Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Saat KPK Ditutup dengan Kain Hitam...

Kompas.com - 08/09/2019, 11:20 WIB
Dylan Aprialdo Rachman,
Fabian Januarius Kuwado

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Pimpinan dan pegawai KPK, Minggu (8/9/2019) pagi, menggelar aksi penutupan logo KPK dengan kain hitam di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta.

Aksi ini merupakan bentuk kritik terhadap rencana revisi Undang-Undang Nomor 30 Tahun 202 tentang KPK yang dinilai akan memperlemah lembaga antirasuah itu.

Wakil Ketua KPK Saut Situmorang dan Ketua Wadah Pegawai KPK Yudi Purnomo memimpin aksi itu.

Baca juga: Pusat Studi Antikorupsi Universitas Mulawarman Minta Presiden Tolak Revisi UU KPK

Tulisan "KOMISI PEMBERANTASAN KORUPSI" yang ada di bagian terluar Gedung Merah Putih KPK ditutup dengan kain hitam.

"Hari ini, kita bukan sedang melukis ketakutan, kita sedang bicara fakta, bicara reality. Energi kita tidak akan pernah habis, akan kita isi terus. Kita tutup dulu sebagai tanda prihatin kita atas pemberantasan korupsi di Indonesia," kata Saut sembari mengiringi penutupan pertama.

Kemudian, pegawai KPK lainnya menutup dua logo KPK yang terletak di sisi kanan dan kiri gedung tersebut.

Terakhir, logo KPK terbesar yang berada di puncak Gedung Merah Putih KPK ditutup dengan kain hitam besar oleh pegawai KPK yang berada di atas gedung.

Baca juga: Mantan Plt Ketua KPK Bantah Usulkan Revisi UU KPK ke DPR

Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Koruspi (KPK) Saut Situmorang (kanan) didampingi Juru Bicara KPK Febriadiansyah (kiri) menyampaikan keterangan pers terkait pengembangan kasus dugaan korupsi KTP Elektronik di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Selasa (13/8/2019). KPK dalam pengembangannya telah menetapkan empat tersangka baru yakni MSH, ISE, HSF dan PLS sehingga sampai saat ini KPK telah memproses 14 orang dalam perkara dugaan korupsi pengadaan KTP Elektronik.   ANTARA FOTO/Reno Esnir/hp.ANTARA FOTO/RENO Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Koruspi (KPK) Saut Situmorang (kanan) didampingi Juru Bicara KPK Febriadiansyah (kiri) menyampaikan keterangan pers terkait pengembangan kasus dugaan korupsi KTP Elektronik di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Selasa (13/8/2019). KPK dalam pengembangannya telah menetapkan empat tersangka baru yakni MSH, ISE, HSF dan PLS sehingga sampai saat ini KPK telah memproses 14 orang dalam perkara dugaan korupsi pengadaan KTP Elektronik. ANTARA FOTO/Reno Esnir/hp.
Saut mengatakan, penutupan dengan kain hitam itu merupakan pengingat bahwa upaya pemberantasan korupsi di Indonesia merupakan jalan yang panjang.

Seiring perjalanannya, langkah pemberantasan korupsi itu kerap kali menemui tantangan.

"Misalnya apa? Indeks Persepsi Korupsi kita 38, kemudian ucapan, pikiran dan tindakan orang tidak sama, kita juga tandatangani piagam PBB (United Nations Convention Against Corruption) tapi ada yang tidak ditindaklanjuti," kata dia.

Saut juga menyatakan, salah satu amanat kesepakatan antikorupsi internasional itu adalah adanya lembaga antikorupsi yang independen dan bebas dari pengaruh.

Baca juga: Abraham Samad: Revisi UU KPK Boleh Saja, tetapi...

Nyatanya, dalam salah satu poin draf revisi UU KPK, lembaga ini disebut berada di cabang eksekutif. Sehingga rentan dengan pengaruh kekuasaan.

Kemudian, Saut kembali menyinggung 9 poin masalah di draf revisi UU KPK yang pernah disampaikan Ketua KPK Agus Rahardjo beberapa waktu lalu.

Misalnya, keberadaan unsur Dewan Pengawas; penyadapan, penggeledahan, penyitaan harus mendapat izin tertulis Dewan Pengawas; penuntutan perkara harus dikoordinasikan dengan Kejaksaan Agung hingga penyidik KPK berasal dari Polri, Kejaksaan Agung dan penyidik pegawai negeri sipil (PPNS).

Dari draf revisi UU KPK itu, Saut menilai adanya ketidaksesuaian ketika niat atau ucapan dukungan pemberantasan korupsi digaungkan, dengan tindakan yang justru bersebrangan.

Halaman:


Terkini Lainnya

Menakar Nasib Ketua KPU Usai Diadukan Lagi ke DKPP Terkait Dugaan Asusila

Menakar Nasib Ketua KPU Usai Diadukan Lagi ke DKPP Terkait Dugaan Asusila

Nasional
Tak Lagi Solid, Koalisi Perubahan Kini dalam Bayang-bayang Perpecahan

Tak Lagi Solid, Koalisi Perubahan Kini dalam Bayang-bayang Perpecahan

Nasional
TPN Ganjar-Mahfud Sebut 'Amicus Curiae' Bukan untuk Intervensi MK

TPN Ganjar-Mahfud Sebut "Amicus Curiae" Bukan untuk Intervensi MK

Nasional
Percepat Kinerja Pembangunan Infrastruktur, Menpan-RB Setujui 26.319 Formasi ASN Kementerian PUPR

Percepat Kinerja Pembangunan Infrastruktur, Menpan-RB Setujui 26.319 Formasi ASN Kementerian PUPR

Nasional
Kubu Prabowo Siapkan Satgas untuk Cegah Pendukung Gelar Aksi Saat MK Baca Putusan Sengketa Pilpres

Kubu Prabowo Siapkan Satgas untuk Cegah Pendukung Gelar Aksi Saat MK Baca Putusan Sengketa Pilpres

Nasional
TKN Prabowo-Gibran Akan Gelar Nobar Sederhana untuk Pantau Putusan MK

TKN Prabowo-Gibran Akan Gelar Nobar Sederhana untuk Pantau Putusan MK

Nasional
Jelang Putusan Sengketa Pilpres: MK Bantah Bocoran Putusan, Dapat Karangan Bunga

Jelang Putusan Sengketa Pilpres: MK Bantah Bocoran Putusan, Dapat Karangan Bunga

Nasional
Skenario Putusan Mahkamah Konstitusi dalam Sengketa Pilpres 2024

Skenario Putusan Mahkamah Konstitusi dalam Sengketa Pilpres 2024

Nasional
Kejagung Terus Telusuri Aset Mewah Harvey Moeis, Jet Pribadi Kini dalam Bidikan

Kejagung Terus Telusuri Aset Mewah Harvey Moeis, Jet Pribadi Kini dalam Bidikan

Nasional
Yusril Tegaskan Pencalonan Gibran Sah dan Optimistis dengan Putusan MK

Yusril Tegaskan Pencalonan Gibran Sah dan Optimistis dengan Putusan MK

Nasional
Soal Tawaran Masuk Parpol, Sudirman Said: Belum Ada karena Saya Bukan Anak Presiden

Soal Tawaran Masuk Parpol, Sudirman Said: Belum Ada karena Saya Bukan Anak Presiden

Nasional
Sudirman Said Beberkan Alasan Tokoh Pengusung Anies Tak Ajukan 'Amicus Curiae' seperti Megawati

Sudirman Said Beberkan Alasan Tokoh Pengusung Anies Tak Ajukan "Amicus Curiae" seperti Megawati

Nasional
Soal Peluang Anies Maju Pilkada DKI, Sudirman Said: Prabowo Kalah 'Nyapres' Tidak Jadi Gubernur Jabar

Soal Peluang Anies Maju Pilkada DKI, Sudirman Said: Prabowo Kalah "Nyapres" Tidak Jadi Gubernur Jabar

Nasional
Beda Sikap PSI: Dulu Tolak Proporsional Tertutup, Kini Harap Berlaku di Pemilu 2029

Beda Sikap PSI: Dulu Tolak Proporsional Tertutup, Kini Harap Berlaku di Pemilu 2029

Nasional
Banjir “Amicus Curiae”, Akankah Lahir “Pahlawan” Pengadilan?

Banjir “Amicus Curiae”, Akankah Lahir “Pahlawan” Pengadilan?

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com