandai dimulainya pembahasan revisi UU KPK antara DPR dan pemerintah.