Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Raden Muhammad Mihradi
Dosen

Direktur Pusat Studi Pembangunan Hukum Partisipatif
dan Dosen Fakultas Hukum Universitas Pakuan.

Korupsi di Sarang Demokrasi

Kompas.com - 09/09/2019, 09:45 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini


DEWASA ini ruang publik banjir isu. Mulai pelemahan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang bertubi-tubi, revisi UU KPK sampai ke seleksi pimpinan KPK yang ditengarai terdapat calon yang miskin integritas.

Belum lagi kepengapan atas insiden diduga berbasis rasial kasus Papua. Semuanya mengepung dan mengapitalisasi serta bermutasi menjadi persoalan kebangsaan.

Tentu berbagai cobaan atau mungkin petaka bukan tanpa sebab. Ada akar cukup panjang yang menyebabkan korupsi seakan menggila di rezim demokrasi.

Pendekatan hukum yang berkutat pada aturan dan pasal-pasal sangat tidak cukup. Perlu melihat konteks dan perspektif. Dengan begitu akar kerumitannya dapat diuraikan. Dengan jernih dan lebih progresif.

Peralihan Orba ke Reformasi

Kisah kerikil bangsa dimulai dari rezim Orde Baru (Orba). Tumbangnya pemerintahan Presiden Soekarno digantikan Presiden Soeharto membawa perubahan paradigma yang cukup keras.

Pertama, Orba diwarisi utang dan masalah ekonomi yang parah. Akibatnya revolusi kebijakan dilakukan Soeharto melalui trilogi pembangunannya (stabilitas nasional, pertumbuhan ekonomi, dan pemerataan pembangunan). Hasilnya fantastis. Indonesia menjadi negara lebih makmur.

Kedua, untuk mempertahankan perekonomian yang membaik, stabilitas menjadi niscaya. Karena itu, demokrasi dan hak asasi manusia dibatasi agar kemakmuran dapat berkelanjutan.

Kedua hal itu melahirkan efek samping lain. Saat ekonomi membaik, tumbuh benalu. Terbentuk oligarki bisnis-politik melalui kebijakan negara membagi-bagikan lisensi perdagangan, kredit bank negara dan konsesi-konsesi kehutanan kepada kroni pengusaha di sekitar Soeharto.

Menurut Vedi R Hadiz, hubungannya bersifat simbiose di mana akses kepada perekonomian ditukar dengan dana-dana yang digunakan bagi tujuan-tujuan politik dan pribadi dari rezim Soeharto.

Soeharto sendiri mendirikan yayasan untuk mendanai Golkar dan investasi di bisnis pribadi keluarga Soeharto. Pelaku bisnis seperti Bob Hasan, Liem Sioe Liong dan lainnya terlibat dalam jejaring tersebut (Vedi R Hadiz, Dinamika Kekuasaan Ekonomi Politik Indonesia Pasca-Soeharto,2005:119-120).

Pada 1997, rezim Soeharto runtuh. Oligarki bisnis-politik lama tercerai berat. Mereka harus bertransformasi diri di rezim reformasi di mana proses bisnis-politik semakin kompleks, melibatkan mediasi di partai politik, pemilihan umum dan parlemen yang menurut Vedi R Hadiz secara ideologis tidak koheren serta tidak kokoh.

Suasana kusam di atas menyebabkan—istilah Komarudin Hidayat—demokrasi kita dalam proses bunuh diri karena tidak disertai upaya penegakan hukum, etika moral, dan pemerataan pendidikan serta ekonomi.

Ilustrasi.SHUTTERSTOCK Ilustrasi.

Kita terjebak dalam demokrasi elektoral di mana masyarakat hanya dibutuhkan saat pemilu. Setelah pemilu menjadi urusan wakilnya yang lebih sering tidak nyambung dengan aspirasi konstituennya.

Dengan begitu, pasca-reformasi, oligarki politik dan ekonomi tetap dominan di bawah payung demokrasi.

Dengan terampil ia memasuki arena politik dan memengaruhi pembentukan produk hukum, seperti pada agenda revisi UU KPK yang ditengarai hendak melembagakan empat hal:

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

KSAU Temui KSAL, Bahas Peningkatan Interoperabilitas dan Penyamaan Prosedur Komunikasi KRI-Pesud

KSAU Temui KSAL, Bahas Peningkatan Interoperabilitas dan Penyamaan Prosedur Komunikasi KRI-Pesud

Nasional
Pengamat Heran 'Amicus Curiae' Megawati Dianggap Konflik Kepentingan, Singgung Kasus Anwar Usman

Pengamat Heran "Amicus Curiae" Megawati Dianggap Konflik Kepentingan, Singgung Kasus Anwar Usman

Nasional
Sudirman Said Berharap Anies dan Prabowo Bisa Bertemu

Sudirman Said Berharap Anies dan Prabowo Bisa Bertemu

Nasional
Marak 'Amicus Curiae', Pakar: Jadi Pertimbangan Hakim MK untuk Gali Rasa Keadilan dalam Masyarakat

Marak "Amicus Curiae", Pakar: Jadi Pertimbangan Hakim MK untuk Gali Rasa Keadilan dalam Masyarakat

Nasional
Menpan-RB Setujui 40.839 Formasi CASN Kemensos demi Kuatkan Layanan Sosial Nasional

Menpan-RB Setujui 40.839 Formasi CASN Kemensos demi Kuatkan Layanan Sosial Nasional

Nasional
Prabowo Disebut Sudah Minta AHY Berikan Nama Kader Demokrat untuk Masuk Kabinet Mendatang

Prabowo Disebut Sudah Minta AHY Berikan Nama Kader Demokrat untuk Masuk Kabinet Mendatang

Nasional
Pangkoarmada I Akan Buat Kajian agar Kapal Patroli yang Dibeli dari Italia Ditempatkan di Wilayahnya

Pangkoarmada I Akan Buat Kajian agar Kapal Patroli yang Dibeli dari Italia Ditempatkan di Wilayahnya

Nasional
Pakar: 'Amicus Curiae' untuk Sengketa Pilpres Fenomena Baru

Pakar: "Amicus Curiae" untuk Sengketa Pilpres Fenomena Baru

Nasional
Densus 88 Polri Kembali Tangkap 1 Teroris Jaringan JI di Sulteng, Totalnya Jadi 8

Densus 88 Polri Kembali Tangkap 1 Teroris Jaringan JI di Sulteng, Totalnya Jadi 8

Nasional
Yusril Tertawa Ceritakan Saksi Ganjar-Mahfud Bawa Beras 5 Kg untuk Buktikan Politisasi Bansos

Yusril Tertawa Ceritakan Saksi Ganjar-Mahfud Bawa Beras 5 Kg untuk Buktikan Politisasi Bansos

Nasional
Jelang Putusan Sengketa Pilpres, Karangan Bunga Bernada Sindiran Muncul di MK

Jelang Putusan Sengketa Pilpres, Karangan Bunga Bernada Sindiran Muncul di MK

Nasional
Yusril Akui Sebut Putusan 90 Problematik dan Cacat Hukum, tapi Pencalonan Gibran Tetap Sah

Yusril Akui Sebut Putusan 90 Problematik dan Cacat Hukum, tapi Pencalonan Gibran Tetap Sah

Nasional
Bukan Peserta Pilpres, Megawati Dinilai Berhak Kirim 'Amicus Curiae' ke MK

Bukan Peserta Pilpres, Megawati Dinilai Berhak Kirim "Amicus Curiae" ke MK

Nasional
Perwakilan Ulama Madura dan Jatim Kirim 'Amicus Curiae' ke MK

Perwakilan Ulama Madura dan Jatim Kirim "Amicus Curiae" ke MK

Nasional
PPP Tak Lolos ke DPR karena Salah Arah Saat Dukung Ganjar?

PPP Tak Lolos ke DPR karena Salah Arah Saat Dukung Ganjar?

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com