Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Biro Hukum KPK Nilai Ada Upaya Pelemahan Pemberantasan Korupsi

Kompas.com - 08/09/2019, 14:05 WIB
Dylan Aprialdo Rachman,
Fabian Januarius Kuwado

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Kepala Bagian Perancangan Peraturan dan Produk Hukum pada Biro Hukum KPK Rasamala Aritonang menilai, ada upaya sistematis melemahkan pemberantasan korupsi di Indonesia. Secara khusus kepada KPK.

Salah satu bentuk pelemahan itu tampak dari rencana revisi Undang-Undang Nomor 30 Tahun 202 tentang KPK.

"Ini bukan hanya satu kondisi terpisah. Tapi melihat bahwa apa yang terjadi belakangan ini adalah bagian dari sistematis pelemahan terhadap bukan saja KPK, tapi pelemahan sistematis terhadap upaya pemberantasan korupsi," kata Rasamala dalam diskusi di Indonesia Corruption Watch, Jakarta, Minggu (8/9/2019).

Baca juga: Agus Rahardjo Sebut KPK dalam Bahaya

Sesuai pernyataan Ketua KPK Agus Rahardjo beberapa waktu lalu, kata Rasamala, ada 9 hal dalam draf revisi UU KPK yang bisa melumpuhkan kinerja lembaga antirasuah itu.

"Misalnya, Dewan Pengawas, kemudian ada kewenangan-kewenangan terkait perizinan atas operasi yang dilakukan KPK harus lewat Dewan Pengawas. Kemudian, keharusan rekrutmen penyelidik yang selama ini dianggap diambil dari sumber yang independen, sekarang dengan revisi tersebut diharapkan diambil hanya dari Kepolisian," kata dia.

Kemudian contoh lainnya adalah aturan yang mengharuskan KPK berkoordinasi dengan Kejaksaan Agung dalam penuntutan perkara dan kewenangan menerbitkan Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3) untuk perkara yang tidak selesai dalam jangka waktu satu tahun.

"Kalau sampai revisi ini jadi diberlakukan, saya pikir KPK jelas tidak akan berproses atau bertindak seperti hari ini. Tidak ada kewenangan kemudian yang bisa mendorong penegakan hukum perkara korupsi bisa seprogresif hari ini," ujar dia.

Baca juga: Abraham Samad: Revisi UU KPK Boleh Saja, tetapi...

Selain revisi UU KPK, Rasamala menilai, ada tiga peristiwa lainnya yang berkontribusi pada pelemahan KPK. Peristiwa pertama adalah penanganan kasus penyiraman air keras ke penyidik KPK Novel Baswedan yang tak kunjung menemui titik terang.

Menurut Rasamala, polisi belum bisa mengungkap atau menangkap pelaku penyiraman air keras tersebut.

Peristiwa berikutnya adalah pemilihan calon pimpinan KPK yang mendapatkan catatan hingga kritik keras dari berbagai pihak terkait nama-nama calon yang lolos dalam tahapan seleksi.

Baca juga: Dalam RKUHP, Ancaman Pidana bagi Koruptor Lebih Ringan

"Kemudian soal RKUHP. Kami telah menyampaikan catatan terkait dimasukkannya delik korupsi dari undang-undang sekarang yang kemudian dimasukkan ke dalam RKUHP di Pasal 603 sampai 607, bagaimana konsekuensi dan problemnya terhadap upaya pemberantasan korupsi ke depan," ujar dia.

"Dari empat peristiwa itu rasanya bukan satu hal yang terlalu berlebihan kalau kemudian kita memotret sebagai suatu pola yang sistematis dalam upaya melemahkan upaya pemberantasan korupsi," tambah Rasamala.

 

Kompas TV Mantan Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi, Abraham Samad, mengatakan revisi undang-undang KPK tidak relevan untuk direvisi, bahkan akan melamahkan KPK.<br /> <br /> Mantan Ketua KPK, Abraham Samad mengaku sudah melihat draft revisi undang-undang KPK. Ia menilai, RUU tidak menguatkan, justu mengandung pelemahan kepada KPK. Samad berpendapat, revisi UU KPK dapat mengurangi independensi KPK. Salah satu contohnya, kata Samad, adalah pasal yang mengatur KPK sebagai bagian dari lembaga eksekutif. Menurut Samad, bila KPK menjadi bagian lembaga eksekutif, maka KPK tidak memiliki perbedaan dengan lembaga penegak hukum lainnya, yaitu kepolisian dan kejaksaan.<br />
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Prabowo: Kami Akan Komunikasi dengan Semua Unsur untuk Bangun Koalisi Kuat

Prabowo: Kami Akan Komunikasi dengan Semua Unsur untuk Bangun Koalisi Kuat

Nasional
PDI-P Minta Penetapan Prabowo-Gibran Ditunda, KPU: Pasca-MK Tak Ada Pengadilan Lagi

PDI-P Minta Penetapan Prabowo-Gibran Ditunda, KPU: Pasca-MK Tak Ada Pengadilan Lagi

Nasional
Sedang di Yogyakarta, Ganjar Belum Terima Undangan Penetapan Prabowo-Gibran dari KPU

Sedang di Yogyakarta, Ganjar Belum Terima Undangan Penetapan Prabowo-Gibran dari KPU

Nasional
Pakar Nilai Gugatan PDI-P ke PTUN Sulit Dikabulkan, Ini Alasannya

Pakar Nilai Gugatan PDI-P ke PTUN Sulit Dikabulkan, Ini Alasannya

Nasional
Airlangga Klaim Pasar Respons Positif Putusan MK, Investor Dapat Kepastian

Airlangga Klaim Pasar Respons Positif Putusan MK, Investor Dapat Kepastian

Nasional
PDI-P Sebut Proses di PTUN Berjalan, Airlangga Ingatkan Putusan MK Final dan Mengikat

PDI-P Sebut Proses di PTUN Berjalan, Airlangga Ingatkan Putusan MK Final dan Mengikat

Nasional
Golkar Belum Mau Bahas Jatah Menteri, Airlangga: Tunggu Penetapan KPU

Golkar Belum Mau Bahas Jatah Menteri, Airlangga: Tunggu Penetapan KPU

Nasional
Prabowo: Kami Berhasil di MK, Sekarang Saatnya Kita Bersatu Kembali

Prabowo: Kami Berhasil di MK, Sekarang Saatnya Kita Bersatu Kembali

Nasional
Kepala BNPT: Waspada Perkembangan Ideologi di Bawah Permukaan

Kepala BNPT: Waspada Perkembangan Ideologi di Bawah Permukaan

Nasional
KPK Dalami 2 LHKPN yang Laporkan Kepemilikan Aset Kripto, Nilainya Miliaran Rupiah

KPK Dalami 2 LHKPN yang Laporkan Kepemilikan Aset Kripto, Nilainya Miliaran Rupiah

Nasional
Pertamina dan Polri Jalin Kerja Sama dalam Publikasi untuk Edukasi Masyarakat

Pertamina dan Polri Jalin Kerja Sama dalam Publikasi untuk Edukasi Masyarakat

Nasional
Satkar Ulama Dukung Airlangga Jadi Ketum Golkar Lagi, Doakan Menang Aklamasi

Satkar Ulama Dukung Airlangga Jadi Ketum Golkar Lagi, Doakan Menang Aklamasi

Nasional
Gibran Temui Prabowo di Kertanegara Jelang Penetapan Presiden-Wapres Terpilih

Gibran Temui Prabowo di Kertanegara Jelang Penetapan Presiden-Wapres Terpilih

Nasional
KPU Batasi 600 Pemilih Tiap TPS untuk Pilkada 2024

KPU Batasi 600 Pemilih Tiap TPS untuk Pilkada 2024

Nasional
Dianggap Sudah Bukan Kader PDI-P, Jokowi Disebut Dekat dengan Golkar

Dianggap Sudah Bukan Kader PDI-P, Jokowi Disebut Dekat dengan Golkar

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com