Wacana pencarian dokumen terus bergulir bagai bola liar. Pemerintah seakan kebakaran jenggot dan kebingungan.
Ada yang menilai, respons pemerintah merupakan keengganan untuk mengungkap siapa aktor intelektual di balik pembunuhan Munir.
Bahkan, Presiden keenam RI Susilo Bambang Yudhoyono ikut angkat bicara meski langkahnya dinilai tidak terlalu signifikan dan tidak sesuai dengan harapan para pegiat HAM.
SBY sempat memberikan pernyataan untuk menanggapi polemik ini di kediamannya, Cikeas, Jawa Barat, pada Oktober 2016 lalu.
Cak Munir, aktivis dan pejuang HAM itu dibunuh di udara, dalam penerbangan menuju Amsterdam, Belanda.
Pembunuhan itu terjadi pada 7 September 2004, sekitar Selasa dini hari hingga Rabu pagi.
Cak Munir yang berada di dalam penerbangan Garuda Indonesia GA 974 dengan rute Jakarta-Amsterdam dan transit di Singapura, dinyatakan sudah tak bernyawa.
Waktu kematian diperkirakan dua jam sebelum pesawat mendarat di Amsterdam.
Dugaan intelijen yang tak kasatmata
Kepala Polri sudah tujuh kali berganti, mulai dari Jenderal Da'i Bachtiar hingga Jenderal Tito Karnavian. Namun, kasus ini seperti berjalan di tempat.
Banyak pihak menduga, dalang di balik pembunuhan Munir masih berkeliaran bebas.
Proses hukum terhadap orang yang dianggap terlibat dalam pembunuhan Munir memang telah dilakukan.
Pengadilan telah menjatuhkan hukuman 14 tahun penjara kepada Pollycarpus Budihari Priyanto, yang saat itu merupakan pilot Garuda Indonesia.
Vonis itu juga telah menjalani berbagai macam upaya hukum di berbagai tingkatan peradilan.
Selain itu, pengadilan juga menghukum 1 tahun penjara kepada Direktur Utama Garuda Indonesia saat itu, Indra Setiawan.
Dia dianggap menempatkan Pollycarpus di penerbangan itu.
Sejumlah fakta persidangan bahkan menyebut adanya dugaan keterlibatan petinggi Badan Intelijen Negara (BIN) dalam pembunuhan ini.
Namun, tidak ada petinggi BIN yang dinilai bersalah oleh pengadilan.
Pada 13 Desember 2008, mantan Deputi V BIN Mayjen Purn Muchdi Purwoprandjono yang menjadi terdakwa dalam kasus ini divonis bebas dari segala dakwaan.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.