JAKARTA, KOMPAS.com - Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) mendorong pemerintah evaluasi kebijakan keamanan di Papua dengan pelibatan masyarakat sipil sebagai pendekatan baru.
"Evaluasi kebijakan keamanan di Papua memang diperlukan, keberadaan sejumlah komando teritorial, pangkalan laut, dan pangkalan udara bukan merupakan solusi persoalan siklus kekerasan di Papua," ujar Wakil Ketua Bidang Eksternal Komnas HAM, Sandrayati Moniaga, saat ditemui di kantor Komnas HAM, Jumat (6/9/2019).
Sandrayati menambahkan, permasalahan yang ada di Papua tidak akan selesai jika hanya fokus pada pendekatan yang berbasis keamanan.
Baca juga: 5 Fakta Baru Kasus Veronica Koman, Terancam Jadi DPO hingga Protes Komnas HAM
Ia merespon sejumlah temuan dalam artikel opini Kompas pada 6 September 2019 yang berjudul "Siklus Tak Berkesudahan di Papua" yang ditulis Hipolitus Yolisandry Ringgi Wangge, Peneliti Marthinus Academy Jakarta.
Dalam opininya, Hipolitus menyebutkan, keberadaan ribuan aparat keamanan justru menjadi salah satu sumber trauma mendalam bagi masyarakat asli Papua, khususnya yang mendiami wilayah pegunungan tengah.
Trauma kolektif masyarakat yang sejauh ini tak pernah disembuhkan, menurut Hipolitus, justru memunculkan ketakutan bahkan dendam terhadap keberadaan aparat keamanan.
Baca juga: Komnas HAM Temukan Kesamaan Pola Kerusuhan di Papua dan Papua Barat
Hipolitus juga menuliskan, dalam beberapa kasus, masyarakat bahkan lebih memercayai pimpinan gereja dibandingkan dengan pimpinan formal dalam upaya penyelesaian konflik ataupun masalah HAM di Papua.
Komnas HAM mengamini hal tersebut. Sehingga, daripada fokus pada pengerahan aparat keamanan, pemerintah lebih baik melibatkan masyarakat sipil terutama lewat gereja.
"Iya menurut saya juga seperti itu, ingatan masyarakat terkait permasalahan-permasalahan yang ada di Papua dan belum terselesaikan tuntas hingga saat ini tak bisa diselesaikan hanya lewat pendekatan keamanan saja," papar Sandrayati.
Baca juga: Komnas HAM: Pendekatan Dialog Bisa Akhiri Konflik Papua
"Beberapa kasus yang kita ikuti dan sejarah di sana juga menunjukkan ikatan kultural atau budaya masyarakat Papua dengan gereja itu kuat. Maka dari itu, pelibatan masyarakat sipil dengan pendekatan yang berbeda penting dilakukan pada situasi dan kondisi di Papua maupun Papua Barat pasca kerusuhan," sambungnya.
Catatan redaksi: Berita ini mengalami perubahan dari yang sebelumnya tidak mencantumkan nama penulis opini sehingga terkesan seluruhnya merupakan pendapat Komnas HAM.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.